NOTE: Reader, before you browsing to reading please make sure you read fanfiction in here according to your age. If you not yet 17 yo, we suggest you to read fanfiction with rating G, PG-13, PG-15. Rating NC-17 and NC-21 just for addult. Please follow this rule shake your self!

Thursday, May 2, 2013

[Oneshot] BETWEEN



Title             : BETWEEN
Cast             : Ryosuke Yamada as Yamada Ryosuke
                   Yuto Nakajima  as Nakajima Yuto
                   Haruna as (OC)
                   Rin as (OC)
Genre           : romance, angst
Rating          : PG-15
Length         : oneshot
Language      : Indonesian
Author         : FHA
-      FB Link : https://www.facebook.com/tiffaniwitharza
-      Twitter : @fhanee_La
-      Ichiban  : Inoo Kei
-      Reason join this project : Saya suka menulis, saya suka fanfiction, dan yang lebih penting saya suka HEY SAY JUMP

Disclaimer     : HEY SAY JUMP it’s not mine, I just own this story
Summary     : Yamada Ryosuke adalah seorang siswa SMA yang sudah memiliki kekasih bernama Haruna. Sayangnya, diam-diam ia menjalin hubungan lain dengan teman di sekolahnya, Rin. Mereka sudah cukup lama menjalin kisah. Meski begitu, ia tetap saja merasa gamang karena telah menduakan cinta kekasihnya. Dan semua masalah itu ia ceritakan pada Nakajima Yuto, selaku sahabat baik. Yuto pun menyarankan agar Ryosuke segera mengambil keputusan. Ryosuke tahu, ini adalah hal yang sulit dilakukan, tapi bagaimana pun juga ia harus segera memutuskan perasaanya. Karena pilihannya hanya satu, menyakiti salah seorang sekarang, atau justru nantinya akan menyakiti keduanya.

A/N                      : Saya sangat tertarik dengan lomba ini. Jujur aja, saya gak terlalu mengharapkan hadiahnya, tapi saya cuma ingin semua orang membaca tulisan saya. Oh ya, blog saya juga masih sepi, soalnya buru-buru dibuat cuma untuk lomba ini. Maklum, saya bukan manusia blog. At least, enjoy my fanfic ^^



***




Hari semakin dingin. Aku memacu langkahku agar lebih cepat. Ada seseorang yang sedang menungguku di tengah turunnya salju ini. aku memang harus bergegas, tapi entah mengapa kakiku terasa membeku sehingga semakin lama semakin melambat.
Dia masih menungguku …

Ku hembuskan napasku kuat – kuat. Sosok yang menungguku sedari tadi masih berdiri setia di tempat pertemuan kami. Aku kembali berlari untuk meminimalisir keterlambatanku.

Suara dari gesekan sepatuku dengan tanah yng berlapis salju menarik perhatiannya. Ia tahu orang yang sedang tergesa – gesa itu aku. Bisa kulihat, ia tersenyum ke arah ku dan berjalan menghampiri.

“Maaf …”

Senyumnya masih mengenbang. Ia menepuk –nepuk pundakku yang tertunduk untuk mengabil napas.

“Kau boleh marah padaku”.

“Bukannya kau sudah bilang kau akan terlambat? Jadi, untuk apa aku marah?”

Ahh…untuk yang satu ini dia memang yang paling mengerti aku. Kedewasaannya meluluhkan segala rasa bersalahku.

“Arigatou”.

“Daijobu. Jaa, ikemasho”.

Dan kami pun berjalan berdua dibawah salju yang berjatuhan. Dingin? Kurasa tidak. Dengan adanya dia disampingku, aku merasa justru sangat hangat.

Aku cukup kaget saat ia menyentuh tanganku. Ternyata realitas memang mangallahkan perasaan. Tangannya benar–benar dingin dan itulah yang membuatku sangat kaget.

Kuputuskan untuk menggenggam tangannya dan memasukkannya di saku bajuku.

Kulihat ada rona erah menjalari pipinya dan aku tak dapat menahan senyum.

“Yama–chan, tidak lelah ?”

Yama–chan ? Ah, aku selalu suka dengan caranya menyebut namaku.

“Kalau Yama-chan lelah, kita bisa berhenti”

Aku merasa ada yang aneh dengan kata–katanya. Entah itu makna denotatif atau konotatif.

“Tidak. Aku tidak lelah”

Senyumnya semakin mengembang. Kurasakan genggamannya semakin erat. Malam ini akan menjadi malam yang panjang.


ooOoo


“ Siapa suruh punya pacar dua?”.

Aku melirik sebal ke arah Yuto. Sedari tadi dia sibuk dengan tabletnya. Kupikir dia tidak memperhatikan cerita tentang kencanku dengan Haruna dan Rin kemarin. Ternyata hanya mata dan jarinya saja yang fokus pada Angry Bird itu, sementara telinga orang ini justru terpusat pada kata-kataku.

Tapi, kuakui kata-katanya…

Aku memang sedang mendua…

“ Untungnya Haruna itu lugu dan Rin sangat sabar” lanjut Yuto. “ Kau beruntung sekali, Yamada”.

Sekali lagi, kulirikkan kekesalanku padanya. Cih, orang ini suka bicara sembarangan saja. Asal dia tahu, selingkuh itu menyebalkan!

Bukannya aku pria brengsek. Aku pernah berjanji pada diriku sendiri utnuk tidak mencoba-coba yang namanya selingkuh. Janji ini terucap saat aku menyatakan cintaku pada Haruna.

Ya, Haruna adalah gadis pertama yang membuatku jatuh cinta. Dia gadis yang bawel, cengeng, dan kekanak-kanakan. Dari semua kekurangan yang ia miliki, justru itulah yang membuatku menyukainya. Sehari saja saja tak mendengar celotehannya, maka aku bisa uring-uringan pada hari itu. Sementara Rin, dia adalah sahabatku dari SMP. Sejujurnya ia gadis yang memiliki segala kelebihan. Dia cantik, pintar, dan dewasa. Dibandingkan dengan Haruna, semua laki-laki pasti langsung memilih Rin.

Masalahnya sekarang adalah Haruna menyukaiku, aku menyukai Haruna, tapi Rin juga menyukaiku. Ini tidak akan jadi dilema apabila Rin tidak menyatakan cintanya padaku ketika hujan turun di bulan April lalu. Dia memintaku untuk jadi kekasihnya.
Aku? Tentu saja aku menolak, karena saat ini aku sudah bersama Haruna. Selain itu, aku juga tidak memiliki perasaan yang istimewa padanya. Sayangnya, keteguhanku ternyata luluh seketika tatkala hujan yang turun tak mampu menutupi air matanya.
‘ hanya kau yang bisa mengerti aku, Yama-chan. Kumohon untuk sekali ini saja, aku ingin memilikimu’.

Setelah itu ia memelukku, seraya berkata ‘ aku tahu ini berat bagimu, tapi aku bisa bersabar. Tak masalah jika kau hanya menganggapku sebagai yang kedua’.

Disitulah kegamanganku. Aku tak mau mengkhianati Haruna, tapi di sisi lain aku akan melukai Rin jika aku menolaknya. Namun, dekapannya semakin erat. Seolah tak mau melepaskanku. Pikiranku sangat kalut kala itu. Hingga akhirnya kata ‘ya’ meluncur bebas dari bibirku.

Segala kerepotan pun mucul setelah itu. Aku dan Rin harus bisa menyembunyikan hubungan ini dari siapa pun, terutama Haruna. Kami tak pernah menunjukkan bahwa ada hubungan spesial pada siapapun (masalah Yuto akan kujelaskan nanti). Bahkan aku jarang menelpon, mengiriminya sms atau email. Kami selalu berhubungan lewat media chatting, karena dengan begitu jejak-jejak hubungan kami tidak terendus oleh siapapun. Itu pun kulakukan setelah aku mengucapkan ‘selamat tidur’ pada Haruna dan biasanya sudah menginjak tengah malam. Selain itu, hal yang wajib kulakukan adalah membagi jadwal untuk kencan. Rin selalu kebagian waktu malam, karena dari pagi hingga sore aku bersama Haruna. Itu juga kulakukan agar tak ada yang melihat kami.

Makanya terkadang aku sering terlambat ketika datang kencan atau sudah ketiduran ketika kami sedang chatting. Untungnya yang dikatakan Yuto itu benar, Rin benar-benar sabar. Ia sangat tahu posisinya sebagai wanita nomor dua. Sebenarnya aku tak tega melihatnya selalu terabaikan olehku, tapi mau bagaimana lagi keadaan sangat menjepitku.

Aku menghela napas panjang. Susahnya punya pacar lebih….

“ Jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang?”, suara Yuto membuyarkan semua lalu lintas otakku. Kulihat dia sudah menyingkirkan tablet itu dan berbicara sambil menatapku. “ Kau tidak mungkin selamanya bersembunyi’kan? Sehebat-hebatnya dirimu menyembunyikan semua ini, suatu saat Haruna atau orang lain selain aku juga akan tahu”.

“ Sejujurnya aku juga lelah, tapi aku juga bingung. Aku bisa menyakiti salah satu dari mereka atau mungkin justru keduanya bila aku mengambil keputusan. Jadi, kupikir lebih baik terus seperti ini. Aku tahu ini beresiko, tapi sekali lagi kutekankan aku benar-benar bingung”.

Yuto membisu. Wajahnya tengadah pada langit yang biru di atas sana. Kemudian kembali menatapku. “ Hey, bukankah kau harus bertemu Haruna sekarang?”.

Ah, benar juga. Aku ada janji bertemu dengannya. Ogah-ogahan aku bangkit posisi berbaringku. Kukenakan blazer yang sedari tadi menjadi bantal tidurku. Tanpa banyak bicara, kutinggalkan Yuto yang kembali menatap langit.

Aku menghampiri seorang gadis yang sedang menikmati Pocky di halaman sekolah. Ia menyambutku dengan wajah yang masam. Ada apa dengannya? Apa dia sedang merajuk gara-gara aku telat sesaat. Masalahnya dia mematahkan Pocky itu dengan cara yang kasar.

“ Ahh, maaf ya. Kau tidak salah kok, Ryo-chan. Aku memang sedang kesal, tapi bukan padamu”, ujar Haruna seraya menarik lagi batang Pocky dan memasukkannya ke mulut. “ Kau tahu, aku sedang kesal dengan namanya Okamoto Keito itu. Tega-teganya dia menduakan temanku. Padahal mereka sudah cukup lama berpacaran. Parahnya lagi, selingkuhannya itu juga temannya temanku. Urrrrghhh….”.

Deg, jantungku berdegup kencang. Kulihat ekspresi Haruna, gadis itu terlihat sangat marah. Andai dia tahu kalau aku juga….

“ Untung saja si Okamoto itu beda sekolah dengan kita. Kalau tidak….”, traak, Haruna mematahkan batang Pocky itu, kemudian meremasnya menjadi serpihan-serpihan halus. Sekali lagi jantungku berdebar lebih cepat. Lalu ia menatapku dengan tatapan yang mengerikan. “Hey, Ryo-chan. Kalau kau sampai selingkuh juga, akan kuremukkan kau seperti ini”.

Aku menelan ludahku. Gila, betapa mengerikannya Haruna bila dia sampai tahu apa saja yang sudah kulakukan selama ini. Aku mengehela napas. Kulirik lagi wajahnya, masih terlihat nada mengancam  di sana. Tiba-tiba saja tawa gadis itu pecah.

“ Aku hanya bercanda kok, Ryo-chan”, ujarnya di sela tawa yang berderai. “Aku tahu kok, Ryo-chan tidak akan melakukan hal itu. Aku percaya padamu”.

Kutarik napas dalam-dalam. Maafkan aku, Haruna…

“ Tapi Ryo-chan juga jangan sampai melakukan hal itu ya”, Haruna menyandarkan kepalanya di bahuku. Senyum lembutnya mengembang. “Kalau sampai kau selingkuh, aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan. Aku akan sangat sedih”.

Tampaknya aku lebih tenang kalau Haruna meremukkanku seperti tadi, dari pada melihatnya bersedih ia tahu kalau aku telah menduakannya. Yang seperti inilah membuatku merasa sangat berdosa saat aku bersama Rin.

Tapi aku pun tak sanggup melepas Rin…


ooOoo



Wajah Rin terlihat sangat senang saat kuajak kencan. Baru kali ini aku menjadwalkan khusus untuk berdua saja dengannya. Yah, sebenarnya ini bisa disebut ada udang di balik batu. Ada hal yang harus kubicarakan berdua dengannya.
“ Kau tampak senang sekali”, kataku sambil menyuapkan strawberry parfait.

Rin mengembangkan senyumnya. “Apa lagi yang bisa membuatku bahagia selain bisa seharian bersamamu, Yama-chan”, jawabnya. “Sudah delapan bulan kita bersama, baru kali ini kita benar-benar kencan”.

Delapan bulan ya? Aku baru sadar kalau ini sudah memasuki bulan Desember. Dan aku juga tidak sadar kalau sudah selama itu aku berpacaran dengan Rin.

“ Hmm, Rin. Keberatankah jika aku tanya sesuatu padamu?”. Kulihat Rin mengangguk dengan sebuah sendok yang masih menyangkut di bibirnya. Aku menarik napas dalam-dalam. Ayo pecundang, kau harus bisa!

“ Aku hanya bingung… Aku….”, lagi-lagi keberanianku menciut. Dan sekarang Rin terlihat penasaran dengan kalimatku yang terputus-putus. Baka!

“ Sebenarnya… apa yang kau lihat dariku… sehingga kau tetap memintaku menjadi kekasihmu?”.

Fiuuh, kukatakan juga. Tapi masalahnya sekarang justru Rin yang terlihat kehilangan kata-kata. Senyumannya yang sumringah perlahan memudar.

“ Karena kau memang pantas untuk dicintai, Yama-chan”.

Aku tersentak. Rin mengangkat wajahnya yang ia tundukkan. Mata sendunya menatapku dengan seulas senyuman yang sangat sulit untuk kuartikan.

“ Kau dan aku tahu bagaimana kehidupanku ketika SMP. Aku hanyalah seorang yang tak berarti sehingga semua orang mengacuhkanku. Tapi berkat keangkuhan dan wajahku yang cantik menurut mereka, aku sukses menjadi korban pem-bully-­an mereka. Aku tak punya siapa-siapa dan tak ada yang mau menjadi temanku. Tapi kau justru mengulurkan tangan lengkap dengan senyuman hangat itu. Senyuman yang sampai saat ini tak bisa kulupakan.

“ Aku berusaha untuk mengatakan semua perasaanku, tapi sayang Haruna lebih beruntung dariku. Padahal aku yang lebih dulu mengenalmu, aku yang lebih dulu mencintaimu, dan aku yang selalu mempunyai kelebihan dari pada dia”.

Aku terhenyak di kursiku. Untuk seterusnya aku tak berani untuk membalas tatapan gadis itu. Jawaban Rin sungguh di luar dugaan. Aku tak pernah menyadari bahwa kebaikan yang dulu kulakukan cuma-cuma ternyata berbuah perasaan terpendam.

“ Apa kau menyesal dengan jawabanku?”.

Suara Rin menyentakkan lamunanku. Aku mencoba menatapnya, sekali lagi aku runtuh. Aku bisa melihat tumpukan dosaku yang selama ini telah menyakitinya.

“ Kalau begitu bolehkah aku bertanya balik padamu?”, aku belum sempat mengatakan kata sepakat, tapi dia langsung meluncurkan pertanyaanya.
“ Bagaimana sebenarnya perasaanmu padaku?”.

Inilah yang menjadi tujuanku mengajaknya ke sini. Aku ingin sekali mengutarakan perasaanku padanya. Perasaanku yang sesungguhnya dan juga ikut terpendam selama aku bersamanya. Dan semua ini atas saran Yuto. Satu-satunya manusia yang tahu semua skandal yang kulakukan ini. Dari awal aku berpacaran dengan Rin aku memang sudah membuka semua rahasia itu padanya, karena hanya dia yang bisa kuajak bicara sekaligus penjaga rahasia yang kuandalkan.

Hingga kemarin malam aku mengutarakan semua kegundahanku padanya, tapi sialnya laki-laki itu hanya memberiku sebuah kalimat yang membingungkan.

Lebih baik kau sakiti salah satu, tapi hanya sekarang. Dari pada keduanya harus kau sakiti dan kalian harus menanggung kepedihan itu dalam waktu yang lama…

Wahai Nakajima Yuto, tak bisakah kau memberikan wejangan yang lebih sulit diartikan dari pada ini?????

“ Maaf, Rin. Tapi sampai saat ini yang kucintai hanya Haruna”.

Aku menghela napas. Tampaknya aku sudah bisa mengartikan pesan singkat Yuto malam itu dan aku memilih untuk menghancurkan harapan seorang gadis yang sudah ia pendam untuk waktu yang lama.

Dan aku sudah bisa menebak bagaimana ekpresi Rin saat aku menyatakan pengakuanku. Dia terlihat terkejut, marah, tak percaya, dan terakhir emosi sedih terpancar dari kerlingan matanya.

“ Tapi kenapa….”, suara Rin terdengar bergetar. “ Aku memiliki yang Haruna tak miliki. Aku juga mencintaimu seperti Haruna mencintaimu. Dan aku sudah lebih dulu mencintaimu…

“ Yama-chan, apa kurang dariku?”.

“ Tidak ada”, desisku.

“ Lalu?”.

Ya, tidak ada. Kau sempurna Rin. Dan kau berhak mendapatkan kesempurnaan seutuhnya. Tiba-tiba sebersit wajah Haruna melayang di benakku. Aku pun menghela napas. Semua kenangan tentang kebersamaanku dengan Haruna menjadi dopping untuk menghadapi emosi Rin yang siap meledak. Kukumpulkan semua keberanian untuk menatap mata dan menjatuhkan vonis untuknya.

“ Rin, aku tidak tahu bagaimana perasaanmu padaku. Aku juga tidak tahu seberapa besar cintamu padaku. Tapi ini bukan tentang siapa yang lebih dulu mencintaiku, masalahnya terletak pada siapa yang kucintai. Nyatanya aku hanya bisa mencintai satu Haruna. Maaf, aku tak bisa menyisakan satu ruang untukmu, Rin”.

Kulihat Rin memalingkan wajahnya. Ia tampak menahan air matanya agar tidak meleleh.

“ Mungkin kau akan marah, sedih, dan juga patah hati denganku. Tapi percayalah hanya sekarang saja, karena jika kuteruskan justru kau yang terus tersakiti. Bagaimana pun juga kau adalah orang yang menyayangiku dan aku tak mau jika orang yang menyayangiku itu terluka. Baik kau ataupun Haruna, aku tak mau menyakiti kalian lebih dari ini.

“ Rin, percayalah, aku bukan yang terbaik untukmu. Tak mungkin cinta sejatimu itu kau dapatkan dari hasil perselingkuhan. Aku yakin, di luar sana―”

“ Masih banyak pria yang mencintaiku. Ya, aku sudah tahu kata-kata itu akan kau ucapkan, Yama-chan”.

Aku pun bungkam. Oh tidak, gadis ini benar-benar menahan air matanya. Aku lebih suka kalau dia menangis, memaki, atau mungkin menumpahkan parfait ini di kepalaku. Diamnya Rin membuat aku salah tingkah.

“ Jika memang kau ingin mengakhiri hubungan ini, aku ingin kau melakukan satu permintaan terakhirku”, Rin kemudian menatapku dalam-dalam. “ Aku ingin kau menciumku sebagai tanda perpisahan kita”.

Ciuman? Aku benar-benar bingung sekarang. Apakah aku harus melakukannya? Kulihat Rin hanya menatapku tanpa ekpresi, tapi kembali bayangan Haruna melintas di pikiranku. Tuhaaan… hilangkan dilema ini sejenak saja….

Lebih baik kau sakiti salah satu, tapi hanya sekarang. Dari pada keduanya harus kau sakiti dan kalian harus menanggung kepedihan itu dalam waktu yang lama…

“ Maaf, Rin. Aku tetap tidak bisa mengabulkannya”.

Jawaban yang tegas dan mantap, serta membuat hatiku tenang seketika. Meskipun ekpresi kekecewaan itu kembali menutupi wajah cantik Rin.

“ Ya sudahlah, kalau sudah begini aku bisa apa”, jawab Rin diiringi tawa sakartisnya.

“ Akan lebih baik kalau kau tinggalkan aku sekarang. Aku tak ingin kau melihat aku patah hati dan menangis”.

Kupandangi wajahnya lagi, tapi ia justru memalingkan matanya.

“ Pergilah. Temui Haruna, dan sampaikan salamku padanya”.

Aku menghela napas. Perlahan aku beranjak dari tempat dudukku. Meski langkahku terasa agak berat, tapi perasaanku justru sangat ringan. Aku merasa telah melakukan hal yang tepat. Untuk semua ini aku sangat berterima kasih pada Yuto yang sudah memberikan pencerahan untukku. Aku tahu aku berhutang padanya.

Kutolehkan sekali lagi pandanganku pada Rin sebelum aku benar-benar meninggalkan kedai es krim itu. Gadis itu menutup wajah dengan kedua tangannya. Bahunya terlihat bergetar. Ia pasti sedang menangis hebat. Maafkan aku, Rin. Aku benar-benar minta maaf. Aku berjanji ini untuk yang pertama dan terakhir aku menyakitimu.

Setelah benar-benar angkat kaki dari tempat itu, kurasakan ponselku berbunyi. Nama Haruna tertera dalam panggilan masuk. Aku agak mempercepat langkahku. Kalau-kalau Rin masih bisa melihatku menerima panggilan dari Haruna.

“ Hai”, sapaku singkat.

“ Hai, Ryo-chan. Kau sedang apa? Apa aku menganggumu?”.

“ Tidak. Ada apa?”.

Ada jeda sejenak sebelum Haruna melanjutkan kata-katanya. “ Entahlah, aku seperti merasakan sesuatu tentangmu dan aku agak terganggu. Aku tidak tahu kenapa, tapi tiba-tiba saja aku sangat rindu padamu”.

Kau mendapat firasat, sayangku. Aku hanya tersenyum. Langsung menutup ponselku tanpa membalas kata-katanya. Aku yakin jauh di seberang sana, ia pasti sedang mengomel. Sayangnya ia tak tahu kalau saat ini kupacu langkahku dengan cepat agar segera tiba di hadapanmu.

Aku juga merindukanmu, Haruna…




The End



Mini Dictionary
Arigatou: terima kasih
Daijobu. Jaa, ikemasho: Tidak apa-apa. Ayo, kita pergi



Writer Desire: selesai juga cerita singkat ini. tadinya sih pengen dibuat seri, tapi waktunya gak cukup, jadi dipadatkan menjadi oneshot. Tapi terima kasih untuk para juri yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca fanfic sederhana ini. Dan terima kasih juga untuk pembaca yang lain. Semoga ceritanya berkesan di hati kalian semua…. *sembah sujud*

No comments:

Post a Comment