SUKE’s
POV
Pernah. Entah siapa. Entah kapan. Seseorang
berkata, ‘berdo’a lah! Berharap lah! Maka semua akan baik-baik saja’. Hmph!
Terasa lucu sekarang, jika teringat bahwa dulu aku mempercayai itu. Meski aku
berdo’a, meski aku berharap, do’a dan harapan ku hanya dipermainkan langit dan
kembali menjadi udara kosong. Tak terjawab, tak hidup.
Tak punya ayah, tak cukup membuat Tuhan
puas dengan kami. Wanita yang kami panggil ibu juga tak peduli dan memilih
mati. Sudah cukup?. Ku kira belum. Tuhan masih suka bermain dengan kami.
Ryo tak keberatan terluka untuk ku. Di
selalu datang ketika mereka (semua orang selain kami) menyakiti ku. Dia tidak
menangis. Dia bersama ku. Kami bisa meladeni Tuhan bermain kehidupan.
Selalu. Butuh dua untuk menjadi ‘kami’.
Tapi sekarang hanya ada aku dan dia. Tak ada kami.
“Ryo kamu akan pergi?”
“uh-huh! Club! Jangan keluar oke?
Suke?” dia berjalan santai dengan pakaian
berantakan nya. Mengacak rambut ku dengan ekspresi nya yang datar
Sejak kapan?. Sejak kapan menjadi seperti
ini?. Kapan aku menjadi aku dan dia menjadi dia?. Dulu kami sama. Kami.
Dia adalah cahaya yang menyilaukan. Aku adalah
bayangan yang bersama nya. Kenapa bukan aku?. Itu bohong, jika aku tak pernah
berharap seperti itu. Itu membuat layar pemisah diantara kami. Layar
transparent yang tak bisa ku tembus meskipun aku berusaha.
“ jangan pergi!—“ entah apa yang aku
lakukan.
Tangan ku sudah memegang lengan jaket nya.
Menahan langkah nya.
“huh? Apa maksud mu?”
“jangan pergi! Ayo kita main saja?
Ada festival di kuil belakang! Yah?pergi bersama ku.”
“huuuuuuh? Kau aneh! Oh, ayolah!
Tidak aka nada yang bisa melukai mu jika kau tidak keluar! Jangan takut!” dia menarik jaket
nya dari tangan ku.
“jangan pergi!” apa yang aku
lakukan? Aku kenapa?.
“tsk! Aku tidak selamanya akan
bersama mu kau tau?”
Kepala ku kosong. Aku hanya berdiri melihat
punggung yang serupa dengan ku melangkah keluar, menghilang ditenggelamkan
pintu.
Jangan pergi.
Jangan tinggalkan aku.
Bersama ku saja.
Dia akan meninggalkan ku.
Ternyata Tuhan hanya ingin bermain dengan
aku. Karna tak ada lagi kami.
—
SUKE’s POV
Ada waktu ketika kami akan mengerti satu
sama lain hanya dengan bergandengan tangan tanpa kata-kata. Tapi itu tak bisa
lagi kami lakukan. Berubah. Semua berubah.
“wow suke! Kau bersemangat hari ini
huh? Langsung ke martini sekalinya masuk huh?” semua laki-laki ini adalah ‘teman’
ku. Hmph, yah teman ku. Mereka menolong ku sekali dari berandal yang lain. Jadi
mereka teman ku.
“menjadi sexy dari awal huh?” tapi pertolongan
mereka tak gratis. Ternyata. Tangan besar kasar menyentuh kulit ku mengikuti
lekuk-lekuk wajah ku. Tak apa, mereka memberi ku botol-botol berisi ramuan
memabukan ini jika ku ijinkan mereka menyentuh ku.
Tak apa. Jika ku minum terus cairan yang
membakar tenggorokan ku ini, kepala ku akan terasa ringan. Jika ku minum cairan
ringan ini, mungkin bisa memenuhi dada ku yang kosong. Yah, ada yang kosong
disana. Tempat kosong untuk sesuatu yang tak pernah bisa kudapatkan. Ayo,
menghilang. Dunia. Hidup. Menghilanglah.
“Suke!—“
Jantung ku seperti akan keluar dari
kerongkongan ku, ketika ku lihat dia dengan nafas terengah-engah menerobos
orang orang yang sibuk dengan kepala mabuk mereka.
Jangan beri aku ekspresi itu. Jangan
melihat ku dengan pandangan jijik seperti itu. Pergi saja dengan dunia mu.
Biarkan tuhan bermain dengan ku.
“O? Ryo. Selamat datang”. Martini ini sudah
masuk ke kepala ku. Menghancurkan beberapa logika ku. Bagus. Lihat aku masih
bisa tersenyum pada wajah kaget mu itu Ryo.
Yah, Selamat datang.
—
SUKE’s POV
Langit kekuningan yang temaram. Telah siap
menyambut pagi. Luas. Langit di depan ku terlihat luas. Entah apa yang ku
lakukan. Apa yang dia lakukan. Seluruh tubuh ku sakit. Entah bagaimana ku
dapatkan luka-luka di tubuh ku ini. Entah bagaimana kami berakhir di tempat
ini. Aku tak cukup peduli untuk mengingat nya.
Di depan ku, dengan mata yang masih merah,
Suke berdiri menatap langit di depan nya. Tubuh dan wajah nya juga penuh luka.
Ah, kenapa?.
“Suke, luka mu!—“
“jangan mendekat!” dia menggumam.
Rambut nya kusut dipermainkan angin. “kau
tau Ryo, Tuhan benar-benaaaar suka bermain dengan kita ___ ah,tidak! Dengan
ku!”
“ kau ini bicara apa? Kau terluka,
ayo kita pulang!” aku tidak mengerti
apa yang dia bicarakan.
“huh? Apa yang kau lakukan Suke?” dia mundur mendekati
ujung dari atap gedung.
“tidak apa-apa Ryo. Luka-luka ini dari
‘teman-teman’ ku! Mereka bahakan berbaik hati mengantar kita kea tap ini” dia tersenyum. Senyum dingin yang
menyeramkan.
“Suke! Diam! Dengar, jangan jauh
dariku lagi ya? Ayo kita pulang!” bagaimana bisa
begini. Para brandal itu pasti sudah memaksa Suke meminum sesuatu yang aneh.
“hmpft! Jangan jauh dari mu? Kau tak
akan selalu bersama ku~~, kau ingat? Jadi aku mencari teman ku sendiri.” Kata nya setengah
tertawa.
“Su—“
“ne~ Ryo, kau tau? Seharusnya kata
ini satu. Tuhan membagi nya supaya tuhan bisa bermain dengan nya. Tubuh, darah,
wajah. Semua sama.____tapi kenapa hati kita berbeda?! Di sini, bagian ku yang
di sini kosong! Seperti apa pun aku mencari nya mencoba mengisi nya tetap saja tak
bisa terisi! Kau tau Ryo, ternyata memang seharusnya hanya ada satu yang
terlahir. Satu sendiri…”
Oksigen seperti sulit kudapatkan, aku sulit
bernafas. Suara ku sulit keluar. Aku harus bagaimana? Suke memejamkan mata nya
yang kering memegangi dada nya.
“Ryo, aku sudah lelah bermain dengan
Tuhan, mungkin aku sudah gila—“
“Suke dengar! __ maafkan aku,
mungkin aku tak menyadari bagaimana dunia mu, tapi__ kau bisa berbagi dengan
ku!”
“dunia ku hmm~~?” dia menggumam,
melangkah melewati pagar pembatas tepian gedung.
“Suke apa yang kau lakukan? Apa kau
sudah gila?!”
“hmmm. Berbagi dunia ku huh?
Ide bagus~” dia berbali kearah
ku. Memunggungi langit yang sudah mulai terang.
“kalau begitu akan ku bagi kau
duniaku” kata nya tersenyum
pada ku, sebelum menengadah menantang langit merentangkan kedua tangan nya.”Game
Over—“
Sudut mata ku melihat nya. Melihat dia yang
melayang, menjatuhkan tubuh nya bersama angin. Menghilang digantikan cahaya
matahari terbit yang lolos dari gedung sebrang, tajam menyulaukan.
“SUKEEEE—“
Tak boleh menutup mata, tak boleh terpejam.
Itu akan kembali. Itu akan kembali. Mimpi itu. Iya, itu hanya mimpi. Hanya
mimpi. Mimpi.
Aku tak punya hati, jadi aku tak bisa
merasa sakit
Aku tak punya hati, jadi aku tak bisa
merasa sedih
Ayo, tertawa saja, tertawa saja. Tertawa!
Kumohon…..berhenti menangis—
Mengerti arti menjadi sendiri…
Seandainya hidup ini hanya mimpi
—————————The End
Happy B’day Yama-chan!! hope you’ll get ton
of Ichigos theereee~
No comments:
Post a Comment