NOTE: Reader, before you browsing to reading please make sure you read fanfiction in here according to your age. If you not yet 17 yo, we suggest you to read fanfiction with rating G, PG-13, PG-15. Rating NC-17 and NC-21 just for addult. Please follow this rule shake your self!

Friday, July 29, 2011

Don’t Believe In Anything (3/4, Indonesian)

Details: Quarterlogy
Title    : Don’t Believe In Anything
Genre : Family, Friendship, Romance
Rating : General
Language       : Indonesia and English
Theme song  : YUI- Good Bye Days
Author            : Amel Chan

Synopsis:
Human is a pupil, pain is the teacher.
-Ryosuke Yamada-

Cats:
Ryosuke Yamada       as        Ryosukey
Dyan patricia P.P        as        Diyanu (Out Character)
Aneri (Diyanu’s best friend)
Otousan (Ryosuke’s Dad)
Furata (Ryosuke’s Brother)
Ishida Mura (Rival-male)

PART 3

Whether Money is Everything to You?

June 10st

Aah, Apa Key tidak sekolah hari ini? Bagaimana yah...

Sudah hampir telat, Aku harus sekolah..

Tapi..

Nanti saja, aku mau melihat apa yang akan Key lakukan dulu.

Setelah bekerja mengantar koran pagi, sekitar lima menit yang lalu, Key sudah berdiri didepan pagar rumahnya sambil mengalungi kamera polaroid yang kemarin kulihat tergeletak diatas meja. Sesekali ia melirik jam tangan. 

Pukul 7.29, kenapa memangnya? Huufh dia rumit sekali.

Sebuah mobil Mercy keluaran Italy berhenti dihadapan Key. Pintu belakang terbuka. Key memasuki mobil. Aku hanya bisa melihat samar-samar bahwa ada seorang kakek tua didalam mobil itu, lalu pintu ditutup. Mobil tidak berjalan, hanya diam saja disana. Sial... Apa yang mereka lakukan. Aku benar-benar tidak bisa meng-handle rasa penasaran.

Tidak lama, hanya sekitar 7 menit kemudian Key keluar dari mobil. Kaca jendela belakang terbuka setengah. Kakek tua berambut putih dan menggunakan katana tersenyum pelan. Lalu Key membungkuk hormat sampai mobil itu berlalu.

Eh,. Satu hal yang ku sadari. Key tidak lagi mengalungi kamera polaroid.

Apa dia mengembalikan kamera pada kakek tadi?

Atau kakek itu yang meminjamnya?

Tapi tidak mungkin kakek kaya tadi yang meminjam. Dengan melihat penampilannya saja semua orang pasti akan sadar betapa kaya dia. Lalu?

Lalu aku kembali menguntit si tampan Key.

Dari jendela kamar, aku bisa melihat dengan jelas apa yang dia lakukan. Key memakai pakaian sekolah dan mengubah penampilannya menjadi culun kembali. Yeah, Key yang membuat illfeel teman-teman disekolah. Pertanyaan ini selalu berputar-putar dikepalaku, kenapa Key melakukan hal itu? Di tempat kerja dia punya banyak teman, tapi disekolah berbeda 180o. Aku belum pernah melihat dia mengobrol dengan orang lain. Kecuali kalimat obrolan yang berbau bullying. Tapi Key tidak sepenuhnya di bullying, dia hanya mencoba menghindar dari semua orang. Teman-teman yang lain juga tidak terlalu ingin berurusan dan membullyingnya, mungkin karena nilai Key yang sangat bagus disekolah. Atau karena mereka tidak menyadari kehadiran Key disekitar mereka? 

Setelah siap dengan semua penyamaran kesekolah Key turun dan keluar rumah. ‘penyamaran’? aku menyebut  penampilan culunnya sebagai sebuah penyamaran. Dengan sigap aku yang sedari tadi siap dengan perlengkapan sekolah segera turun dari kamar, berlari kemeja makan, menyambar roti sarapan pagi, dan ada ibu yang mengomel melihat tingkahku. Aduh Ibu, ini sedang darurat, jika terlambat aku akan kehilangan jejak Key. 

“Ibu, aku pergi, Bye!” kata-kata itu ku ucapkan dengan tergesa-gesa.

“Diyanu?! Jangan berlari-lari, nanti jatuh!” Ibu yang jarang bicara dengan suara kuat, sekarang bicara dengan sedikit berteriak agar aku mendengar ucapannya. 

Itu key, aku menjaga jarak aman berjalan 6 meter dibelakangnya. Setelah diperhatikan gaya culun Key terlihat manis juga. Bagaimanapun gayanya, tampan tetap saja tampan, manis tetap saja manis. That can’t be help.

Setelah memasuki gedung 2 dan naik ketingkat dua, diujung tangga aku melihat Key berbelok kearah kiri menuju kelas 2-A, dan aku harus belok ke arah kanan ke kelas 2-C. Coba aku lebih pintar sedikit, aku ingin sekelas dengan Key.

Aneri, sahabatku terlihat melambai-lambaikan tangan di depan pintu kelas.

“Diyanu! Hey, kau hampir telat tahu.” Aneri menghampiri ku, “Aku memperhatikanmu dari koridor sejak kau memasuki pintu gerbang sekolah. Kau terlihat seperti mengikuti Key.”
“Benarkah? Mana mungkin aku mengikuti Key.” Aku mencoba menghindar.
“Sudahlah, iya juga tidak apa-apa” Aneri menggoda ku.
“Aaa, Aneri, apa yang kau ketahui tentang Key?”
“hmm? Sepertinya tadi sahabatku ini memang sedang mengikuti Key. Apa yang ingin kau ketahui mengenai Key?” Jawab Aneri setelah duduk dibangkunya.
“Ceritakan semua yang kau ketahui” jawab ku senang.
“Semua? Merepotkan sekali, baiklah akan ku ceritakan sepulang sekolah nanti dirumahmu.”
“Terima kasih. Kau sahabatku yang terbaik, muach” aku spontan melompat kearah aneri dan mencium pipinya.
“Ouch, bisa tidak reaksimu biasa saja?”

Bel pulang sekolah sudah berbunyi, aku dan Aneri pulang kerumahku dengan berboncengan. Kami bergantian mengayuh sepeda gigi pink milik Aneri. 

Dirumah aku membawa es jeruk di kulkas dan beberapa buah pisang ke kamar. Aneri tiduran dikasur. Aku meletakkan makanan di atas meja belajar kecil disamping kasur lalu mencari tempat duduk strategis disamping jendela. 


“Baiklah sekarang ceritakan semua yang kau ketahui tentang Key...” ucapku tidak sabaran.
“Aneh sekali, kalau disuruh menceritakan semuanya aku jadi bingung mau mulai dari mana. Sebenarnya Key itu juga anak pindahan seperti mu. Dia pindah ke kota ini sekitar satu setengah tahun yang lalu saat masuk senior high school. Aku tidak tahu dia sekolah junior high school dimana. Tapi yang  jelas dia pindahan dari Yokohama.” Jelas Aneri perlahan.

“Yokohama?” Gumam ku pelan dengan nada bertanya.

“Yah Yokohama, Sejak mereka pindah aku belum pernah melihat ibunya, dan berita terakhir yang kuperoleh ternyata ibunya Key sudah lama meninggal.”

“Meninggal? Kenapa?” tanyaku prihatin.

“Menurut cerita yang kuperoleh dari teman-teman kerjanya, Ibunya meninggal saat melahirkan Key. Key belum sempat lahir tapi Ibunya sudah meninggal dirumah sakit karena kondisi tubuh yang lemah, jadi untuk mengeluarkan Key dari rahim Ibunya, dokter melakukan operasi.”
Aku terdiam, cerita itu membuat diam membisu. Aku merasa ingin sekali tahu lebih banyak dan dekat dengan Key. Sebenarnya aku ingin sekali mendengarkan cerita ini langsung dari mulut Key.  

“Lalu?” aku menagih cerita berikutnya.

Aneri mengambil pisang di meja, “Kau tahu Yamamura dari kelas 2B?”

Pertanyaan itu kujawab dengan gelengan kepala, “Kenapa dengan Yamamura?”

“Dia berasal dari murid junior high school kagoshima gakuen, sekolah favorite di kota ini. Saat kelas 2 dia pernah dikirim ke tokyo mewakili sekolah untuk lomba basketball. Kau tahu di final siapa yang mengalahkan langkah group basket Yamamura? Itu adalah group basket Key dari Yokohama, Key sebagai kapten disana. Dan kau tahu Aizawa? Dia murid jenius saat junior high school. Selalu mendapatkan juara 1 umum. Banyak mendapat penghargaan dari walikota. Sampai saat dia mengikuti olimpiade fisika di Yokohama. Dan dia kalah telak melawan Key yang mewakili Yokohama Prefecture. Mungkin itu salah satu alasan Key tidak di Bullying disekolah walaupun gayanya sangat aneh”, Aneri berhenti bicara, dia menguyah potongan terakhir pisangnya.

“Aku jadi heran, cerita mu menggambarkan kalau kehidupan Key sangat sempurna walaupun ibunya sudah meninggal. Seakan-akan dia bisa mendapatkan apapun yang diinginkan. Lalu kenapa sekarang dia jadi seperti ini?” 

Aneri membenarkan posisi duduknya, ia menyandar di dinding, “Entahlah, tidak ada yang tahu. Tapi kalau menurut analisa ku, kejadian buruk yang pernah terjadi dulu membuatnya mengalami trauma psikologis sampai sekarang. Yah seperti cowok-cowok keren lainnya, waktu di Yokohama Key punya banyak musuh, meskipun dia juga punya banyak teman. Setiap minggu selalu ada kabar dia berkelahi. Setiap bulan ada saja jendela sekolah yang pecah karena tauran. Hampir setiap 2 bulan sekali ayahnya dipanggil oleh kepala sekolah. Key memang pintar, keren, berbakat, tapi dengan watak buruknya itu siapapun akan menjadi kesal. Sampai pada klimaks, suatu hari hampir tengah malam, Key belum juga pulang kerumah. Ayahnya khawatir dan mencari kemana-mana. Dijembatan penyeberangan ayahnya melihat Key dikeroyok oleh preman dari sekolah lain. Saat itu Key babak belur. Ayahnya spontan menolong key, tapi malang seorang preman mendorong ayah dari jembatan penyeberangan. Saat mendarat di jalan aspal sebuah mobil menyambar kedua kakinya. Itu penyabab ayah Key duduk dikursi roda sekarang. Mungkin dia merasa bersalah, watak buruknya membuat ayahnya lumpuh.” 


“Jadi maksudmu, Key berusaha untuk menjadi tidak terkenal agar tidak punya banyak musuh, begitu? Dia berusaha menjadi orang yang tidak dilirik?” tanyaku menyimpulkan.

“Sepertinya begitu, jadi kau sudah tahu kalau Key mengubah penampilannya saat disekolah yah Diyanu? Apa kau jadi penasaran setelah melihat perubahannya ketika tidak disekolah? Kau menyukainya?” Aneri mendesakku.
“Kenapa? Apa aku tidak boleh menyukai Key?” ucapku pelan.
Aneri memeluk bantal.
“Eh, Aneri, kau juga menyukai Key?” tanyaku histeris.
“Ahaaha, kenapa bertanya seperti itu? tidak, ada orang lain yang aku sukai.” Ia tersenyum.
“Benar? Aku tidak ingin menyakiti hatimu gara-gara menyukai orang yang sama.”
“Tentu saja benar.”
“Siapa? Siapa orang yang kau sukai itu?” aku berdiri dan duduk disamping Aneri.
“Cari tahu sendiri, kau sudah sering melihatnya.” 

“Huh payah.” Aku kembali duduk dikursi dekat jendela, “Itu Key!” aku menunjuk kearah luar jendela. “Dia baru sampai dirumah? Lama sekali, hey Aneri kau tahu banyak tentang Key dari siapa?”

“Dari mata kepala ku sendiri dan dari orang yang kusukai.” Jawabnya tersenyum nakal.

Ckck, bukan jawaban yang kuharapkan. Aku memperhatikan Key memasuki rumah. Sebentar lagi dia pasti akan keluar dan bekerja seperti hari-hari sebelumnya sampai tengah malam. 

Apa dia benar-benar suka dengan uang? 

Apa uang adalah segalanya untuk Key? Kalau benar begitu, karakternya sangat buruk.

Ring...Ring.....

Phone cell ku berdering dengan sedikit getaran. Aku meraih dan membaca nama yang muncul dilayar  LCD. Ishida Mura. Dia adalah pacar ku. Aku berpacaran dengannya sekitar 1 tahun yang lalu sejak di Osaka. 

“Ya halo...” ucapku setelah menekan tombol answer.

“Diyanu, apa kau merindukanku?” Tanya suara berat yang ada diseberang telepon.

“hehehhehe...”

“Sekarang aku ada didepan rumah mu, cepat turun, bukakan aku pintu.” Kalimat yang dilontarkan Mura membuat aku terperanjat kaget. Aku menoleh ke halaman depan dari jendela kamar. Oh God.

Ibu dan Aneri terlihat senang sekali berbicara dengan Mura. Bertanya ini itu. Kapan sampai, naik apa, dengan siapa, lelah tidak, bagaimana dengan sekolah. Melihat kedatangan Mura hatiku merasa sedikit terganggu. Padahal dulu jika dia tidak datang seminggu saja kerumah, aku segera meneleponnya.  

Sikapku acuh tak acuh terhadap Mura. Aku menjawab obrolannya dengan enggan karena yang menguasai pikiran ku sekarang hanyalah wajah Key. Beribu pertanyaan muncul debenakku mengenai Key.

Mura menyerup teh sakura yang sudah agak dingin, “Sebelum pergi kau berjanji hanya akan melukis aku sebagai objek jika modelnya laki-laki kan Diyanu? Apa sudah mulai melukis sekarang?”

Teh yang sedang ku serup hampir muncrat saat mendengar pertanyaan itu, “Belum, disekolah belum mulai belajar melukis. Baru diberikan teori saja.” Jawabku bohong. Sekolah tempat aku dan Aneri belajar adalah sekolah seni. Dan kami berdua mengambil jurusan melukis. Sedangkan Key mengambil jurusan photografi. 

“Begitu yah, nanti kalau lukisannya sudah jadi beri tahu aku. Aku akan datang kemari untuk melihatnya.” Mura berusaha menyuport ku. 

“Mura, bagaimana kalau menginap saja dulu disini. Dirumah ini masih ada kamar kosong.” Tawar Ibu. Tidak ibu, jangan pernah menawarkan hal itu. 

“Nanti malam aku harus segera kembali ke Osaka Bi,  aku kemari kebetulan ikut dengan paman yang mau mengurus pekerjaannya. Sengaja ikut untuk bertemu dengan Diyanu. Senang sekali melihat Diyanu sepertinya kerasan disini.” Gaya bicara Mura sama seperti dulu, penuh perhatian, tapi hatiku tidak merasakan getaran akan perhatian itu. 

“Kalau seperti itu, sebelum pulang Mura harus mencicipi masakan Mie Ramen bibi dulu yah.” Tawar ibu lagi. Ya ampun ibu!

“Benarkah Bibi?” Mura terlihat senang.

“nah Diyanu tolong Ibu belikan ini.” Aku menerima daftar belanja yang disodorkan Ibu.

“Baiklah, aku pergi sekarang.” Aku berdiri dengan malas, rasanya Mura menyadari perubahan sikapku.

“Aku antar yah.” Mura menawarkan diri.

“Tidak perlu, aku akan pergi bersama Aneri. Istirahat saja disini.” Aneri berjalan terseret saat aku menarik tangannya keluar rumah.

Sepanjang perjalanan ke minimarket tidak ada sepatah kata pun yang terlontar. Ketika memasuki minimarket udara dingin Air Conditioner terasa menusuk kulit setelah tiba-tiba pindah dari lingkungan yang panas. Semua nama didaftar belanja sudah komplit di ambil, aku mengangkat belanjaan keatas meja kasir. Tit, Tit, Tit, suara mesin kasir otomatis merekam harga yang tertera dibungkus. Aku menyerahkan beberapa lembar uang yen pada kasir. 

“Kenapa sikapmu dingin sekali tadi kepada Mura?” sepertinya Aneri tidak tahan membendung pertanyaan ini yang sedari tadi ingin ia ucapkan.

“Aku juga tidak tahu, spontanitas aku berkelakuan seperti itu. seharusnya aku senang. Tapi aku malah takut dan terganggu dengan kedatangannya.”

“Kenapa?” 

“Aku juga tidak tahu jawabannya, tapi yang jelas kepala dan perasaanku sekarang hanya dipenuhi oleh Key.” 

“Jangan egois Diyanu. Mura tidak salah apa-apa. Dia hanya menyayangimu. Seharusnya hargai perasaannya itu. Key, kita tidak tahu Key orang yang seperti apa. Nakal, seenaknya, aneh, itu yang tertanam di kepala setiap orang tentang dia. Dan satu hal yang harus kau pertimbangkan mengenai Mura, dia laki-laki yang baik.” Sahabatku ini memintaku memberikan kejelasan.

Udara panas membuat tensi percakapan ini menjadi tinggi, “Aku tahu Mura orang yang baik, Sekarang aku harus bagaimana? Aku memang tidak tahu apa-apa tentang Key, aku tidak tahu dia nakal, aku tidak tahu dia aneh, bahkan aku tidak tahu kalau dia seenaknya walaupun setiap hari aku melihat dia selalu berkelahi dengan ayah dan kakaknya. Aku tidak tahu apa-apa. Aku tidak tahu perasaan ku terhadap Key itu suka atau hanya sebatas penasaran saja. Tolong jangan membuat ku bingung.” 

Sambil tersenyum Aneri mengambil bungkusan belanjaan ditanganku, “Aku mengerti Diyanu, pergilah, kau ingin melihat Key kan? Aku yang akan menggantikanmu membawa ini kerumah.” Dia mendorong pundakku “Biar aku yang mengatasi Mura dan Ibu mu.”

Merasa sangat tersentuh, aku memeluk Aneri. “Terima kasih Aneri. Lain kali aku akan membalas hutang budi ini.” Aku berlari menuju perpustakaan daerah. Key pasti sedang bekerja disana sekarang.

***

Gagang pintu rumah berputar, pintu terbuka, Aneri masuk dengan sedikit kelelahan. Belanjaan ini cukup berat. Tanpa basa basi ia segera menuju ke dapur dan memberikannya kepada Bibi.

“Loh, Diyanu mana?” Tanya Bibi.

Aneri tidak langsung menjawab, ia meneguk air putih yang tersedia di atas meja, “Tadi tiba-tiba dia bertemu dengan teman sekolah, sepertinya ada urusan penting. Jadi aku pulang duluan Bi.” Ia menjawab dengan kata-kata yang sudah disusun sepanjang perjalanan pulang.

“Bi, aku harus segera pulang, besok aku akan main kesini lagi.” Pamit Aneri.
Ketika  memasuki ruang keluarga Aneri melihat Mura memegangi buku sketsa yang diletakkan Diyanu dibawah meja. Buku itu penuh dengan sketsa wajah Key. Amarah terlihat dari raut wajah Mura. Satu buah kebohongan Diyanu mau tak mau sudah terungkap.

“Dari awal kau sudah mengetahui hal ini kan?” Tanya Mura.

“Tahu apa? Aku tidak mengerti apa yang kau katakan.” Aneri berusaha menghindar.

“Jangan pura-pura bodoh, sekarangpun kau pasti tahu kemana Diyanu pergi. Siapa laki-laki ini?” tanyanya sambil menyodorkan gambar Key.

“Aku tidak mengenal orang itu.”

“Sudahlah Aneri, kau sahabat pacarku, artinya kau juga sahabatku. Kau tahu kalau aku sama sekali tidak punya maksud buruk. Tetapi mengapa membohongiku? Aku datang jauh-jauh kemari bukan untuk dipermainkan oleh kebohongan kalian. Jadi tolong jelaskan padaku.” Mura mencoba bicara dengan sabar. Sebenarnya kemarahan sudah terpancar jelas diraut wajahnya.
Aneri yang bingung dengan kondisi ini mengambil keputusan yang dianggap bijak. Ia mengajak Mura keluar dan menceritakan ketertarikan Diyanu terhadap tetangganya Key.

Maaf Diyanu, Sungguh aku tidak tahu harus berbuat apa. Hatiku iba meliha Mura, tapi aku juga tidak ingin mengecewakanmu. Tapi jika Mura mengetahui yang sebenarnya dan tidak ada kebohongan, aku rasa itu akan lebih baik untuk kita semua.

Aneri menceritakan pokok permasalahan tanpa mempertimbangkan apa yang akan terjadi pada Key.

***
Dari sudut ruangan aku memperhatikan nyonya Oslo yang sibuk dengan tugasnya melayani para pengunjung perpustakaan. Ia memberikan beberapa informasi ketersedian buku kepada seorang pengunjung perpustakaan yang mengenakan pakaian kantor. Nyonya Oslo benar-benar wanita yang baik.
“Kak Key.” Seorang anak kecil menyapa Key dengan takut.

“Iya,ada apa? Ada yang bisa kakak bantu adik kecil?” tanya Key dengan mengelus rambut pendek anak laki-laki yang ketakutan itu.

“Guru disekolah memberikan tugas mencari buku sejarah zaman Meiji. Dari tadi aku tidak bisa menemukannya. Kakak bisa bantu tidak?” pintanya dengan suara yang nyaris tidak terdengar.
Key tersenyum dan menuntuk anak itu ke rak buku yang ada didekat pintu belakang perpustakaan,”Disini letak buku sejarah, nah Ini buku sejarah untuk anak elementary school.”

“Ah ada, terima kasih kak. Aku Youta, kelas 5 Elementary.” Ucapnya lucu.

“Youta... lucu sekali. Sekarang berikan buku ini kepada Ibu yang dimeja sana, dia akan memberi mu kartu peminjaman. Jangan sungkan-sungkan, lain kali datang kesini lagi yah Youta.” Key kembali mengacak pelan rambut Youta.

“Aku akan rajin-rajin datang,” lalu Youta berlari senang kearah nyonya Oslo.

Merasa sedikit lelah, aku memilih duduk dikursi yang terletak disudut ruangan. Mata ku menyapu seluruh ruangan memastikan semuanya berjalan lancar. Tapi mataku berhenti pada seorang gadis yang duduk membelakangi tepat kelang dua bangku didepanku. Aku mengenali gadis itu. Dia Diyanu, tetangga baru.

Pertama kali bertemu dengannya di tangga sekolah. Dan sudah dua minggu terakhir ini dia selalu megikutiku kemanapun aku pergi. Seperti hari ini. Sifat penguntitnya itu sangat mengganggu, tapi entah mengapa aku diam saja dan membiarkan dia tetap berjalan dibelakangku serta melihat apa yang aku kerjakan tanpa harus ada yang ditutupi.

Tadi pagi Diyanu melihat aku bekerja mengantar koran pagi, melihat aku dihalaman dengan mobil mercy, memataiku disekolah dan ditempat kerja. Apa yang dia cari?

*****

To be Continue to part 4........

In this part much part of Diyanu ^^
And for the next we will know what happen to Key...
So please waiting next part...

-       I miss my sister now, so much –

No comments:

Post a Comment