Title :
BETWEEN
Cast :
Ryosuke Yamada as Yamada Ryosuke
Yuto
Nakajima as Nakajima Yuto
Haruna
as (OC)
Rin
as (OC)
Genre :
romance, angst
Rating :
PG-15
Length :
oneshot
Language :
Indonesian
Author :
FHA
- FB Link :
https://www.facebook.com/tiffaniwitharza
- Twitter :
@fhanee_La
- Ichiban :
Inoo Kei
- Reason join this project : Saya suka
menulis, saya suka fanfiction, dan yang lebih penting saya suka HEY SAY JUMP
Disclaimer : HEY SAY JUMP it’s not mine, I just own
this story
Summary : Yamada Ryosuke adalah seorang siswa SMA yang
sudah memiliki kekasih bernama Haruna. Sayangnya, diam-diam ia menjalin
hubungan lain dengan teman di sekolahnya, Rin. Mereka sudah cukup lama menjalin
kisah. Meski begitu, ia tetap saja merasa gamang karena telah menduakan cinta
kekasihnya. Dan semua masalah itu ia ceritakan pada Nakajima Yuto, selaku
sahabat baik. Yuto pun menyarankan agar Ryosuke segera mengambil keputusan.
Ryosuke tahu, ini adalah hal yang sulit dilakukan, tapi bagaimana pun juga ia
harus segera memutuskan perasaanya. Karena pilihannya hanya satu, menyakiti
salah seorang sekarang, atau justru nantinya akan menyakiti keduanya.
A/N : Saya sangat tertarik
dengan lomba ini. Jujur aja, saya gak terlalu mengharapkan hadiahnya, tapi saya
cuma ingin semua orang membaca tulisan saya. Oh ya, blog saya juga masih sepi,
soalnya buru-buru dibuat cuma untuk lomba ini. Maklum, saya bukan manusia blog.
At least, enjoy my fanfic ^^
***
Hari semakin dingin. Aku
memacu langkahku agar lebih cepat. Ada seseorang yang sedang menungguku di
tengah turunnya salju ini. aku memang harus bergegas, tapi entah mengapa kakiku
terasa membeku sehingga semakin lama semakin melambat.
Dia masih menungguku …
Ku hembuskan napasku kuat
– kuat. Sosok yang menungguku sedari tadi masih berdiri setia di tempat
pertemuan kami. Aku kembali berlari untuk meminimalisir keterlambatanku.
Suara dari gesekan
sepatuku dengan tanah yng berlapis salju menarik perhatiannya. Ia tahu orang
yang sedang tergesa – gesa itu aku. Bisa kulihat, ia tersenyum ke arah ku dan
berjalan menghampiri.
“Maaf …”
Senyumnya masih
mengenbang. Ia menepuk –nepuk pundakku yang tertunduk untuk mengabil napas.
“Kau boleh marah padaku”.
“Bukannya kau sudah bilang
kau akan terlambat? Jadi, untuk apa aku marah?”
Ahh…untuk yang satu ini
dia memang yang paling mengerti aku. Kedewasaannya meluluhkan segala rasa
bersalahku.
“Arigatou”.
“Daijobu. Jaa, ikemasho”.
Dan kami pun berjalan
berdua dibawah salju yang berjatuhan. Dingin? Kurasa tidak. Dengan adanya dia
disampingku, aku merasa justru sangat hangat.
Aku cukup kaget saat ia
menyentuh tanganku. Ternyata realitas memang mangallahkan perasaan. Tangannya
benar–benar dingin dan itulah yang membuatku sangat kaget.
Kuputuskan untuk
menggenggam tangannya dan memasukkannya di saku bajuku.
Kulihat ada rona erah
menjalari pipinya dan aku tak dapat menahan senyum.
“Yama–chan, tidak lelah ?”
Yama–chan ? Ah, aku selalu
suka dengan caranya menyebut namaku.
“Kalau Yama-chan lelah,
kita bisa berhenti”
Aku merasa ada yang aneh
dengan kata–katanya. Entah itu makna denotatif atau konotatif.
“Tidak. Aku tidak lelah”
Senyumnya semakin
mengembang. Kurasakan genggamannya semakin erat. Malam ini akan menjadi malam
yang panjang.
ooOoo
“ Siapa suruh punya pacar
dua?”.
Aku melirik sebal ke arah
Yuto. Sedari tadi dia sibuk dengan tabletnya. Kupikir dia tidak memperhatikan
cerita tentang kencanku dengan Haruna dan Rin kemarin. Ternyata hanya mata dan
jarinya saja yang fokus pada Angry Bird itu, sementara telinga orang ini justru
terpusat pada kata-kataku.
Tapi, kuakui kata-katanya…
Aku memang sedang mendua…
“ Untungnya Haruna itu
lugu dan Rin sangat sabar” lanjut Yuto. “ Kau beruntung sekali, Yamada”.
Sekali lagi, kulirikkan
kekesalanku padanya. Cih, orang ini suka bicara sembarangan saja. Asal dia
tahu, selingkuh itu menyebalkan!
Bukannya aku pria
brengsek. Aku pernah berjanji pada diriku sendiri utnuk tidak mencoba-coba yang
namanya selingkuh. Janji ini terucap saat aku menyatakan cintaku pada Haruna.
Ya, Haruna adalah gadis
pertama yang membuatku jatuh cinta. Dia gadis yang bawel, cengeng, dan
kekanak-kanakan. Dari semua kekurangan yang ia miliki, justru itulah yang
membuatku menyukainya. Sehari saja saja tak mendengar celotehannya, maka aku
bisa uring-uringan pada hari itu. Sementara Rin, dia adalah sahabatku dari SMP.
Sejujurnya ia gadis yang memiliki segala kelebihan. Dia cantik, pintar, dan
dewasa. Dibandingkan dengan Haruna, semua laki-laki pasti langsung memilih Rin.
Masalahnya sekarang adalah
Haruna menyukaiku, aku menyukai Haruna, tapi Rin juga menyukaiku. Ini tidak
akan jadi dilema apabila Rin tidak menyatakan cintanya padaku ketika hujan
turun di bulan April lalu. Dia memintaku untuk jadi kekasihnya.
Aku? Tentu saja aku
menolak, karena saat ini aku sudah bersama Haruna. Selain itu, aku juga tidak
memiliki perasaan yang istimewa padanya. Sayangnya, keteguhanku ternyata luluh
seketika tatkala hujan yang turun tak mampu menutupi air matanya.
‘ hanya kau yang bisa
mengerti aku, Yama-chan. Kumohon untuk sekali ini saja, aku ingin memilikimu’.
Setelah itu ia memelukku,
seraya berkata ‘ aku tahu ini berat bagimu, tapi aku bisa bersabar. Tak masalah
jika kau hanya menganggapku sebagai yang kedua’.
Disitulah kegamanganku.
Aku tak mau mengkhianati Haruna, tapi di sisi lain aku akan melukai Rin jika
aku menolaknya. Namun, dekapannya semakin erat. Seolah tak mau melepaskanku.
Pikiranku sangat kalut kala itu. Hingga akhirnya kata ‘ya’ meluncur bebas dari
bibirku.
Segala kerepotan pun mucul
setelah itu. Aku dan Rin harus bisa menyembunyikan hubungan ini dari siapa pun,
terutama Haruna. Kami tak pernah menunjukkan bahwa ada hubungan spesial pada
siapapun (masalah Yuto akan kujelaskan nanti). Bahkan aku jarang menelpon,
mengiriminya sms atau email. Kami selalu berhubungan lewat media chatting,
karena dengan begitu jejak-jejak hubungan kami tidak terendus oleh siapapun.
Itu pun kulakukan setelah aku mengucapkan ‘selamat tidur’ pada Haruna dan
biasanya sudah menginjak tengah malam. Selain itu, hal yang wajib kulakukan
adalah membagi jadwal untuk kencan. Rin selalu kebagian waktu malam, karena
dari pagi hingga sore aku bersama Haruna. Itu juga kulakukan agar tak ada yang
melihat kami.
Makanya terkadang aku
sering terlambat ketika datang kencan atau sudah ketiduran ketika kami sedang
chatting. Untungnya yang dikatakan Yuto itu benar, Rin benar-benar sabar. Ia
sangat tahu posisinya sebagai wanita nomor dua. Sebenarnya aku tak tega
melihatnya selalu terabaikan olehku, tapi mau bagaimana lagi keadaan sangat
menjepitku.
Aku menghela napas
panjang. Susahnya punya pacar lebih….
“ Jadi, apa yang akan kau
lakukan sekarang?”, suara Yuto membuyarkan semua lalu lintas otakku. Kulihat
dia sudah menyingkirkan tablet itu dan berbicara sambil menatapku. “ Kau tidak
mungkin selamanya bersembunyi’kan? Sehebat-hebatnya dirimu menyembunyikan semua
ini, suatu saat Haruna atau orang lain selain aku juga akan tahu”.
“ Sejujurnya aku juga
lelah, tapi aku juga bingung. Aku bisa menyakiti salah satu dari mereka atau
mungkin justru keduanya bila aku mengambil keputusan. Jadi, kupikir lebih baik
terus seperti ini. Aku tahu ini beresiko, tapi sekali lagi kutekankan aku
benar-benar bingung”.
Yuto membisu. Wajahnya
tengadah pada langit yang biru di atas sana. Kemudian kembali menatapku. “ Hey,
bukankah kau harus bertemu Haruna sekarang?”.
Ah, benar juga. Aku ada
janji bertemu dengannya. Ogah-ogahan aku bangkit posisi berbaringku. Kukenakan
blazer yang sedari tadi menjadi bantal tidurku. Tanpa banyak bicara,
kutinggalkan Yuto yang kembali menatap langit.
Aku menghampiri seorang
gadis yang sedang menikmati Pocky di halaman sekolah. Ia menyambutku dengan
wajah yang masam. Ada apa dengannya? Apa dia sedang merajuk gara-gara aku telat
sesaat. Masalahnya dia mematahkan Pocky itu dengan cara yang kasar.
“ Ahh, maaf ya. Kau tidak
salah kok, Ryo-chan. Aku memang sedang kesal, tapi bukan padamu”, ujar Haruna
seraya menarik lagi batang Pocky dan memasukkannya ke mulut. “ Kau tahu, aku
sedang kesal dengan namanya Okamoto Keito itu. Tega-teganya dia menduakan
temanku. Padahal mereka sudah cukup lama berpacaran. Parahnya lagi,
selingkuhannya itu juga temannya temanku. Urrrrghhh….”.
Deg, jantungku berdegup
kencang. Kulihat ekspresi Haruna, gadis itu terlihat sangat marah. Andai dia
tahu kalau aku juga….
“ Untung saja si Okamoto
itu beda sekolah dengan kita. Kalau tidak….”, traak, Haruna mematahkan batang
Pocky itu, kemudian meremasnya menjadi serpihan-serpihan halus. Sekali lagi
jantungku berdebar lebih cepat. Lalu ia menatapku dengan tatapan yang
mengerikan. “Hey, Ryo-chan. Kalau kau sampai selingkuh juga, akan kuremukkan
kau seperti ini”.
Aku menelan ludahku. Gila,
betapa mengerikannya Haruna bila dia sampai tahu apa saja yang sudah kulakukan
selama ini. Aku mengehela napas. Kulirik lagi wajahnya, masih terlihat nada
mengancam di sana. Tiba-tiba saja tawa
gadis itu pecah.
“ Aku hanya bercanda kok,
Ryo-chan”, ujarnya di sela tawa yang berderai. “Aku tahu kok, Ryo-chan tidak
akan melakukan hal itu. Aku percaya padamu”.
Kutarik napas dalam-dalam.
Maafkan aku, Haruna…
“ Tapi Ryo-chan juga
jangan sampai melakukan hal itu ya”, Haruna menyandarkan kepalanya di bahuku.
Senyum lembutnya mengembang. “Kalau sampai kau selingkuh, aku tidak tahu lagi
apa yang harus kulakukan. Aku akan sangat sedih”.
Tampaknya aku lebih tenang
kalau Haruna meremukkanku seperti tadi, dari pada melihatnya bersedih ia tahu
kalau aku telah menduakannya. Yang seperti inilah membuatku merasa sangat
berdosa saat aku bersama Rin.
Tapi aku pun tak sanggup
melepas Rin…
ooOoo
Wajah Rin terlihat sangat
senang saat kuajak kencan. Baru kali ini aku menjadwalkan khusus untuk berdua
saja dengannya. Yah, sebenarnya ini bisa disebut ada udang di balik batu. Ada
hal yang harus kubicarakan berdua dengannya.
“ Kau tampak senang
sekali”, kataku sambil menyuapkan strawberry parfait.
Rin mengembangkan
senyumnya. “Apa lagi yang bisa membuatku bahagia selain bisa seharian bersamamu,
Yama-chan”, jawabnya. “Sudah delapan bulan kita bersama, baru kali ini kita
benar-benar kencan”.
Delapan bulan ya? Aku baru
sadar kalau ini sudah memasuki bulan Desember. Dan aku juga tidak sadar kalau
sudah selama itu aku berpacaran dengan Rin.
“ Hmm, Rin. Keberatankah
jika aku tanya sesuatu padamu?”. Kulihat Rin mengangguk dengan sebuah sendok
yang masih menyangkut di bibirnya. Aku menarik napas dalam-dalam. Ayo
pecundang, kau harus bisa!
“ Aku hanya bingung…
Aku….”, lagi-lagi keberanianku menciut. Dan sekarang Rin terlihat penasaran
dengan kalimatku yang terputus-putus. Baka!
“ Sebenarnya… apa yang kau
lihat dariku… sehingga kau tetap memintaku menjadi kekasihmu?”.
Fiuuh, kukatakan juga.
Tapi masalahnya sekarang justru Rin yang terlihat kehilangan kata-kata.
Senyumannya yang sumringah perlahan memudar.
“ Karena kau memang pantas
untuk dicintai, Yama-chan”.
Aku tersentak. Rin
mengangkat wajahnya yang ia tundukkan. Mata sendunya menatapku dengan seulas
senyuman yang sangat sulit untuk kuartikan.
“ Kau dan aku tahu
bagaimana kehidupanku ketika SMP. Aku hanyalah seorang yang tak berarti
sehingga semua orang mengacuhkanku. Tapi berkat keangkuhan dan wajahku yang
cantik menurut mereka, aku sukses menjadi korban pem-bully-an mereka. Aku tak
punya siapa-siapa dan tak ada yang mau menjadi temanku. Tapi kau justru
mengulurkan tangan lengkap dengan senyuman hangat itu. Senyuman yang sampai
saat ini tak bisa kulupakan.
“ Aku berusaha untuk
mengatakan semua perasaanku, tapi sayang Haruna lebih beruntung dariku. Padahal
aku yang lebih dulu mengenalmu, aku yang lebih dulu mencintaimu, dan aku yang
selalu mempunyai kelebihan dari pada dia”.
Aku terhenyak di kursiku.
Untuk seterusnya aku tak berani untuk membalas tatapan gadis itu. Jawaban Rin
sungguh di luar dugaan. Aku tak pernah menyadari bahwa kebaikan yang dulu
kulakukan cuma-cuma ternyata berbuah perasaan terpendam.
“ Apa kau menyesal dengan
jawabanku?”.
Suara Rin menyentakkan
lamunanku. Aku mencoba menatapnya, sekali lagi aku runtuh. Aku bisa melihat
tumpukan dosaku yang selama ini telah menyakitinya.
“ Kalau begitu bolehkah
aku bertanya balik padamu?”, aku belum sempat mengatakan kata sepakat, tapi dia
langsung meluncurkan pertanyaanya.
“ Bagaimana sebenarnya
perasaanmu padaku?”.
Inilah yang menjadi
tujuanku mengajaknya ke sini. Aku ingin sekali mengutarakan perasaanku padanya.
Perasaanku yang sesungguhnya dan juga ikut terpendam selama aku bersamanya. Dan
semua ini atas saran Yuto. Satu-satunya manusia yang tahu semua skandal yang
kulakukan ini. Dari awal aku berpacaran dengan Rin aku memang sudah membuka
semua rahasia itu padanya, karena hanya dia yang bisa kuajak bicara sekaligus
penjaga rahasia yang kuandalkan.
Hingga kemarin malam aku
mengutarakan semua kegundahanku padanya, tapi sialnya laki-laki itu hanya
memberiku sebuah kalimat yang membingungkan.
Lebih baik kau sakiti
salah satu, tapi hanya sekarang. Dari pada keduanya harus kau sakiti dan kalian
harus menanggung kepedihan itu dalam waktu yang lama…
Wahai Nakajima Yuto, tak
bisakah kau memberikan wejangan yang lebih sulit diartikan dari pada ini?????
“ Maaf, Rin. Tapi sampai
saat ini yang kucintai hanya Haruna”.
Aku menghela napas.
Tampaknya aku sudah bisa mengartikan pesan singkat Yuto malam itu dan aku
memilih untuk menghancurkan harapan seorang gadis yang sudah ia pendam untuk
waktu yang lama.
Dan aku sudah bisa menebak
bagaimana ekpresi Rin saat aku menyatakan pengakuanku. Dia terlihat terkejut,
marah, tak percaya, dan terakhir emosi sedih terpancar dari kerlingan matanya.
“ Tapi kenapa….”, suara
Rin terdengar bergetar. “ Aku memiliki yang Haruna tak miliki. Aku juga
mencintaimu seperti Haruna mencintaimu. Dan aku sudah lebih dulu mencintaimu…
“ Yama-chan, apa kurang
dariku?”.
“ Tidak ada”, desisku.
“ Lalu?”.
Ya, tidak ada. Kau
sempurna Rin. Dan kau berhak mendapatkan kesempurnaan seutuhnya. Tiba-tiba
sebersit wajah Haruna melayang di benakku. Aku pun menghela napas. Semua
kenangan tentang kebersamaanku dengan Haruna menjadi dopping untuk menghadapi
emosi Rin yang siap meledak. Kukumpulkan semua keberanian untuk menatap mata
dan menjatuhkan vonis untuknya.
“ Rin, aku tidak tahu
bagaimana perasaanmu padaku. Aku juga tidak tahu seberapa besar cintamu padaku.
Tapi ini bukan tentang siapa yang lebih dulu mencintaiku, masalahnya terletak
pada siapa yang kucintai. Nyatanya aku hanya bisa mencintai satu Haruna. Maaf,
aku tak bisa menyisakan satu ruang untukmu, Rin”.
Kulihat Rin memalingkan
wajahnya. Ia tampak menahan air matanya agar tidak meleleh.
“ Mungkin kau akan marah,
sedih, dan juga patah hati denganku. Tapi percayalah hanya sekarang saja,
karena jika kuteruskan justru kau yang terus tersakiti. Bagaimana pun juga kau
adalah orang yang menyayangiku dan aku tak mau jika orang yang menyayangiku itu
terluka. Baik kau ataupun Haruna, aku tak mau menyakiti kalian lebih dari ini.
“ Rin, percayalah, aku
bukan yang terbaik untukmu. Tak mungkin cinta sejatimu itu kau dapatkan dari
hasil perselingkuhan. Aku yakin, di luar sana―”
“ Masih banyak pria yang
mencintaiku. Ya, aku sudah tahu kata-kata itu akan kau ucapkan, Yama-chan”.
Aku pun bungkam. Oh tidak,
gadis ini benar-benar menahan air matanya. Aku lebih suka kalau dia menangis,
memaki, atau mungkin menumpahkan parfait ini di kepalaku. Diamnya Rin membuat
aku salah tingkah.
“ Jika memang kau ingin
mengakhiri hubungan ini, aku ingin kau melakukan satu permintaan terakhirku”,
Rin kemudian menatapku dalam-dalam. “ Aku ingin kau menciumku sebagai tanda
perpisahan kita”.
Ciuman? Aku benar-benar
bingung sekarang. Apakah aku harus melakukannya? Kulihat Rin hanya menatapku
tanpa ekpresi, tapi kembali bayangan Haruna melintas di pikiranku. Tuhaaan…
hilangkan dilema ini sejenak saja….
Lebih baik kau sakiti
salah satu, tapi hanya sekarang. Dari pada keduanya harus kau sakiti dan kalian
harus menanggung kepedihan itu dalam waktu yang lama…
“ Maaf, Rin. Aku tetap
tidak bisa mengabulkannya”.
Jawaban yang tegas dan
mantap, serta membuat hatiku tenang seketika. Meskipun ekpresi kekecewaan itu
kembali menutupi wajah cantik Rin.
“ Ya sudahlah, kalau sudah
begini aku bisa apa”, jawab Rin diiringi tawa sakartisnya.
“ Akan lebih baik kalau
kau tinggalkan aku sekarang. Aku tak ingin kau melihat aku patah hati dan
menangis”.
Kupandangi wajahnya lagi,
tapi ia justru memalingkan matanya.
“ Pergilah. Temui Haruna,
dan sampaikan salamku padanya”.
Aku menghela napas.
Perlahan aku beranjak dari tempat dudukku. Meski langkahku terasa agak berat,
tapi perasaanku justru sangat ringan. Aku merasa telah melakukan hal yang
tepat. Untuk semua ini aku sangat berterima kasih pada Yuto yang sudah
memberikan pencerahan untukku. Aku tahu aku berhutang padanya.
Kutolehkan sekali lagi
pandanganku pada Rin sebelum aku benar-benar meninggalkan kedai es krim itu.
Gadis itu menutup wajah dengan kedua tangannya. Bahunya terlihat bergetar. Ia
pasti sedang menangis hebat. Maafkan aku, Rin. Aku benar-benar minta maaf. Aku
berjanji ini untuk yang pertama dan terakhir aku menyakitimu.
Setelah benar-benar angkat
kaki dari tempat itu, kurasakan ponselku berbunyi. Nama Haruna tertera dalam
panggilan masuk. Aku agak mempercepat langkahku. Kalau-kalau Rin masih bisa
melihatku menerima panggilan dari Haruna.
“ Hai”, sapaku singkat.
“ Hai, Ryo-chan. Kau
sedang apa? Apa aku menganggumu?”.
“ Tidak. Ada apa?”.
Ada jeda sejenak sebelum
Haruna melanjutkan kata-katanya. “ Entahlah, aku seperti merasakan sesuatu
tentangmu dan aku agak terganggu. Aku tidak tahu kenapa, tapi tiba-tiba saja
aku sangat rindu padamu”.
Kau mendapat firasat,
sayangku. Aku hanya tersenyum. Langsung menutup ponselku tanpa membalas
kata-katanya. Aku yakin jauh di seberang sana, ia pasti sedang mengomel.
Sayangnya ia tak tahu kalau saat ini kupacu langkahku dengan cepat agar segera
tiba di hadapanmu.
Aku juga merindukanmu,
Haruna…
The
End
Mini
Dictionary
Arigatou: terima kasih
Daijobu. Jaa, ikemasho:
Tidak apa-apa. Ayo, kita pergi
Writer
Desire: selesai juga cerita singkat ini. tadinya
sih pengen dibuat seri, tapi waktunya gak cukup, jadi dipadatkan menjadi
oneshot. Tapi terima kasih untuk para juri yang sudah meluangkan waktunya untuk
membaca fanfic sederhana ini. Dan terima kasih juga untuk pembaca yang lain.
Semoga ceritanya berkesan di hati kalian semua…. *sembah sujud*
No comments:
Post a Comment