NOTE: Reader, before you browsing to reading please make sure you read fanfiction in here according to your age. If you not yet 17 yo, we suggest you to read fanfiction with rating G, PG-13, PG-15. Rating NC-17 and NC-21 just for addult. Please follow this rule shake your self!

Thursday, May 2, 2013

[Series] Dear God Of RUTHLESSNESS (2/2) by Anis Ki



SUKE’s POV
Pernah. Entah siapa. Entah kapan. Seseorang berkata, ‘berdo’a lah! Berharap lah! Maka semua akan baik-baik saja’. Hmph! Terasa lucu sekarang, jika teringat bahwa dulu aku mempercayai itu. Meski aku berdo’a, meski aku berharap, do’a dan harapan ku hanya dipermainkan langit dan kembali menjadi udara kosong. Tak terjawab, tak hidup.
Tak punya ayah, tak cukup membuat Tuhan puas dengan kami. Wanita yang kami panggil ibu juga tak peduli dan memilih mati. Sudah cukup?. Ku kira belum. Tuhan masih suka bermain dengan kami.
Ryo tak keberatan terluka untuk ku. Di selalu datang ketika mereka (semua orang selain kami) menyakiti ku. Dia tidak menangis. Dia bersama ku. Kami bisa meladeni Tuhan bermain kehidupan.
Selalu. Butuh dua untuk menjadi ‘kami’. Tapi sekarang hanya ada aku dan dia. Tak ada kami.
“Ryo kamu akan pergi?”
“uh-huh! Club! Jangan keluar oke? Suke?” dia berjalan santai dengan pakaian berantakan nya. Mengacak rambut ku dengan ekspresi nya yang datar
Sejak kapan?. Sejak kapan menjadi seperti ini?. Kapan aku menjadi aku dan dia menjadi dia?. Dulu kami sama. Kami.
Dia adalah cahaya yang menyilaukan. Aku adalah bayangan yang bersama nya. Kenapa bukan aku?. Itu bohong, jika aku tak pernah berharap seperti itu. Itu membuat layar pemisah diantara kami. Layar transparent yang tak bisa ku tembus meskipun aku berusaha.
“ jangan pergi!—“ entah apa yang aku lakukan.
Tangan ku sudah memegang lengan jaket nya. Menahan langkah nya.
“huh? Apa maksud mu?”
“jangan pergi! Ayo kita main saja? Ada festival di kuil belakang! Yah?pergi bersama ku.”
“huuuuuuh? Kau aneh! Oh, ayolah! Tidak aka nada yang bisa melukai mu jika kau tidak keluar! Jangan takut!” dia menarik jaket nya dari tangan ku.
“jangan pergi!” apa yang aku lakukan? Aku kenapa?.
“tsk! Aku tidak selamanya akan bersama mu kau tau?”
Kepala ku kosong. Aku hanya berdiri melihat punggung yang serupa dengan ku melangkah keluar, menghilang ditenggelamkan pintu.
Jangan pergi.
Jangan tinggalkan aku.
Bersama ku saja.
Dia akan meninggalkan ku.
Ternyata Tuhan hanya ingin bermain dengan aku. Karna tak ada lagi kami.
SUKE’s POV
Ada waktu ketika kami akan mengerti satu sama lain hanya dengan bergandengan tangan tanpa kata-kata. Tapi itu tak bisa lagi kami lakukan. Berubah. Semua berubah.
“wow suke! Kau bersemangat hari ini huh? Langsung ke martini sekalinya masuk huh?” semua laki-laki ini adalah ‘teman’ ku. Hmph, yah teman ku. Mereka menolong ku sekali dari berandal yang lain. Jadi mereka teman ku.
“menjadi sexy dari awal huh?” tapi pertolongan mereka tak gratis. Ternyata. Tangan besar kasar menyentuh kulit ku mengikuti lekuk-lekuk wajah ku. Tak apa, mereka memberi ku botol-botol berisi ramuan memabukan ini jika ku ijinkan mereka menyentuh ku.
Tak apa. Jika ku minum terus cairan yang membakar tenggorokan ku ini, kepala ku akan terasa ringan. Jika ku minum cairan ringan ini, mungkin bisa memenuhi dada ku yang kosong. Yah, ada yang kosong disana. Tempat kosong untuk sesuatu yang tak pernah bisa kudapatkan. Ayo, menghilang. Dunia. Hidup. Menghilanglah.
“Suke!—“
Jantung ku seperti akan keluar dari kerongkongan ku, ketika ku lihat dia dengan nafas terengah-engah menerobos orang orang yang sibuk dengan kepala mabuk mereka.
Jangan beri aku ekspresi itu. Jangan melihat ku dengan pandangan jijik seperti itu. Pergi saja dengan dunia mu. Biarkan tuhan bermain dengan ku.
“O? Ryo. Selamat datang”. Martini ini sudah masuk ke kepala ku. Menghancurkan beberapa logika ku. Bagus. Lihat aku masih bisa tersenyum pada wajah kaget mu itu Ryo.
Yah, Selamat datang.
SUKE’s POV
Langit kekuningan yang temaram. Telah siap menyambut pagi. Luas. Langit di depan ku terlihat luas. Entah apa yang ku lakukan. Apa yang dia lakukan. Seluruh tubuh ku sakit. Entah bagaimana ku dapatkan luka-luka di tubuh ku ini. Entah bagaimana kami berakhir di tempat ini. Aku tak cukup peduli untuk mengingat nya.
Di depan ku, dengan mata yang masih merah, Suke berdiri menatap langit di depan nya. Tubuh dan wajah nya juga penuh luka. Ah, kenapa?.
“Suke, luka mu!—“
“jangan mendekat!” dia menggumam. Rambut nya kusut dipermainkan angin. “kau tau Ryo, Tuhan benar-benaaaar suka bermain dengan kita ___ ah,tidak! Dengan ku!”
“ kau ini bicara apa? Kau terluka, ayo kita pulang!” aku tidak mengerti apa yang dia bicarakan.
“huh? Apa yang kau lakukan Suke?” dia mundur mendekati ujung dari atap gedung.
tidak apa-apa Ryo. Luka-luka ini dari ‘teman-teman’ ku! Mereka bahakan berbaik hati mengantar  kita kea tap ini” dia tersenyum. Senyum dingin yang menyeramkan.
“Suke! Diam! Dengar, jangan jauh dariku lagi ya? Ayo kita pulang!” bagaimana bisa begini. Para brandal itu pasti sudah memaksa Suke meminum sesuatu yang aneh.
“hmpft! Jangan jauh dari mu? Kau tak akan selalu bersama ku~~, kau ingat? Jadi aku mencari teman ku sendiri.” Kata nya setengah tertawa.
“Su—“
“ne~ Ryo, kau tau? Seharusnya kata ini satu. Tuhan membagi nya supaya tuhan bisa bermain dengan nya. Tubuh, darah, wajah. Semua sama.____tapi kenapa hati kita berbeda?! Di sini, bagian ku yang di sini kosong! Seperti apa pun aku mencari nya mencoba mengisi nya tetap saja tak bisa terisi! Kau tau Ryo, ternyata memang seharusnya hanya ada satu yang terlahir. Satu sendiri…”
Oksigen seperti sulit kudapatkan, aku sulit bernafas. Suara ku sulit keluar. Aku harus bagaimana? Suke memejamkan mata nya yang kering memegangi dada nya.
“Ryo, aku sudah lelah bermain dengan Tuhan, mungkin aku sudah gila—“
“Suke dengar! __ maafkan aku, mungkin aku tak menyadari bagaimana dunia mu, tapi__ kau bisa berbagi dengan ku!”
“dunia ku hmm~~?” dia menggumam, melangkah melewati pagar pembatas tepian gedung.
“Suke apa yang kau lakukan? Apa kau sudah gila?!”
“hmmm. Berbagi dunia ku huh? Ide  bagus~” dia berbali kearah ku. Memunggungi langit yang sudah mulai terang.
“kalau begitu akan ku bagi kau duniaku” kata nya tersenyum pada ku, sebelum menengadah menantang langit merentangkan kedua tangan nya.”Game Over—“
Sudut mata ku melihat nya. Melihat dia yang melayang, menjatuhkan tubuh nya bersama angin. Menghilang digantikan cahaya matahari terbit yang lolos dari gedung sebrang, tajam menyulaukan.

“SUKEEEE—“
Tak boleh menutup mata, tak boleh terpejam. Itu akan kembali. Itu akan kembali. Mimpi itu. Iya, itu hanya mimpi. Hanya mimpi. Mimpi.
Aku tak punya hati, jadi aku tak bisa merasa sakit
Aku tak punya hati, jadi aku tak bisa merasa sedih
Ayo, tertawa saja, tertawa saja. Tertawa!
Kumohon…..berhenti menangis—

Mengerti arti menjadi sendiri…
Seandainya hidup ini hanya mimpi


—————————The End

Happy B’day Yama-chan!! hope you’ll get ton of Ichigos theereee~




No comments:

Post a Comment