NOTE: Reader, before you browsing to reading please make sure you read fanfiction in here according to your age. If you not yet 17 yo, we suggest you to read fanfiction with rating G, PG-13, PG-15. Rating NC-17 and NC-21 just for addult. Please follow this rule shake your self!

Thursday, May 2, 2013

[Series] Let Me Be Empty (2/5)






Mobil yang disetir Daiki melesat dengan kecepatan konstan di jalanan utama malam itu. Ryosuke yang duduk di sebelah Daiki termangu, sedang kalut dengan khayalannya. Ia tidak menyadari Daiki yang sedari tadi menatapnya. Hening. Tidak tahan dengan atmosfer ini, akhirnya Daiki membuka suara untuk memulai obrolan.

"Yama-chan, ada yang kau pikirkan?" Tanya Daiki yang menoleh ke Ryosuke dan kembali fokus memandang ke depan untuk menjaga agar mobil tetap di jalur jalan yang benar.

"Tidak, kau tenang saja.." Jawab Ryosuke yang menoleh ke Daiki dengan senyum tergambar diwajahnya.

"Yama-chan, ceritakan saja. Aku tahu kau memikirkan sesuatu." Jelas Daiki

"Nandemo nai"

"Hei, dengar. Aku tidak akan menceritakannya pada siapapun." Keras Daiki tidak mau kalah.

"Aaa, urusai! Sudah kubilang tidak ada!" Bentak Ryosuke yang semula santai sekarang menatap malas ke Daiki, kemudian mengalihkan pandangannya untuk melihat kerlap kerlip pemandangan malam.

Hening...

Daiki yang sudah mengenal Ryosuke luar dalam sangat mengerti keadaan yang dialaminya. Ia tahu, Ryosuke kesepian. Ia tahu, Ryosuke terluka. Ia tahu, Ryosuke hanya pura-pura tertawa didepannya dan teman-teman lainnya. Tidak butuh untaian kata untuk mengerti keadaannya. Itu tergambar jelas dari mata Ryosuke.

Daiki yang menyadari hal yang membuat sikap temannya seperti ini mulai membuka mulutnya lagi, "Kau memimpikan orang tuamu lagi?"

Ryosuke diam..

"Ryosuke, hal ini terjadi karena kau masih mengingat kejadian itu! Apa gunanya mengingat hal menyakitkan? Itu akan makin memb-"

"Kali ini bukan." Kalimat Daiki yang belum ia selesaikan dipotong oleh Ryosuke yang masih menatap pemandangan malam melalui kaca mobil. Membuat Daiki terpaku diam.

"Aku memimpikan seorang anak kecil." Lanjut Ryosuke yang mengalihkan pandangannya ke Daiki.

"Siapa?" Tanya Daiki penasaran, memperlambat laju mobil.

"Entahlah. Aku tidak tahu nama dan bentuk wajahnya. Tapi sepertinya ia teman masa kecilku." Jelas Ryosuke. Ekspresi bingung dengan dahi berkerut tergambar jelas di wajah Daiki.

"Teman masa kecilmu?"

"Ya, karena aku begitu akrab dengannya. Tapi di-" Kalimat Ryosuke tertahan. Ia ragu akan mengatakan  kepada daiki tentang bocah yang membunuh orang tuanya . Daiki yang penasaran menunggu jawaban dari Ryosuke kini menghentikan mobilnya di tepi jalan.

“Kenapa berhenti?” Tanya Ryosuke

“Aku ingin fokus mendengar ceritamu dulu. Nanti malah bahaya jika aku melanjutkan perjalanan.” Jelas Daiki, kemudian bertanya, “Jadi, soal yang tadi. Tapi apa? Ayo lanjutkan..”

“Ah, ma-maksudku di mimpi itu dia melarangku berteman dengan yang lain.” Jelas Ryosuke. Ia lebih memilih menyembunyikan soal dalang dibalik kematian orang tuanya itu.

Daiki yang semula menatap heran ke arah Ryosuke kemudian mengalihkan pandangannya ke depan sambil memegang setir. “Kau yakin tidak ingat siapa orangnya?”

“Tidak..” jawab Ryosuke pendek. Ia menyilangkan tangannya dan menatap ke depan. Jelas ia sedang memikirkan sesuatu.

Aneh.. Kenapa aku menceritakan hal penting ini kepada dia?

Tanpa kata-kata, Daiki menjalankan mobilnya kembali untuk mengantar Ryosuke.
***

Esoknya, Ryosuke menelpon Yuri untuk mengajaknya pergi keluar. Hal ini semata-mata untuk memastikan apakah Yuri  adalah bocah yang ada di mimpinya atau bukan. Memang senyum jahat Yuri dan senyum bocah yang ia lihat hanya dari mimpi. Tapi ia perlu memastikannya dua kali. Mungkin saja mimpi itu memang ada kaitannya.

“Anoo, Chinen. Apa kau ada urusan besok?”

“Tidak ada. Kenapa?” tanya Yuri diseberang telepon.

“Aku ingin pergi ke suatu tempat, denganmu”

“Tumben kau mengajakku duluan. Berdua saja?” jelas terdengar nada heran di seberang. “Yang lain tidak ikut?”

“Tidak. Aku hanya perlu denganmu.” Jawab Ryosuke dengan nada tenang.

“Pfft.. Hahaha! Ryosuke. Gay desu ka?” terdengar suara mengejek Yuri. “Kau mengajakku kencan~!”

“HAH?! Tidak, jangan salah paham! Aku tidak gay!” keras Ryosuke salah tingkah, tidak terima dengan perkataan Yuri.

“Hahaha. Aku hanya bercanda. Jangan anggap serius.”

Sialan, berani-beraninya orang ini mengerjaiku

“Oke, aku ikut. Jam berapa?” tanya Yuri menyudahi tawanya.

“Jam 2 siang. Aku akan menjemputmu.” Jawab Ryosuke kalem.

“Oke.” Jawab Yuri pendek, kemudian menutup telponnya.

Chinen Yuri, ia memang senang mengusili Ryosuke. Gelagat Ryosuke yang salah tingkah selalu membuatnya ingin tertawa. Biasanya Ryosuke akan marah setiap kali Yuri menggodanya. Tapi Yuri tidak pernah bosan untuk mengulangi perbuataan usilnya tersebut. Ia terus meng-ijime Ryosuke. Tapi, walaupun Ryosuke selalu marah setiap ia goda, Ryosuke akan baik dengan sendirinya 1 atau 2 jam kemudian.

***

Mobil sedan yang dibawa Ryosuke melaju menjauhi pusat kota.

Ya, sebenarnya ini mobil yang diberikan kakak sepupunya, Yabu. Ialah yang membiayai hidup Ryosuke sepeninggalan orang tua Ryosuke.

Chinen yang duduk di kursi sebelahnya memandang keluar jendela dengan ekspresi yang antusias. Gedung-gedung pencakar langit semakin lama tidak terlihat seiring dengan menjauhnya mobil dari pusat kota. Digantikan dengan pemandangan laut yang indah disisi jalan.

“Waa, suteki na..” Ujar Yuri melihat pemandangan laut dengan mata yang berbinar seperti baru pertama kali melihatnya.

“Kau belum pernah melihat laut sebelumnya?” Tanya Ryosuke heran.

“Tentu saja sudah. Hanya saja aku jarang keluar kota. Jadi pemandangan seperti ini jarang aku jumpai.” Sanggah Yuri.

“A.. souka” ujar Ryosuke mengangguk.

“Ryosuke.. sebenarnya kita mau kemana?”

“Ke suatu tempat. Desa terpencil saat aku tinggal waktu kecil.”

“Dimana?”

“Kau akan tahu nanti..” jawab Ryosuke datar.

***

Mobil Ryosuke berhenti di tengah jalan kecil. Di samping kirinya terdapat hutan lebat sedangkan di sebelah kanannya tampak sungai jernih yang cukup lebar. Rerumputan yang menyelimuti tanah di sepanjang tepian sungai dapat dijadikan tempat bermain untuk anak-anak, baik itu bermain bola kaki, bisbol atau untuk sekedar tidur-tiduran.

Sekitar 1 kilo dari mobil terlihat sebuah desa yang cukup terpencil. Suasana yang asri, udara yang segar adalah tempat yang cocok untuk melepas kepenatan kota. Ryosuke dan Yuri keluar dari mobil dan duduk di kap mobil tersebut.

“Hei Ryosuke! Aku tahu tempat ini! Aku pernah tinggal di daerah ini saat umurku 8 tahun. Natsukashii na..”

Apa? Yuri pernah tinggal disini? Oke, mungkin hanya kebetulan.

“Oh ya? Aku juga pernah tinggal disini saat umurku 6 tahun. Dan 3 tahun kemudian aku pindah ke kota.” Ryosuke berusaha bersikap normal dan mencoba menikmati suasana dan pemandangan yang ada.

“Eh? Hontou? Jangan – janga kita pernah kenal disini sebelumnya?” Tanya Yuri yang antusias.

“Mungkin saja.” Ryosuke membuka ranselnya dan mengeluarkan 2 kaleng cola, yang satunya ia berikan kepada Yuri

“Sankyuu.” Yuri membukatutup cola dan kemudian meneguknya. Hal serupa pun dilakukan oleh Ryosuke.

“Waktu kecil aku suka menjelajah di hutan ini dengan temanku.” Ryosuke menunjuk hutan yang ada di sisi kirinya.

“Wah? Aku juga sering! Jangan – jangan memang benar kita pernah kenal saat kecil?”

“Ya, mungkin saja kau temanku itu?” Ujar Ryosuke memperkuat asumsi Yuri. “Lalu, setelah menjelajah biasanya kami ke tepian sungai ini untuk sekedar beristirahat. Aku dan temanku berbaring disini sambil menengadah ke langit. Pemandangan yang sangat indah. Ah, natsukashii~” Ryosuke menutup matanya dan menghirup udara segar.

“Sekarang aku benar – benar yakin kita pernah kenal saat tinggal disini. Aku juga melakukan hal yang sama. Aku pasti temanmu itu.”

Yuri adalah temanku itu? Memang benar aku tidak mengingat wajahnya, tapi mendengar hal – hal yang ia katakan ini.. berarti ia adalah anak itu? Tapi bagaimana cara membuktikannya?

“Kau tahu, sebelum aku pindah orang tuaku dibunuh saat umurku 9 tahun, di desa ini.” Ujar Ryosuke datar menatap kakinya. Ia mulai ke pembicaraan serius.

“Ap-apa..? Benarkah? N-ne Ryosuke, kenapa kau berpikir orang tuamu dibunuh? Bu-bukankah itu kecelakaan?” Tanya yuri sambil gelagapan.

“Mimpi. Seorang bocah datang ke mimpiku dan mengatakan kalau ialah yang membunuh orang tuaku. Aku yakin ia teman masa kecilku?” Ryosuke menoleh ke arah Yuri dengan tatapan tajam.

“He-hei.. Apa kau mencurigaiku? Ti-tidak mungkin anak kecil bisa membunuh”. Jawab Yuri terbata-bata.

Kali ini Ryosuke mengalihkan pandangannya ke depan. “Ia berkelainan. Ia hanya ingin aku yang menjadi temannya. Apa bocah itu adalah orang yang duduk disampingku sekarang?”

“Ti.. Tidak mungkin! Aku tidak-“

Ryosuke menepuk pundak Yuri keras. “Hahahaa.. Aku hanya bercanda, Yuri. Tidak perlu panik begitu.”

“Huft.. Kau membuatku takut tahu!” Yuri menghembus napas panjang, merasa lega. Tapi keringat dingin mengucur dari pelipisnya, ekspresi cemas tergambar pada wajahnya.

“Tapi soal anak yang ada di mimpiku itu benar adanya..”

Kau orangnya. Aku yakin, kau yang membunuh orang tuaku. Kau panik saat aku mengatakan perihal orang tuaku. Bocah itu tidak mengizinkanku untuk berteman dengan yang lain. Dan melihat kau yang sekarang, kau sangat sering berdekatan denganku. Memang hebat kau bisa menyembunyikan sifat aslimu. Sekarang aku harus merencanakan balasan apa yang pantas untukmu.

***

TRIIING… TRIIING…

“moshi moshi?”

“Ryosuke! Kau harus datang ke apartemen Yuri! Sekarang!!”

“Hah? Memangnya ada apa?”

“Chinen!! Chinen!!”

“Tenang, kau tenang dulu.. Yuri kenapa?”

“Dia.. Dia sudah tidak ada..”

“Apa maksudmu? Dia kabur dari apartemen?”

“Tidak.. Chi-chinen ditemukan tewas di apartemennya!!”

“…. Oke, Dai-chan, candaanmu tidak lucu. Aku tutup sekarang”

“Aku tidak bercanda! Sekarang juga kau berangkat ke sini!”

TREK.

Daiki menutup teleponnya di seberang. Sedangkan Ryosuke masih bergeming dengan telepon yang masih ditelinganya.

Yuri.. meninggal?


TBC~





Glosarium :
Nandemo nai = tidak ada apa – apa               
Urusai = diam                                                           
Suteki = indah                                                           
Hontou? = benarkah?
Natsukashii = kangennya
Souka = begitu
Moshi moshi = halo

No comments:

Post a Comment