Machine Time
Title : Machine Time_
Categories : Oneshot
Genre : Adventure, Comedy
Rating : General
Theme Song : Hey!Say!JUMP - Time
Author : Annisa Nadyastitiaka Nakajima Hikari
Address : Jl. Ciremai Raya no. 220, RT 06/RW11, Kayuringin Jaya, Bekasi Selatan 17144
Age : 16 years old
Reason why I join this competition :
1. Just want to make new experience
2. I’m a fans of Chinen too
3. Just want to make new fanfic to celebrate Chinen’s 19th b’day XD
Cast :
1. Chinen Yuri
2. Morinomiya Ryoko (OC)
3. Nakajima Yuto and other supported cast
Disclaimer! : Just hope u enjoy my little story
Synopsis/Quote : “Takkan kukembalikan. Dasar cowok cantik”
*~*~*~*~*~*
Haaah… Rasanya bosan sekali.
Akhir-akhir ini sering hujan. Cuaca yang sangat tak mendukung sekali. Banyak anak-anak
hanya bermain di dalam rumah. Aku bosan! Lagipula hari ini hari minggu.
Biasanya aku pergi bermain basket bersama teman-temanku di lapangan. Kini yang
bisa kulihat hanya air yang turun dari langit dari jendela kamarku. Haah, kapan
hujan akan berhenti?
“Oi, Chinen. Kau sedang apa?” suara
yang terdengar itu… siapa lagi kalau bukan suara nee-chan. (=nee-chan: kakak
perempuan).
“Aku hanya berbaring-baring, kau tak
melihatnya?” jawabku dengan sedikit malas.
“Dasar pemalas. Ibu sudah membuatkan
masakan kesukaanmu di bawah. Cepatlah turun.”
“Benarkah? Yosha! Kenapa kau tak
bilang dari tadi? Aku sudah kelaparan.”
“Cih, siapa suruh kau tak mau
turun-turun? Aku sudah memanggilmu dari tadi.”
Aku pun tak mengabaikan ocehan
nee-chan. Aku pun dengan segera lagsung turun dan menuju meja makan. Kulihat di
sana sudah ada ayah dan ibu yang sedang duduk.
“Otou-chan, okaa-chan…” kataku sambil
tersenyum. (=otou-chan: ayah).
“Suwatte kudasai ne.” jawab okaa-chan
juga sambil tersenyum. (=suwatte kudasai ne: silahkan duduk).
“Di mana Saya-chan?” kata otou-chan.
“Dia—”
“Aku di sini.” Jawab nee-chan yang
tiba-tiba berada di belakangku. Haah bikin kaget saja.
“Nah, ibu sudah memasakkan makanan
kesukaanmu hari ini. Ibu tau pasti kau kelaparan karena cuaca yang dingin ini.”
Ucap okaa-chan ambil mengambilkan nasi untukku.
“Hehehe, arigatou okaa-chan.”
(=arigatou: terima kasih; okaa-chan: ibu).
“Huh, besok aku ingin makanan
kesukaanku.”
“Tidak! Aku ingin gyoza besok!”
“Aku mau sashimi!” (=gyoza, sashimi:
makanan khas dari Jepang).
“Sudah-sudah kalian jangan berantem.
Saya-chan, kau kan sudah besar. Baiklah besok akan ibu masakkan makanan
kesukaan kalian berdua.” Huuh dasar nee-chan. Tapi tak apa-apa lah, soalnya aku
suka sekali dengan gyoza
bikinan okaa-chan. Tak ada yang pernah bisa menandinginya! Menurutku itu adalah
makanan yang paling enak di dunia. Hehehe~
Keesokan paginya…
“Chii, sudah waktunya bangun. Kau
harus pergi ke sekolah bukan?” kudengar suara okaa-chan membangunkanku.
“Lima menit lagi!” teriakku sedikit
malas. Cuaca hari ini masih saja sama seperti kemarin. Hujan. Kamarku terasa
sangat dingin. Aku sampai menarik selimutku. Huh, kenapa dingin sekali sih? Apa
pemanas ruangan tak dinyalakan?
Brukkk! Suara pintu yang dibuka dengan
keras.
“Hey anak manja, bangun sana. Kalau
tidak kau akan terlambat untuk ke sekolah. Bukankah kau harus mengumpulkan
tugasmu pagi-pagi?” ucap nee-chan. Aku menghiraukannnya. Rasanya aku tak mau
keluar dari selimutku ini. Rasanya lebih nyaman di dalam selimut ini
dibandingkan aku harus keluar menghadapi cuaca sedingin itu. Hiii….
“Hei! Bangun sana! Jangan jadi pemalas
napa?” teriak nee-chan sambil menjatuhkanku dari tempat tidur. Ittai!! (=ittai: sakit).
“Errggh awas kau nee-chan!” nee-chan
pun tak mempedulikanku dan langsung keluar dari kamarku. Huuh, punggungku jadi
sakit sekali.
Aku pun bergegas untuk berangkat ke
sekolah. Aku lupa satu hal. Aku harus naik kereta untuk sampai di sekolahku,
kalau tidak aku akan dikunci dari luar oleh sensei
‘itu’. Aku pun berlari sekuat tenaga agar aku tidak terlambat. Di saat hujan
seperti ini pula. Huuh, dingin…
Aku pun akhirnya sampai dengan keadaan
setengah basah kuyup. Untung saja aku sampai tepat pada waktunya sebelum bel.
Haah, baguslah. Tidak, tidak. Bajuku basah! Urrgghh aku jadi malas sekali.
“Hey, Chinen.” Sapa seseorang di
seberang sana.
“Ahh, Yuto-kun.” Jawabku. Dia adalah
sahabat baikku, namanya Nakajima Yuto. Orang yang sangat perhatian dan baik
sekali. Dia juga sangat tinggi untuk ukuran anak SMA. Huh, kenapa aku jadi
membahas ini? Aku paling benci kalau membahas tentang tinggi badanku.
“Kau kenapa bisa basah kuyup begitu?
Apa kau lupa membawa payung?” tanya Yuto.
“Enak saja. Kau tak melihat apa yang
kupegang ini? Lagipula aku terburu-buru tadi.” Jawabku kesal.
“Ya aku melihatnya. Terburu-buru?
Tumben kau terburu-buru? Atau karena kau terlambat bangun? Hahaha.” Jawab Yuto.
Huh, memang benar sih apa yang dikatakan Yuto.
“Ngomong-ngomong kau sudah
mengumpulkan tugas ke Yuugo-sensei?” aku pun terdiam sejenak.
“Ahh gawat! Aku hampir lupa! Duuh, aku
harus bagaimana, Yuto bantu aku!” jawabku sedikit panik.
“Hmmm, sebaiknya kau ganti baju dulu
dengan baju olahraga. Daripada kau masuk angin?” kata Yuto. Hmmm, iya juga sih.
“Baiklah, aku akan ganti baju dulu.
Apa kau mau ikut?” godaku.
“Haah??? Kau pikir aku siapa?”
“Haha, joudan joudan.” Jawabku geli
melihat ekspresi Yuto kaget begitu. Aku pun bergegas menuju ruang ganti pria di
lantai bawah. Biasanya ruangan itu dipakai untuk ganti baju jika ingin atau
sudah berolahraga. (=joudan: bercanda).
Selesai ganti baju aku pun berjalan
menuju kelas dengan santainya. Saat aku masuk ke kelas kulihat semua duduk
dengan rapinya. Ternyata ada Yuugo-sensei. Gawat! Aku lupa dengan tugasku!
“Okaeri, Chinen-kun. Kuharap kau tak
lupa dengan hukumanmu.” Hiks! Aku terlambat mengumpulkan! Tidak, yang lebih
parah aku kena hukuman! (=okaeri: selamat datang).
Aku pun mau tak mau harus membersihkan
kelas karena telat mengumpulkan tugasku pada Yuugo-sensei. Sensei yang paling
tidak kusenangi! Setiap kali pelajarannya dia hanya memberikan tugas yang
menggunung. Apalagi saat dia tak berada di sekolah, alasannya macam-macam.
Kadang dia malas untuk mengajar kami, kadang dia berpura-pura sakit, kadang dia
benar-benar tak masuk. Alasannya sih karena menengok istrinya yang berada di
luar kota. Haah, tapi dia tak harus memberikan tugas seperti gunung juga kan?
Tapi aku senang sekali. Karena ada
Yuto yang membantuku di sini. Hihihi, sebenarnya aku yang memaksanya untuk membantuku.
Aku kan tak mau membersihkan kelas sendirian. Aku takut sendirian!
“Di luar sana masih hujan ya?” ucap
Yuto tiba-tiba.
“Ya. Aku ingin cepat pulang…”
“Kalau kau ingin cepat pulang cepat
bereskan pekerjaanmu.”
“Hahaha, iya iya.”
Kami pun akhirnya selesai. Haah,
kerjaan memang terasa ringan bila dikerjakan bersama-sama. Itu yang kudengar
dari okaa-chan.
“Arigatou Yuto-kun, sudah membantuku.”
“Sama-sama. Sebaiknya jangan kau
ulangi lagi. Kau kan tau Yuugo-sensei seperti apa.”
“Ya ya ya. Aku mengerti. Hmm,
ngomong-ngomong ayo pulang sekarang.” Yuto pun mengangguk. Enak sekali Yuto.
Rumahnya sangat dekat dengan sekolah, sementara aku harus mengarungi hujan ini
dan naik kereta. Setelah itu aku harus berjalan menuju rumah. Sudah dua tahun seperti
ini berturut-turut.
“Jaa, mataashita. Kyotsukete ne,
Chinen.” (=sampai jumpa besok. Hati-hati ya).
“Hai, wakatta. OtsukaCHII.” (=baik,
aku mengerti. Aslinya otsukaresama
deshita yang artinya terima kasih untuk hari ini, Chinen terlalu
bangga dengan dirinya).
Aku pun akhirnya sampai di rumah. Hari
ini kereta penuh sekali. Mungkin salahku juga pulang saat jam kantor bubar. Dan
lagi-lagi bajuku basah. Haah, aku harus membeli jas hujan besok. Anginnya
kencang sekali di luar sana. Aku ingin mandi air hangat. Aku pun masuk kamar
mandi. Ternyata okaa-chan sudah menyiapkan air hangat untuk mandi. Baguslah.
Aku tak menyangka setelah kurang lebih
setengah jam aku menghabiskan waktuku untuk berendam. Hahaha. Aku pun beranjak
mencari baju di lemari. Tiba-tiba sesuatu jatuh dari dalam lemari. Aku pun
mencari benda yang jatuh tadi. Setelah kucari-cari ternyata benda itu jatuh ke
bawah lemari. Uuh, tanganku tak sampai. Aku pun mengambil sapu dan mendorong
benda tersebut keluar.
“Nani kore?” kataku sambil penasaran.
Tiba-tiba badanku serasa melayang. Looh, aku ada di mana? Tidak!! Tolong aku!!
(=nani kore: apa ini). Tiba-tiba secara tak sengaja Chinen pun menuju suatu
tempat yang tak disangka.
“Ini…… di mana??!” ucapku tanpa sadar.
Kenapa tiba-tiba aku di sini? Ini… seperti di taman dekat SDku! Ehhh?? Kenapa
aku bisa ada di sini? Beribu-ribu pertanyaan mondar-mandir di kepalaku. Sudah
seperti bola yang menggelinding di tanah.
“Hey kau kakak tua!” aku pun
tersentak, aku pun mencari-cari asal suara tadi.
“Dasar kakak tua. Aku ada di bawah.”
Aku pun menengok ke bawah. Aku pun langsung melompat secara tak sadar. Ada…
anak kecil?
“Kenapa kau takut denganku?” takut?
Ngapain takut dengan anak kecil?
“Apa maksudmu? Dan kenapa kau
memanggilku kakak tua? Aku belum setua seperti kakek penjual mangga di pasar.
Dan lagi aku bukan burung kakak tua. Aku punya nama. Namaku Chinen Yuri.
C-H-I-N-E-N Y-U-R-I.” jawabku. Anak sombong tadi masih melihatku dengan
mata sinis.
“Terserah kau, kakak tua.
Ngomong-ngomong dari mana kau muncul? Kenapa kau ada di taman bermain? Seperti
anak TK saja.” Cih, pedas juga kata-kata anak ini.
“Aku juga tak tau. Dan hey, bukan
kemauanku untuk kemari. Dan aku juga bukan anak TK. Aku sudah SMA, kau tau SMA
yang ada di seberang jalan sana? Itu sekolahku.” Jawabku sedikit bangga. Asal
kalian tau saja, SMAku adalah sekolah terfavorit di Tokyo. Sangat-sangat susah
untuk bisa masuk ke sana.
“Oh, terserah kau kakak tua.” Tch,
lama-lama aku semakin kesal dengan bocah ini. Tenang, tenang Chii. Jangan mudah
marah dengan anak kecil seperti ini.
“Ngomong-ngomong namamu siapa?”
tanyaku penasaran.
“Ryoko. Morinomiya Ryoko. Panggil aku
PRINCESS RYOKO-CHAN. Murid terpintar di SD ini. Aku berhasil mengalahkan kakak
kelasku sekalipun. Bwahahaha.” Heeeh?? Princess? Hahaha, khayalan anak ini
tinggi sekali. Dan lagi ketawanya itu sangat tak enak.
“Kenapa kau tertawa? Tak ada yang
lucu. Kakak tua aneh.” Cih, kini aku jadi kesal lagi.
“Haha, dasar bocah kecil. Tau apa kau
hah? Ngomong-ngomong kau ngapain sendiri di sini?”
“Memangnya penting untuk kau ketahui?”
tch, bocah keras kepala. Tapi dia lucu juga.
“Kenapa kau tertawa lagi? Dasar aneh.
Dan aku berjanji suatu saat aku akan mengalahkanmu. Aku juga akan masuk di SMA
itu dan menjadi juara di sana!” aku semakin tak bisa menahan ketawaku.
“Ryoko-chan!” terdengar suara
panggilan dari luar sana.
“Baiklah, sampai jumpa. Jangan lupa
dengan janjiku, kakak tua Chi.” Baiklah, aku semakin terganggu dengan panggilan
‘kakak tua’ itu.
“Ya ya ya, terserah kau bocah
sombong.” Jawabku sedikit kesal. Ngomong-ngomong kenapa aku tiba-tiba bisa di
sini? Haah, ada-ada saja. Aku harus pulang. Nanti okaa-chan bisa khawatir
karena aku tiba-tiba menghilang.
Aku pun berjalan menuju rumahku.
Tunggu dulu, kenapa aku bisa berjalan ke sini? Seharusnya aku berjalan menuju
stasiun! Aku pun melihat-lihat sekitar. Seperti ada yang lain.
“Hey kau, sedang apa kau di depan
rumahku?” aku mendengar suara anak kecil lagi. Kali ini suara anak laki-laki.
Aku pun membalikkan badanku dan melihat siapa itu.
Aku pun membuka lebar-lebar mulutku.
Tidak, tak mungkin. Anak kecil yang sedang berdiri di depanku ini… ini… aku???
Heee??????
Aku tak percaya yang ada di depanku
ini. Aku benar-benar sedang berada dalam mimpi bukan? Oh, Tuhan. Tolong katakan
ini benar-benar mimpi. Ini sangat tak mungkin! Sangat tak logis! Jika aku harus
memikirkan rumus gaya gravitasi yang terjadi saat bom meledak di kota
Hiroshima. Ehh, itu juga tak mungkin.
“Sedang apa kau di sini om penguntit?”
apa? Aku dibilang penguntit?
“Hey, aku bukan penguntit. Dan lagi
aku masih muda. Aku masih remaja.” Jawabku sedikit kesal sambil membara.
“Huh, terserah apa katamu om
penguntit. Kenapa kau ada di depan rumahku? Aku ingin masuk. Sebaiknya kalau
kau tak punya urusan lebih baik kau pulang saja.” Cih, omongannya di luar
dugaanku. Chinen kecil itu mulai masuk ke rumah. Tunggu, apa aku… apakah ini
masa laluku? Heeee…… tak mungkin!
“Kau masih saja di situ om penguntit?”
tiba-tiba aku mendengar suara yang ternyata datang dari Chinen kecil.
“A… ano… ini… tanggal berapa?” kenapa
aku jadi gugup begini?”
“Hari Senin, tanggal 29 November 1999,
jam 5 sore, tempat—”
“Ok ok, cukup. Terima kasih banyak.”
YANG BENAR SAJA?? INI TAHUN 1999??? TAK MUNGKIN!!!
“Memangnya ada apa?” tanya si Chinen
kecil.
“Hmm, tak apa-apa. Apa aku boleh
tinggal di rumahmu sebentar saja? Aku takkan berbuat macam-macam. Aku janji.”
Jawabku. Tapi, ngomong-ngomong kenapa aku harus tinggal di sini? Yasudahlah tak
apa-apa, daripada aku harus tidur di taman.
“Hmmm…” Hmmm? Kenapa dia hanya
menajawab itu?
“Baiklah. Lagipula tak ada orang di
rumah. Okaa-chan dan otou-san sedang pergi keluar, nee-chan juga sedang bermain
bersama teman-temannya.” Haah, kukira dia bakal menolaknya.
“Arigatou. Oh iya, namamu siapa?”
tanyaku iseng.
“Chinen Yuri desu. Dan kau siapa om
penguntit?” ergghh, kenapa hari ini aku sial sekali. Aku bertemu dengan dua
bocah kecil yang memanggilku dengan sebutan-sebutan yang aneh. Tunggu, dia
menanyakan namaku. Bagaimana ini? Apa aku harus memberitahunya kalau aku ini
sebenarnya dia…?
“A… ano… namaku…” aku berpikir secepat
mungkin. Kepalaku benar-benar seperti kapal pecah. Aku harus cepat memikirkan
nama yang tepat.
“Jerry. Namaku Jerry.” Jerry? Aku
tiba-tiba terpikir nama itu. Itu kartun yang kusenangi. Ya, alias Tom and Jerry.
“Jerry? Nama yang aneh untuk orang
Jepang. Apa kau orang luar negri? Namamu seperti yang ada di kartun Tom and
Jerry.” Ahhh tidak, jangan-jangan ketahuan.
“Ya, terserah kau mau bilang apa.”
Ucapku mengalihkan pembicaraan.
“Baiklah, silahkan masuk.” Ucap si
Chinen kecil. Uwaah, aku jadi bernostalgia. Dulu aku ingat sekali jika aku
pulang dari sekolah okaa-chan pasti menyiapkan makanan favoritku. Dan aku juga
suka minta es krim dan otou-san selalu membelikannya sepulang kerja.
Aku pun berjalan menelusuri
lorong-lorong rumahku. Rumahku dulu masih sangat terkenal khas Jepangnya.
Lantainya terbuat dari kayu. Aku juga ingat aku sering latihan dance dan
akrobatik di ruangan yang tak jauh dari pintu masuk. Biasanya itu ruangan yang
dipakai kami untuk kumpul bersama. Aku juga ingat, dulu aku pernah jatuh dari
atas. Ya, dulu aku berguling-guling di lantai, dan karena terlalu semangat, aku
jatuh dari atas. Hahaha, benar-benar nostalgik.
“Hey, kenapa kau bengong saja om
Jerry? Kemarilah. Aku akan menunjukkan semua mainan yang kupunya.” Mainan? Aku
pun akhirnya terpaksa mengikuti. Lagipula aku sedikit canggung walaupun dulu
ini juga rumahku.
“Ini dia mainanku.” Ujar si Chinen
kecil. Tunggu, ini kan matras. Kenapa ini bisa di bilang mainan?
“Matras?” tanyaku penasaran.
“Ya. Begini caraku main.” Si Chinen
kecil ternyata melakukan atraksi akrobat di atas matras itu. Oh, aku mengerti
sekarang. Aku memang suka bermain di atas matras di bandingkan bermain di luar.
“Aku juga bisa sepertimu.” Aku pun
melakukan juga beberapa atraksi. Ahh, rasanya aku jadi senang entah kenapa. Aku
tak sadar kalau dari tadi si Chinen kecil ini melihatku dengan tampangnya yang
heran itu.
“K… kenapa kau?” tanyaku sedikit
gugup. Dia kemudian menunduk. Heh? Kenapa dia?
“Sa… sasuga!!! Itu hebat sekali om
Jerry!” katanya semangat dan tiba-tiba. (=sasuga: hebat, keren).
“Haha... itu tak seberapa. Kau juga
pasti bisa melakukannya suatu saat.” Jawabku ringan.
“Un… baiklah. Kalau gitu ajarkan aku
beberapa trikmu! Aku ingin berguru padamu om Jerry.” Jawab si Chinen kecil.
“He? Hmm… baiklah kalau begitu.”
Jawabku santai.
Tak terasa kami menghabiskan waktu
semalaman untuk berlatih akrobat. Hebat juga tenaga si Chinen kecil. Dia tetap
bertahan sampai akhirnya dia bisa. Hmmm, ngomong-ngomong aku jadi lapar. Apa di
dapur ada makanan ya?
“Ne, Chinen-chan. Kau tak lapar?”
tanyaku pelan. Aku menunggu jawaban dari si Chinen kecil. Tak ada jawaban
darinya. Setelah kusadari ternyata si Chinen kecil sudah tidur di bawah meja
makan. Astaga. Aku ingat benar dulu aku juga sering tidur di bawah meja makan
sewaktu aku kecil. Hahaha, dan si Chinen kecil memang diriku.
Aku pun mengendong Chinen kecil ke
kamarnya. Wahh aku benar-benar bernostalgia. Ini adalah kamarku yang dulu. Di
sana terpasang jelas foto-foto Ohno Satoshi. Dia adalah idolaku. Dan juga
banyak gambar-gambarku waktu masih kecil. Hahaha, aku sangat ingat kalau aku
benar-benar tak pandai menggambar waktu kecil., tapi aku sangat suka menggambar.
Kutaruh si Chinen kecil di atas
kasurnya dan memasangkan selimut untuknya. Lucu sekali dia. Dia benar-benar
kecapean. Semangat Chinen kecil. Kau pasti bisa menempuh impianmu kelak. Aku
pun mengelilingi kamar tidur si Chinen kecil. Setiap kali aku melihat sekitar
ruangan aku hanya bisa tertawa kecil.
Aku pun keluar dari kamar Chinen kecil
dan mengelilingi rumah. Wahh aku benar-benar ingat sekali aku sering berantem
dengan nee-chan. Nee-chan selalu usil padaku. Aku selalu dibuat nangis olehnya.
Aku pun akhirnya ke dapur karena perutku yang sudah tak sependapat denganku
lagi. Aku pun membuka kulkas dan kaget melihat di dalamnya. Makanan habis!
Astaga bagaimana ini? Aku pun membuka rak yang ada di atas kulkas. Saat aku
lihat di sana juga tak ada apa-apa. Tidak! Bagaimana ini? Aku pun merogoh
kantong celanaku. Ahh, aku masih punya uang. Sebaiknya aku membeli makanan di
luar.
Tak beberapa lama aku pun kembali
setelah membeli mie instant di warung sebelah. Aku sedikit gugup karena
tiba-tiba ibu warung itu seperti mengenalku. Dia berkata kalau aku mirip
tetangganya di sebelah, namun dia masih anak-anak. Aku hanya bisa tertawa kecil
dan membantah walaupun sebenarnya itu adalah kenyataan. Aku pun segera kembali
ke dapur dan merebus mie instant tersebut. Hmm… nikmatnya…
Keesokan harinya…
“Kau akan mengantarkanku ke sekolah
bukan, om Jerry?” tanya Chinen kecil sambil merengek.
“Ya ya ya. Baiklah aku akan
mengantarmu.” Jawabku terpaksa.
“Yeey!!” jawab si Chinen kecil.
Yasudah lah, lagipula aku harus bagaimana lagi? Aku tak tau mengapa aku bisa
tiba-tiba datang ke dunia aneh ini. Ahh, aku jadi ingat benda yang terjatuh di
atas kepalaku. Kemana perginya benda itu? Aku tak pernah melihatnya setelah
itu.
“Kau kenapa, om Jerry?” tanya Chinen
kecil tiba-tiba.
“Ahh, iie. Nandemonai. Yoshha, ayo
kita berangkat.” Jawabku. Chinen kecil pun mengangguk tanda setuju.
Aku pun akhirnya mengantarkannya ke
sekolah. Wahh, sudah lama aku tak melihat sekolah lamaku ini. Gedung-gedung
sekolah, taman di belakang sekolah, aku suka sekali bermain di sana saat bel
istirahat berbunyi.
“Oi, Chinen.” Sapa seseorang di sana.
Aku pun membalikkan badanku dan melihat siapa itu. Ahh ternyata dia lagi.
“Oh, kau bersama kakak tua toh? Tch,
dasar anak kecil. Masih saja mau di antarkan ke sekolah.” Jawab anak itu
mengejek. Chinen kecil ternyata memegang lengan bajuku tanpa sadar.
“Uh… biarkan saja. Lagipula aku ingin
menunjukkan sekolahku pada om Jerry.” Jawab Chinen kecil tegas dengan suaranya
yang seperti dipaksakan.
“Bocah kecil. Oh, jadi namamu
Jerry-san, kakak tua? Aku lebih suka memanggilmu kakak tua.” Cih, sebenarnya
apa mau anak ini. Tiba-tiba si Chinen kecil berlari ke depanku dan berkata…
“Jangan ejek om Jerry! Dia orang
baik!” jawab Chinen tegas. Aku pun kaget mendengar Chinen kecil berkata seperti
itu. Aku benar-benar terharu padamu, Chinen kecil.
“Sudahlah… jangan berantem di sini.
Kalian cepat masuklah ke dalam kelas. Kalau tidak kalian kena hukuman dari
sensei loh.” Ucapku menenangkan situasi. (=sensei: guru).
“Ahh, aku malas untuk belajar hari
ini. Kita pergi bermain saja yuk, bocah kecil.” Ucap Ryoko-chan.
“Hai!!!” jawab Chinen kecil
mengagetkanku.
“Hei, kalian tak takut dimarahi
sensei?” tanyaku heran.
“Ahh, paling juga si sensei tak akan
datang. Dia kan selalu berpura-pura sakit.” Jawab Ryoko-chan tegas.
“Iya! Betul sekali!” jawab Chinen
kecil. Haah, aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalaku. Terserahlah apa mau
kalian.
“Baiklah, kita main petak umpet saja.
Kau yang harus mencari kami, kakak tua. Dan kau bocah kecil, ayo kita
sembunyi.” Ucap Ryoko-chan.
“Tunggu… sebelumnya aku ingin minta
satu hal.” Jawabku.
“Apa itu, om Jerry?” tanya Chinen
kecil.
“Berhentilah memanggilku kakak tua.”
Suasana pun tiba-tiba menjadi hening.
“Ahh, lupakan saja.” Jawabku sebelum
mereka mulai berbicara, apalagi si Ryoko-chan. Dia benar-benar anak yang
cerewet.
“Baiklah, ayo kita mulai gamenya!”
jawab Ryoko-chan.
Kami pun akhirnya bermain. Haah,
kenapa harus aku yang mencari mereka. Mereka kan anak kecil, sangat mudah untuk
bersembunyi. Setelah aku selesai menghitung aku pun mulai mencari mereka. Dan
benar seperti dugaanku. Mereka benar-benar hilang entah kemana. Tiba-tiba aku
mendengar suara dari belakang. Aku pun menoleh siapa yang ada di belakang sana.
Tch… hahaha… sudah kutemukan kau.
15 menit kemudian…
“Ahh sial sekali, aku kena duluan.”
Jawab si Chinen kecil.
“Salah kau sendiri bersembunyi di
tempat yang orang bahkan bisa langsung tau itu adalah kau.” Jawabku.
“Hahaha, kau terlalu bodoh untuk
bersembunyi bocah kecil. Hahaha.” Ujar Ryoko-chan.
“Huh, terserah kau lah cewek ge—.”
“Awas kau!!!” sebelum Chinen kecil
menyelesaikan kalimatnya dia sudah dipukul duluan oleh Ryoko-chan.
“Uhh… ittai!!! Om Jerry!!!” ucap
Chinen kecil sambil menangis.
“Sudahlah… kalian tidak lelah berantem
setiap hari? Kau juga pasti capek bukan berantem dengan nee-chanmu, Chinen
kecil?” eh??? Apa yang barusan kukatakan??! Gawat!!!
“Nee-chan… kau tau darimana aku selalu
berantem dengannya?” tanya Chinen kecil. Oh, tidak. Aku takkan selamat setelah
ini.
“A… ano… itu…” jawabku sedikit gugup.
Lagi-lagi si Chinen kecil menunduk. Baik, kali ini apa lagi??
“SUGOI!!! Kau bisa meramalku, om
Jerry?” lagi-lagi Chinen kecil membuatku kaget. Meramal? Haha, tidak juga. Itu
karena aku tau kalau kau adalah aku hahaha… (=sugoi: keren/hebat)
“Sudahlah lupakan saja. Ahh aku baru
ingat! Hari ini okaa-chan dan otou-san pulang! Aku harus cepat pulang! Ahh iya
om Jerry, kau tak bisa menginap di rumahku lagi karena ada orang tuaku. Hontou
ni gomenasai. Jaa, mata ashita!” aku pun hanya bisa berdiri seperti orang
bodoh, heran meilhat si Chinen kecil meninggalkanku. Jadi… aku harus tinggal
dimana sekarang???
“Kenapa kau masih di sini, kakak tua?”
ahh, aku lupa masih ada Ryoko-chan di sini.
“Hei… berhentilah memanggilku dengan
sebutan itu.”
“Hmm, terserah kau. Ngomong-ngomong
kau belum menjawab pertanyaanku.” Jawab Ryoko-chan.
“Ahh, gomen gomen. Hmm, memangnya ada
apa? Aku bebas melakukan sesuatu sesuka hatiku bukan? Kalau kau masih anak kecil.
Kalau kau di sini sampai malam orang tuamu bisa khawatir.” Jawabku pelan.
“Hmm, baiklah.”
“Ahh iya, kau gadis yang manis juga ya
Ryoko-chan. Kau akan terlihat manis lagi jika menggunakan pita di rambutmu.”
“Pita ya?” jawab Ryoko-chan sambil
merogoh sesuatu di kantong bajunya. Ia oun mengeluarkan sebuah benda. Itu
adalah sebuah pita yang lucu. Dan ia pun memakainya. Wahh, dia jadi manis.
“Ahh, tunggu sebentar.” Aku pun
mendekatinya perlahan.
“A… apa maumu?” jawab Ryoko-chan
malu-malu. Aku pun mengambil barang yang jatuh dari kantong baju Ryoko-chan.
“Ini dia… kau menjatuhkannya.” Jawabku
pelan.
Tiba-tiba aku merasakan hal yang aneh
terjadi pada diriku. Aku pun melihat apa yang terjadi. Tubuhku melayang! Ahh,
apa ini? Aku mau kemana lagi? Ahh tidak…
Saat aku sadar aku sudah berada di
dalam kamarku lagi. Di luar sana hari sudah siang dan aku pun segera melihat
jam di dinding kamarku. Sudah terlambat! Aku harus berangkat ke sekolah! Aku
pun bergegas dan langsung menuju sekolah.
Aku pun akhirnya sampai di sekolah
dengan selamat. Syukurlah, aku tak terlambat. Aku pun menuju kelasku dengan
segera. Lorong demi lorong sekolah kulewati, lalu aku harus naik tangga untuk
sampai ke kelasku. Ya, kelasku berada di deretan gedung atas.
“Ohayou gozai—” aku pun tak sempat
menyelesaikan salamku, tiba-tiba aku terkejut melihat isi kelas.
“Otanjoubi omedetou, Chinen!” seru
anak-anak di kelas. Ya ampun, aku lupa kalau hari ini aku ultah!
“A… arigatou minna.” Jawabku sambil
terharu. Aku tak menyangka mereka saja mengingat ultahku, bagaimana bisa aku
lupa sendiri dengan ultahku?
“Ne Chinen, jangan lupa traktiran di
kantin.” Ucap Yuto yang menghampiriku.
“Haha, baiklah kalau begitu.”
Tiba-tiba keadaan kelas menjadi ribut. Ternyata ada sensei yang datang.
“Ohayou gozaimasu.” Salam kami pada
sensei.
“Ohayou gozaimasu. Ahh, baiklah aku
ingin menunjukkan sesuatu pada kalian.” Ucap sensei tiba-tiba. Kelas pun
menjadi riuh. Masing-masing berbisik sendiri.
“Jaa, hari ini kita kedatangan teman
baru. Jaa, silahkan perkenalkan dirimu Morinomiya-san.” Ucap sensei.
“Ohayou gozaimasu. Morinomiya Ryoko
desu. Yoroshiku onegai shimasu.” Aku… tak bermimpi bukan? Dia… dia… si
Ryoko-chan!
“Baiklah Morinomiya-san. Kau bisa
duduk di samping Chinen-kun di belakang sana.” Kulihat Ryoko-chan mengangguk.
Tunggu, dia akan duduk di sampingku? Tidak mungkin!
Setelah beberapa saat kelas menjadi
normal seperti biasa. Aku pun masih diam. Aku takut untuk menengok ke arah
Ryoko-chan. Ahh, apakah dia tau kalau sebenarnya om Jerry itu aku? Ahh
tidak-tidak. Tidak mungkin. Ahh, apa yang terjadi setelah aku menyerahkan pita
itu pada Ryoko-chan?
Akhirnya selama pelajaran berlangsung
aku tak bisa konsen. Aku jadi kepikiran tentang apa yang kualami kemarin. Jika
dipikir-pikir, itu sangatlah pemikiran yang tidak logis. Ahh…… kepalaku terasa
seperti lari mengelilingi Tokyo Dome seratus kali dengan kekuatan super cepat
seperti menggunakan roket.
“Sumimasen.” Hiks, aku tak salah
mendengar bukan? Barusan saja aku mendengar suara seseorang di sebelahku. Aku
pun memberanika diri untuk melihat siapa di sana.
“Ahh… hei…” jawabku gugup.
“Ohisashiburi desu ne, bocah kecil.”
Aku pun langsung membuka mataku lebar-lebar. Aku tak percaya dia masih ingat
saja dengan sebutan itu. (=ohisashiburi: lama tak berjumpa).
“Berhentilah memanggilku dengan
sebutan itu, Ryoko-chan.” Jawabku tiba-tiba. Ehh??! Tidak! Aku terlanjur
ngomong!
“Ryo… ko… chan???” baiklah, aku dalam
keadaan bahaya sekarang.
“Ahh, iie. Nandemonai. Jaa, aku ingin
menemui Yuto sebentar.” Aku belum sempat bisa melarikan diri tiba-tiba
Ryoko-chan sudah memegang tanganku. (=iie, nandemonai: tidak, tidak apa-apa).
“Apa kau…” ahh, firasatku sudah
semakin buruk. Aku bisa mati sekarang.
“Jangan-jangan kau terkena virus si om
Jerry lagi???” tanya Ryoko-chan penasaran. Aku hanya bisa tertawa kecil lega.
“Hahaha, terserah apa katamu.” Aku pun
meninggalkan Ryoko-chan dan menuju Yuto.
“Ne, Chinen-kun!” teriak Ryoko-chan.
“Nani yo?” jawabku. (=nani yo: ada
apa?). Tanpa berkata apa-apa Ryoko-chan langsung menarik tanganku dan berbisik.
“Kau… om Jerry bukan?” tanya
Ryoko-chan. Aku pun langsung tak bisa berkata apa-apa.
“A… apa maksudmu?” tanyaku penasaran.
“Kau… memakai pita yang dulu pernah di
bawa kabur oleh om Jerry.” Aku pun langsung kaget. Aku pun melihat ke bawah.
Dan aku menemukan apa yang dikatakan Ryoko-chan. Haduuh, aku harus bagaimana
ini?
“Hei, kenapa kau diam saja?” tanya
Ryoko-chan penasaran.
“Ahh, ini…”
“Sudahlah kau tak perlu berbohong lagi
kalau itu adalah kau. Karena aku ingat sekali mukamu seperti apa. Aku tak
menyangka bahwa itu adalah kau. Hahaha.” Tunggu… mengapa ia tertawa?
“Jadi… aku sudah ketahuan ya?” jawabku
pelan.
“Apa katamu?”
“Iie, nandemonai.” Aku pun kembali ke
tempat dudukku.
“Dasar cowok cantik.” Kataku sambil
berjalan.
“Dasar kakak tua.” Jawabnya.
*~*~*~*~*~*
“Ini dia… kau menjatuhkannya.” Jawabku
pelan.
“Huh…kembalikan kataku.” pinta
Ryoko-chan.
“Takkan kukembalikan. Dasar cowok
cantik.”
“Huh…”
Tiba-tiba aku merasakan hal yang aneh
terjadi pada diriku. Aku pun melihat apa yang terjadi. Tubuhku melayang! Ahh,
apa ini? Aku mau kemana lagi? Ahh tidak…
Saat aku sadar aku sudah berada di
dalam kamarku lagi. Di luar sana hari sudah siang dan aku pun segera melihat
jam di dinding kamarku. Sudah terlambat! Aku harus berangkat ke sekolah! Aku
pun bergegas dan langsung menuju sekolah.
==============================
©「中島光」~2012Kata dan pesan dari Penulis : Mungkin ini fanfic yang dikejar waktu juga, makanya endingnya rada aneh. Aslinya ini buat iseng doang, biasanyanya sih setiap member HSJ yang ultah kubuatin ff dan biasanya multichapter. Jadi baru kali ini bikin yang oneshot XD tapi tak apalah, tak ada salahnya mencoba? Jaa, ganbarimasu. Nakajima Hikari desu, yoroshiku onegai shimasu~ :D
No comments:
Post a Comment