Title :
Endless Sky - Special Case
Cast :
Ryosuke Yamada as Ryouji
Yuri
Chinen as Iori
Yuto
Nakajima as Yuzu
Yuya
Takaki as Yuta (Senpai)
Hikaru
Yaotome as Haru (Senpai)
Daiki
Arioka as Rio (Ketua Kelas 2A)
Kouta
Yabu as Kubo-sensei (Wali kelas 2A)
Cross Gender : Yuto Nakajima be a
female
Yuri
Chinen be a female
Genre :
Mystery, Friendship, Comedy
Rating :
General
Length :
Oneshot
Language : Bahasa Indonesia
Author :
Melinda
- FB Link : http://www.facebook.com/melindafs
- Twitter : @melxsisca
- Umur :
15 Tahun
- Ichiban : Ryosuke Yamada
-
Reason join this project : - Wanna dedicate
my work for Ryosuke-kun’s birthday^^
-
Writing is my hobby
Disclaimer : The casts is ours, but
it’s my own story
Summary : Lukisan kesayangan ibu Iori yang
menghilang secara misterius, gambar
lukisan yang bisa menghilang, petunjuk-petunjuk yang tidak sengaja ditinggalkan
pelaku. Apakah Ryouji, remaja kocak yang
mewarisi darah detektif dari buyutnya bisa membantu menemukan lukisan tersebut?
Dan maukah sang pelaku mengakui kesalahannya?
A/N : Cerita yang cukup serius, namun
ada waktunya untuk mengocok perut pembaca dengan komedi yang disajikan
(walaupun bumbu komedinya kurang kuat). Maaf jika ada salah penulisan dan jika
kasusnya kurang masuk akal atau mudah ditebak, haha >< Cerita ini cuma
buat have fun, so enjoy!
Ryouji melewati
kelas 2A dengan santai sambil mendengarkan lagu Judika di headsetnya yang
berstikerkan gambar- gambar LiSA dan tiba-tiba seseorang menarik telinganya.
“Sakit..
sakit.. Senpai1, apa yang kau lakukan?!” Ryouji meringis sambil
memijat- mijat telinganya yang habis dijewer Yuta, kakak kelasnya.
“Kau sendiri
apa yang kau lakukan? Apa tidak berniat membantu temanmu yang sedang dalam
kesusahan, mondar- mandir keliling nggak jelas dengan muka seperti kucing
kejepit begitu.“ Yuta menyipitkan matanya memandang Ryouji.
“Eh? Apa
maksudmu, senpai?” Ryouji memasang wajah bingung seperti sedang melihat ayam
bermain DOTA.
“Heeeee.. Kau
tidak tahu? Iori-chan2! Lukisan kecil kesayangan ibunya yang
bergambar bulan tersenyum itu hilang saat ia taruh di loker. Kau tahu kan
betapa berharganya lukisan itu bagi ibunya.“ Yuta berdiplomasi.
“Ooh.. Lukisan
yang saking kecilnya tidak dapat terlihat dalam jarak 30 cm itu?” Tanya Ryouji
masih dengan muka bingung sebingung- bingungnya.
“Iyap! Yang
selalu dianggap orang bahwa lukisan itu tidak berarti saking kecilnya, tapi
kata Iori itu lukisan Leonardo Da Vinci tahun 1814 khusus untuk ibunya.” Yuta
mengingat- ingat rincian tersebut.
“Lalu, kenapa
bisa hilang?” Ryouji bertanya sambil membuka bungkus yupi berbentuk ayam.
“Tidak tahu, lebih
jelasnya tanya aja sama Iori.” Yuta menunjuk Iori yang sedang jongkok di
pojokan kelas 2A karena galau atas kehilangan lukisan tersebut.
“YO!
Iori-chan.. Kok galau?” Ryouji memegang pundak Iori sehingga Iori tersentak.
“Ryo-Ryouji-kun3..
Lukisan itu hilang, bagaimana ini? Aku tidak tahu lukisan itu berjalan kemana..
Apa yang harus kulakukan? Apakah dosaku sudah terlalu banyak sehingga Tuhan
menghukum ku dengan cara seperti ini?” Iori tampak sangat bingung nan dramatis
dan air matanya mengalir ke pipinya yang mulus itu.
“Kau ini..
Jangan panik dulu! Kamu harus mencarinya dengan teliti, siapa tahu terselip
disuatu tempat, lukisan itu kan kecil sekaliiiii.” Ucap Ryouji dengan gayanya
yang ngegemesin.
“Ryouji-kun!
Ayo bantu Iori..” Haru, yang merupakan sahabat Yuta dan temannya Ryouji juga,
datang sambil melayang- layang karena tubuhnya yang kurus kering dan terlambai-
lambai jika tertiup angin.
“Heh? Senpai,
hati- hati.. Ada angin kencang!” Sahut Ryouji mengejek Haru.
“Hah! Tak
bisakah kau tidak membahas tubuh keringku ini!” Ujar Haru dengan wajah
menantang.
“Aku juga
tidak akan membahas tubuh suburmu itu!” Ujar Haru lagi seperti orang setengah
mabuk.
Ryouji hanya memelototi Haru, dan
Haru langsung bersembunyi dibelakang Iori.
“Iori-chan..
Tolong aku! Aku yang kurus kering ini akan disikat oleh Ryouji, kasihanilah
aku.” Haru ngemis- ngemis kepada Iori.
Namun, Iori yang stress karena
lukisan itu hanya bengong dan berkata, “Lukisan itu yang perlu kuselamatkan,
bukan HARU-kun!!” Iori menjerit sehingga Haru kaget setengah mampus.
“Ryouji,
ini saatnya kau beraksi!” Ujar Haru seakan- akan melupakan hal tadi, berdiri
tegak kemudian mengepalkan tangannya dan melemparkannya ke udara, seperti seseorang
yang baru mendapatkan kemerdekaan.
“BERAKSIII!
Yang ada disana, yang ada disini.. Semua ikut BERAKSI!” Ryouji menyentakkan
kakinya sambil menyanyikan lagu hits band asal Indonesia Tanah Airku.
“Ryouji!
Fokus, fokus.. Oke? Kemampuanmu sangat dibutuhkan saat ini, tolong bantu
Iori-chan.” Yuta memohon-mohon pada Ryouji dengan wajah sesenggukan. Ryouji
tahu bahwa Yuta menaruh perhatian pada Iori, entah sebagai “orang spesial”,
atau perhatian kakak kelas kepada adik kelasnya saja.
“Baiklah..
baiklah.. Iori-chan, begini lho.. Daritadi aku bingung, kenapa lukisan itu ada
padamu? Bukankah itu kesayangan ibumu? Benda kesayangan biasanya tidak akan
diberi pada siapa- siapa, bukan?” Ujar Ryouji panjang kali lebar ditambah logat
Jawanya yang kental.
“Ibuku
memberikannya padaku, karena aku sering sakit beberapa hari ini, dan ibu bilang,
lukisan itu yang selalu menyemangati ibu saat sedang sakit sampai ibu sembuh
kembali. Jadi ibu berharap aku tidak akan sakit lagi jika menyimpan lukisan
itu, tapi.. aku tidak bisa menjaga lukisan itu, sampai hilang begini.” Tukas
Iori lirih tidak kalah panjang, dua kali panjang kali lebar penjelasannya.
“Umm..
Lukisan kecil begitu bisa menyembuhkan?” Ryouji bertanya- tanya sendiri sambil
menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Mungkin
kalian bingung kenapa ibu sangat menghargai lukisan itu.. Tapi, ibu bilang itu
hadiah Leonardo Da Vinci saat pertama kali mereka kencan.” Ucap Iori polos.
“HEEEEEEEHHHHH!!!
NGGAK! NGGAK MUNGKIN! INI NGGAK MUNGKIN!” Sahut Ryouji, Yuta, dan Haru kompak
dengan kata-kata khas mereka.
“Maksudmu,
ibumu pernah pacaran dengan om Leonardo??” mulut Yuta menganga lebar.
“Un!
Ibu yang cantik pasti disukai seniman seperti itu. Bahkan, ibu bilang ia pernah
menjadi model om Leonardo.” Kata Iori dengan mata berbinar- binar.
“Canggih..
Ibumu canggih.” Ujar Haru sambil bengong.
“Om
Leonardo kesambet apa ya sampai bisa kepincut orang Asia.” Yuta berpikir keras
sambil meletakkan jari telunjuk disiku tangannya.
“Kenapa
ibumu tidak nikah dengannya? Kau akan menjadi keturunan Jepang campuran, entah
campuran apa.. Tapi, saat ini aku memikirkan rujak.” Ujar Ryouji ngaur.
“Kau
bodoh! Mana ada rujak disini!” Sahut Haru sambil menjitak Ryouji.
“Tapi,
aku lagi pingin!! Haru-kun, ayo belikan rujak untukku. Aku mohon...” Ryouji
mulai manja pada Haru, ia tampak seperti istri muda yang sedang ngidam rujak.
“HAH!
Oke! Akan kubelikan, yang super pedas sepedas-pedasnya sampai yang makan mati
kepedasan, biasanya disebut Rujak Bunuh Diri.” Ujar Haru bangga karena tahu
bahwa Ryouji tidak bisa makan pedas.
“BERHENTI!”
Tiba-tiba Yuta menjerit sambil menutup telinganya dengan kedua tangan ditambah dramatisasi.
“Kalian
ini mau cepat pulang nggak sih? Lihat, sudah jam 5 sore, kalian masih
meributkan rujak yang hanya bisa kau dapat di negri orang dan untuk
mendapatkannya kalian harus mengeluarkan puluhan yen. Dalam prinsip Ekonomi,
hal itu tidak seimbang! Jika keuntungan lebih kecil daripada pengeluaran-“
“Saya
tidak peduli karena saya anak IPA.” Haru memutus penjelasan Yuta yang bermeter-
meter panjangnya, itupun masih ada lanjutannya.
Sementara
dua makhluk aneh itu berdebat, Ryouji memulai investigasi. Bagaimanapun juga,
Iori adalah teman baiknya, jadi dia pikir tidak ada salahnya membantu. Dan
Ryouji selalu menganggap sebuah kasus adalah tantangan. Ia bertanya pada Rio,
ketua kelas 2A, apa yang terjadi sebelum lukisan itu hilang.
“Sebelum
istirahat, setelah pelajaran PE4 di lapangan, ada memo di mejaku. Isinya
‘kumpulkan semua kunci loker kelas 2A kepada ketua kelas sebelum istirahat’
selanjutnya aku lupa.” Ujar Rio sambil mengingat-ingat.
“Boleh
aku lihat memonya?” Ryouji penasaran dengan memo tersebut, dan Rio langsung
memberikannya.
Isi memo tersebut mempunyai alasan
yang kuat mengapa kunci loker harus dikumpulkan, bunyinya:
“Kumpulkan
semua kunci loker kelas 2A kepada ketua kelas sebelum istirahat. Agar tidak ada
lagi yang menyimpan makanan didalam loker saat istirahat, sampai menyebabkan
bau busuk didalamnya.”
Wali Kelas
Kubo
Memang banyak kasus di sekolah
tersebut mengenai perubahan fungsi loker menjadi kulkas. Dan karena murid-murid
tersebut meninggalkan makanan diloker mereka terlalu lama, makanan tersebut
basi dan baunya menjalar kemana-mana.
Sekilas hanya
seperti memo biasa, namun Ryouji memperhatikan hal yang, mungkin bagi orang
lain sepele, namun bagi seorang berdarah detektif seperti dia, hal sekecil
apapun merupakan petunjuk baginya.
“Goresan
ini..” Ryouji menggumam sendiri.
“Ryouji,
sebenarnya tadi ada yang aneh. Saat pulang sekolah tadi, semua sudah mengambil
kunci loker masing-masing, tapi Iori bilang ia belum dapat kuncinya, padahal
aku sudah tidak memegang kunci lagi selain kunci loker ku sendiri.” Jelas Rio.
“Heh?
Benarkah?” Ryouji terkejut dengan penjelasannya.
“Benar,
aku nggak bohong deh. Tapi pas dicari-cari, Iori menemukan kuncinya di laci
mejanya sendiri. Aku pikir dia sudah ambil, dan mungkin lupa bahwa ia
meletakkannya di laci. Tapi... pas dia membuka lokernya, lukisan itu sudah
hilang.” Wajah Rio menunjukkan paras wajah yang semakin bingung.
“Apa
bukan kau yang membuka loker Iori?” Tiba-tiba Yuta datang dari belakang.
“Eh?
Tidak mungkin. Untuk apa aku membuka lokernya?” tanya Rio.
“Untuk
mengambil lukisan, misalnya.” Celetuk Yuta.
Rio semakin bingung, “tidak mungkin,
untuk apa aku mengambil lukisan itu. Bahkan aku tidak tahu kalau Iori menyimpan
lukisan di dalam loker.”
“Siapa
tahu kau ingin mengerjai Iori. Oh, bukan mengerjai! Kalau sudah kelewatan seperti
ini, pasti ada maksud lain. Dan kau sengaja mengambil lukisan itu saat
melihatnya diloker.” Ucap Yuta dengan mengangkat dagunya.
“Sudahlah,
tidak ada bukti yang mengarah padanya, Yuta.” Jelas Ryouji sabar.
“Tapi,
cuma dia yang menyentuh kunci loker sebelum kejadian, kan?” tanya Yuta ngotot.
“Jika
dia pelakunya, untuk apa dia masih berdiri disini. Lebih baik ia pulang duluan,
kan? Bukan menunggu disini untuk dituduh.” jelas Ryouji santai sambil melangkah
ke arah loker.
“Mungkin
ia ingin bertanggung jawab atas kesalahannya pada Iori.” Yuta semakin ngotot
sampai matanya hampir keluar.
“Kenapa
ia tidak langsung mengembalikan lukisan itu?” tanya Ryouji pada Yuta.
“Mungkin
ia takut?” Yuta semakin mengatakan hal yang tidak masuk diakal Ryouji.
“Sudah
kubilang, jika dia takut lebih baik dia pulang dan menganggap ia tidak berbuat
apa-apa!” Ryouji semakin panas menghadapi Yuta.
Yuta
terdiam karena sudah kehabisan kata-kata. Ryouji juga tidak tega melihat Yuta
mengkhawatirkan Iori. Sesaat, ia melihat kunci loker Iori, satu hal lagi tidak
luput dari perhatiannya. Dan itu adalah......
“Haru,
Rio, panggil semua murid kelas ini kesini! Cepat! Sebelum mereka pulang!”
Ryouji tersentak.
“Ah..
ROGER!” Kata Haru.
“Dan
panggil Kubo-sensei5!” Teriak Ryouji.
“Ryouji-kun,
apa kau tahu sesuatu?” tanya Iori harap-harap cemas.
“Aku
baru mendapat beberapa petunjuk, yang pasti kita harus mengumpulkan orang-orang
disini.” Jelas Ryouji, Iori hanya mengangguk saja.
“Ryouji-kun,
hanya ini yang belum pulang.” Ujar Rio sesampainya dikelas.
“Baiklah,
nggak apa-apa. Lebih baik ada meski cuma satu daripada tidak ada sama sekali.”
Ryouji mulai berperibahasa, dan semua hening.
“Ehem..
Tolong buka loker kalian masing-masing.” Ryouji memerintah bagaikan raja ayam yang
berkuasa. Dan semua menuruti perintah sang raja untuk membuka loker
masing-masing. Kemudian Ryouji menjelaskan mengenai Iori yang kehilangan
lukisan dilokernya.
Ryouji
segera memeriksa loker satu- persatu, sampai di suatu loker....
“Loker
siapa ini?” Tanya Ryouji lantang mengagetkan orang-orang dikelas itu.
“Ah,
itu lokerku.” Seorang cewek tinggi nan cantik mengangkat tangannya.
“Ada
apa?” tanyanya lagi.
“Tinta
ini.. masih baru ya?” Ryouji menggumam kesekian kalinya.
“Eh?
Maksudmu?” Cewek itu tampak kaget.
Ryouji hanya diam mengamati
tinta-tinta yang masih setengah kering menempel di pintu loker cewek itu.
“Ryouji-kun
tidak mungkin mencurigai Yuzu-chan, kan?” tanya Iori, mengarah pada cewek itu.
Tiba-tiba
guru gaul yang selalu ceria seperti tidak ada beban kehidupan masuk dan
menunaikan kebiasaannya, menyanyi tanpa nada, “yo.. yo.. Apa kabar semua?
Halo.. halo.. Apa kalian mendengarku? Ding.. dong.. Jawab dong..”
“Sensei,
hentikan tindakan bodohmu itu.” Haru menegur Kubo-sensei.
“Ah,
kalian ini tidak ada minat seni sama sekali. Dimana-mana kita harus menyanyi,
agar jiwa dan raga ini selalu bugar, riang dan gembira.” Ujar Kubo-sensei
dengan riangnya, seperti anak 5 tahun dibelikan lollipop.
Ryouji yang langsung to the point6, menarik
Kubo-sensei ke belakang layar. Mereka menuju ke pintu kelas, dan mereka
berbicara di balik pintu tersebut.
“Sensei,
apa benar sensei menaruh memo di meja Rio sebelum istirahat?” Ryouji bertanya
setengah berbisik.
“Hah?
Memo? Seingatku tidak.” Jawabnya juga setengah berbisik.
“Benarkah?
Coba lihat ini! Apa sensei yakin tidak pernah menulisnya?” Ryouji
memperlihatkan memo itu.
Kubo tampak terkejut, “Well, ini memang seperti tulisan ku.
Tapi, aku tidak ingat menulis memo ini. Lagi pula, sebelum istirahat aku di
kantor diknas, mengurus persiapan kakak-kakak kelas kalian yang akan mengikuti
Ujian Nasional.” Jelas Kubo-sensei.
“Hmm...
Berarti pelakunya merupakan peniru yang baik.” Tukas Ryouji.
“Atau
mungkin dia penggemar rahasiaku? Sampai tulisanku pun dia tiru.” Celetuk Kubo
berlinang air mata kebahagiaan.
“Anggap
saja begitu.” Ucap Ryouji dengan raut wajah yang sedang berpikir keras.
“Memangnya
ada apa sih dengan memo itu? Terus kenapa kalian belum pulang jam segini?”
Tanya Kubo yang baru sadar sedari tadi.
“Ada pencuri
dikelas binaan sensei ini. Sensei, tolong jangan katakan apapun tentang
pembicaraan ini kepada mereka. Aku ingin lihat apa pelakunya sanggup bertahan.”
Tukas Ryouji sembari menarik kenop pintu.
“OH.
Siap!” Kubo memperagakan gerakan hormat.
Ryouji
berjalan lagi menyusuri setiap loker yang terbuka, dan mengecek barang-barang
didalamnya. Kemudian ia terhenti lagi di loker Yuzu. Ia melihat cermin kecil
yang ujungnya sedikit basah. Ia mengarahkan cermin itu ke hidungnya, berusaha
mencium bau air itu.
“Ada
apa dengan cermin ku?” Tanya Yuzu mencurigai tindakan Ryouji.
“Nggak
apa-apa, air di cermin ini menarik perhatianku. Apa saat membuka loker tanganmu
basah?” Tanya Ryouji.
“Aku
rasa itu air dari botolku yang bocor. Saat aku mengambil lap untuk mengelap
botolku di loker, sepertinya air menetes di cermin itu.” Jawab Yuzu.
“Boleh
aku lihat botolmu?” Tanya Ryouji sambil memerika barang Yuzu yang lain, namun
ia tidak menemukan lukisan itu, maupun diloker lain.
“Ah..
Sudah kubuang. Aku tidak mau membawa botol itu kerumah, aku masih bisa beli
yang baru.” Ujar Yuzu dengan tampang juteknya.
“Dimana
kau membuangnya?”
“Ya..
ditempat sampah.. Memangnya kenapa? Apa kau mencurigaiku?” Yuzu mulai risih
dengan tindakan Ryouji.
“Ryouji!
Yuzu tidak mungkin mencuri.” Haru angkat suara membela Yuzu.
“Kenapa
tidak?” Yuta melirik.
“Mana
mungkin Yuzu yang cantik mencuri.” Haru menatap Yuzu sambil nyengar-nyengir
sendiri.
“Oh
iya, ya?” Ujar Yuta dan Ryouji bersamaan, seakan-akan mereka mau muntah satu
bak.
“Aku
hanya berusaha mengumpulkan-“ Belum sempat Ryouji menyelesaikan kata-katanya,
tiba-tiba Yuta menariknya.
“Ryouji,
apa aku perlu mencari botolnya di tempat-tempat sampah?” Yuta berbisik.
“Dibilang
perlu, ya nggak perlu-perlu amat. Dibilang nggak perlu...”Ryouji tampak
bimbang.
“Kau
ini detektif lelet.” Yuta menyipitkan matanya yang sebenarnya sudah sipit.
“Kecepatan
ku hanya 200 Mbps.” Sahut Ryouji yang tidak rela dikatakan lelet. Lalu, mereka
melihat Iori berjalan ke arah mereka.
“Ryouji-kun,
kamu mencurigai Yuzu, kan?” Tanya Iori dengan pelan.
“Yuzu
tidak mungkin mencuri, ia sahabat baikku.” Kata Iori lirih.
“Beberapa
bukti mengarah padanya, Iori.” Tukas Ryouji, dan tentu saja Iori dan Yuta
kaget.
“Iori,
apa ada hal lain mengenai lukisan itu, selain ukurannya yang kecil?” Tanya
Ryouji, yang merasa masih ada petunjuk yang belum ia ketahui.
“Oh..
Ibu bilang, lukisan itu gambarnya bisa hilang.”
“Hehhh??
Ba-bagaimana bisa?” Yuta tergagap.
“Aku
tidak tahu, aku juga belum pernah lihat. Ibu juga pernah bilang, om Leonardo
mengatakan padanya bahwa lukisan itu terlihat oleh anak kecil, namun tidak
terlihat orang dewasa.” Iori manyun saking bingungnya. “Dan ibu punya kebiasaan
menggosok kaca lukisan itu dengan lilin, katanya supaya menempel dengan erat,
dan tidak basah kalau lukisannya kena air.” Penjelasan Iori membuka pikiran
Ryouji.
“Apa
Yuzu tahu hal ini?” Ryouji penasaran.
“Tentu
saja. Dia sahabat baikku, aku selalu menceritakan apapun padanya. Termasuk
lukisan ini.” Jawab Iori semangat.
“Terima
kasih, Iori.” Kata Ryouji sambil memegang pundak Iori kemudian berlari keluar
kelas, dan menuju ke arah auditorium. Yuta dan Iori hanya bengong melihat
Ryouji yang tiba-tiba semangat.
“Dia
pasti sudah tahu kebenarannya. Dasar anak itu.” Gumam Yuta sambil tersenyum
kecil, yang sudah tahu kebiasaan Ryouji.
Didepan
akuarium yang terletak di samping Auditorium sekolah, Ryouji berjongkok menatap
akuarium itu.. Dan tersenyum.. Aku
mengerti, hanya dia pelakunya, batinnya. Kemudian ia berjalan menyusuri
koridor sekolah menuju kelas sambil mengamati langit biru lewat jendela,
seakan-akan ia mendapat ilham dari langit itu mengenai kasus kali ini.
Ryouji
kembali kekelas dan mengarah ke loker, sementara Yuta dan Haru menghampirinya
dengan ribuan pertanyaan.
“Ryouji,
kau mendapat petunjuk lain?” Tanya Haru.
“Kau
tahu pelakunya? Lukisannya? Dimana dimana?” Yuta mendendangkan lagu dangdut
bergenre Korean pop tersebut.
“Kebenarannya
sudah terungkap, bisakah kau mengaku... Kubo-sensei?” Ryouji bertanya kepada
Kubo-sensei yang ditanggapi dengan kata “HEEEEH” oleh seisi kelas.
“Ryoujiii,
tidak mungkin aku melakukannya!!” Kubo yang kaget berusaha mengungkapkan bahwa
bukan dia pelakunya.
“Kau
membuat memo ini dengan pulpen yang lambat mengering. Setelah membuatnya, kau
meletakkan di kantong bajumu dan tanpa sadar salah satu huruf dimemo itu
tergores karena tinta yang belum mengering itu.” Jelas Ryouji.
“Tapi,
Ryouji.. Untuk apa sensei melakukan itu?” Tanya Haru karena merasa tidak masuk
akal jika sensei mencuri.
“Tanya
saja padanya.”
“Tidak,
tidak. Bukan sensei-“
“Yuzu!
Kau mau membuang pulpen itu?” Ryouji langsung menyambar pulpen di tangan Yuzu yang
hampir masuk ketempat sampah.
“Sudah
kuduga.. Kau pelakunya!” Kata Ryouji keji dengan kilat-kilat dan petir menatap
Yuzu. Yuzu hanya terdiam.
“Ryouji-kun,
kau ini apa-apain sih? Tidak mungkin Yuzu mengambilnya, dia tahu betapa
berharganya lukisan itu bagi ibuku dan aku.” Iori protes.
“Justru
karena dia tahu betapa berharganya itu bagimu.” Ryouji menatap Yuzu yang hanya
tertunduk, kemudian mengangkat kepalanya.
“Bukan
aku! Untuk apa aku mengambil lukisan kecil begitu, apa untungnya?” Yuzu
melawan.
“Buktinya
sudah jelas.. Goresan dimemo itu, tinta di pintu lokermu, bahkan kau mungkin
tidak tahu bahwa tinta itu menempel di kunci loker Iori dan kantongmu. Atau kau
memang tidak sadar bahwa pulpen itu bocor dikantongmu, sampai tinta itu
menempel dimana-mana. Kau baru sadar saat aku memancingmu, dengan mengatakan
kepada sensei bahwa memo itu ditulis dengan tinta yang lambat mengering. Kau
mengingat pulpenmu dan saat kau lihat, pulpen itu sudah bocor dikantongmu. Dan
sesuai dugaanku, kau pasti ingin secepatnya membuang bukti tersebut.” Penjelasan
Ryouji membuat Kubo-sensei bernapas lega, mungkin ia kira akan ditangkap atas
tuduhan tak bersalah pencurian lukisan kecil tak berarti.
“Lukisan
itu.. Jika aku mencurinya, dimana aku menyimpannya? Kau sudah memeriksa lokerku
kan? Dan loker yang lain? Bahkan Rio sudah memeriksa tas kami semua, namun
lukisan itu tidak ditemukan.” Yuzu bergaya seperti preman menantang.
“Soal
itu... aku sudah tahu dimana.” Tukas Ryouji.
“Uwaaaah!
Ryouji mengetahuinya? Aku bingung apakah sel kelabu diotakmu lebih banyak dari
kami?” Celetuk Haru heran.
“Kau
memanfaatkan cerita Iori, bahwa kata ibunya gambar lukisan itu bisa hilang, dan
lukisan itu bisa terlihat anak kecil, tapi tidak terlihat orang dewasa. Kau
tahu cerita itu, kan?” Ujar Ryouji.
“Ya,
dia menceritakan apapun padaku.” Jawab Yuzu dengan enggan.
“Air
di cermin itu, bukan bau air biasa. Bukan bau air minum mu. Tapi, seperti bau
air ikan.” Tukas Ryouji. Iori yang mendengar perkataan Ryouji, langsung berlari
keluar menuju auditorium, sementara yang lain mengejarnya dari belakang,
termasuk Yuzu. Ia sampai di akuarium samping auditorium, namun ia tidak melihat
lukisan didalamnya, hanya sebuah cermin kecil.
“Terlihat
oleh anak kecil, tidak terlihat orang dewasa! Kau pasti tahu maksudnya Iori!!”
Teriak Ryouji yang masih berlari menuju akuarium. Setelah berpikir keras, Iori menyadari
maksud kata-kata tersebut, dan ia segera berjongkok.
“Haaa..
Bulan tersenyum didalam air.” Ujar Iori tersenyum lebar.
“Dimana,
Iori? Aku tidak melihatnya.” Yuta yang masih ngos-ngosan sehabis berlari
kebingungan saat melihat akuarium.
“Itu..”
Iori menunjuk kearah lukisan tersebut.
“Dimana??
Itu hanya sebuah cerm-“
“Coba
kau jongkok.” Iori menariknya. Dan Yuta kaget setengah mati! Ia bisa melihat
lukisan itu. Kemudian ia mencoba berdiri-jongkok-berdiri-jongkok sambil melihat
lukisan itu. Dan di pandangannya pun lukisan itu masih menjadi cermin saat ia
berdiri. Yang lain pun mengikuti Yuta untuk memastikan keajaiban lukisan itu,
mereka tampak seperti ibu-ibu senam menjelang matahari terbenam.
“Iori,
kau bilang ibumu sering menggosok kaca lukisan itu dengan lilin, kan? Itulah
tujuannya. Agar air tidak masuk kedalam lukisan tersebut. Dan yang dimaksud
dengan gambarnya yang bisa menghilang adalah bahwa gambar itu terlihat seperti
cermin dalam posisi berdiri seperti ini.” Ryouji menjelaskan.
“Lalu,
maksud dari terlihat oleh anak kecil, tapi tidak terlihat orang dewasa?” Tanya
Yuta.
“Seperti
yang kau lakukan tadi, kau hanya bisa melihat lukisan didalam akuarium itu saat
jongkok, kan? Saat kau jongkok, tinggimu sama seperti anak kecil, mungkin yang
dimaksud Leonardo Da Vinci itu mengenai tinggi badan, bukan umurnya.” Ujar
Ryouji.
“Semacam
metafora ya.” Sahut Rio yang masih memeragakan senam
jongkok-berdiri-jongkok-berdiri, entah kapan dia akan berhenti.
“Setelah
Yuzu memasukkan lukisan itu di akuarium, ia pasti ingin mengelap tangannya yang
basah dengan handuk kecil dilokernya, dan air itu menetes ke cerminnya. Tapi,
karena suhu panas dan sedikit lembap di loker, air di cermin itu lambat
mengering. Karena itu aku tahu lalu mengecek akuarium ini. Dan ternyata
ketemu.” Ryouji menjelaskan lagi.
“Yuzu-chan,
kenapa?” Iori bingung akan berkata apa. Yuzu mendesah dan berkata, “Huuft.. Bagaimana
rasanya kehilangan hal yang kau sayangi?” Iori terkejut dan menatap Yuzu tanpa
berkedip, seakan-akan di jidatnya tertulis “maksudmu?”
“5
bulan 9 hari yang lalu, kau mengambil peranku. Drama “Bokura no Ashiato” di
Tokyo Dome, yang seharusnya pemeran utamanya adalah aku, kau rebut hanya dengan
uang. Masih ingat? Sejak itu, aku tidak percaya dengan satu orang teman pun,
bahkan aku tidak mau lagi berteman dengan siapapun. Di khianati itu sakit, kau
tahu?” Yuzu berkata sinis.
“Karena itu,
saat aku mengambil kunci loker ku, aku juga sengaja mengambil kunci lokermu,
yang nomornya sangat ku hafal, nomor 30!” Ujar Yuzu lagi. Iori yang berusaha
mengingat-ingat kejadian itu akhirnya menjawab, “Yuzu, aku bukan bermaksud
merebut. Aku hanya bercanda pada papa dan bilang bahwa aku juga ingin bermain
drama, dan papa menanggapinya dengan serius-“
“Terus?
Papamu membayar produser dan aku langsung diberhentikan?” Mata Yuzu mulai
memerah, “kau tahu kan aku sangat menyukai drama? Kau tahu kan dari SMP aku
selalu ikut ekskul itu disekolah? KAU TAHU KAN-“
“AKU
INGIN BERMAIN DRAMA DENGAN YUZU!” Iori berteriak dan ia menangis. “Waktu itu..
aku dibolehkan ikut drama oleh produser, tapi hanya sebagai pendamping. Aku
akan menjadi maid7 Yuzu di
drama itu. Tapi, 2 hari setelah itu, Yuzu-chan tidak bisa dihubungi dan
menghilang. Akhirnya, dengan terpaksa aku yang menggantikanmu.” Iori
menjelaskan dengan termehek-mehek. Sementara, Yuzu hanya terdiam dan mulai
mengetahui bahwa waktu itu ia salah paham, ia bahkan sudah memutuskan untuk
tidak membuka hatinya pada seorang teman pun, karena ia merasa sakit sekali
saat dikhianati, hingga sejak itu ia merasa bahwa sendiri itu lebih
menyenangkan, walaupun senyum diwajahnya menghilang dan hanya tampak saat ia
bersama Iori.. Ia sadar ia telah melakukan kesalahan, bahkan ia telah menyusun
rencana untuk balas dendam dan membuat temannya juga merasakan yang namanya
dikhianati.. Ia baru tahu bahwa waktu itu ia bukan digantikan, tapi semua sudah
terlanjur.. Waktu tidak dapat diputar kembali..
“Dunia
ini memang keras, tapi jangan keraskan hatimu juga. Lagi pula, dia sahabat
baikmu, kan? Kau sudah diberi sahabat seperti dia, yang bahkan selalu ikut
kemanapun kamu pergi.” Ryouji berorasi sambil mengetuk-ngetuk kaca akuarium,
lalu ia memasukkan tangannya ke akuarium dan mengambil lukisan itu, lalu
memberikannya pada Iori.
“Kau
tahu? Hidup didunia ini tanpa teman, sama saja dengan.. mati..” Kata Ryouji
dengan dingin sambil berjalan kearah jendela, “sama dengan langit.. Kau tahu
berapa luasnya langit ini? Tidak terbatas, bukan? Langit ini tidak ada akhirnya.
Tapi.. langit biru yang luas dan cantik, tanpa awan, bintang, bulan dan
sebagainya, sama saja kosong, dan menyedihkan.. Karena itu, langit terbuka bagi
siapa saja yang datang padanya. Langit pun butuh teman, bukan? Langit juga
ingin memiliki akhir yang bahagia, kau tahu?” Ujar Ryouji sembari tersenyum
semanis mungkin kepada Yuzu.
Yuzu
menahan tangisnya sampai wajahnya memerah, “maaf, Iori.. Aku minta maaf.. Aku
cuma nggak bisa terima waktu sahabat ku sendiri mengkhianati ku.” Yuzu memegang
pundak Iori sambil tertunduk.
“Ini
semua cuma salah paham, Yuzu. Kau tidak salah, aku yang bodoh! Harusnya waktu
itu aku bilang dulu padamu, bahwa aku juga ingin bermain drama denganmu.” Ujar
Iori yang juga berlinang-linang air mata. Mereka pun berpelukan. Sementara, Yuta
dan Haru juga menangis sesenggukkan saking terharunya, bahkan mereka sampai
menjerit-jerit. Kemudian mereka mendatangi Iori dan Yuzu, dan berkata,
“BERPELUKAN..” Mereka juga menarik Ryouji, dan mereka berpelukan layaknya
Telletubies.
“Aku
memang bodoh.. Menulis dengan tinta yang lambat mengering, bahkan tidak sadar
bahwa pulpen itu bocor dan tintanya menempel dimana-mana. Ini pasti karena aku
gugup, aku sangat gugup sampai gemetaran, kau tahu? Apa lagi setelah aku
mengambil lukisan itu, Kubo-sensei datang dan aku yang kaget buru-buru
menyimpan kunci lokermu dikantong bajuku yang terkena tinta. Bahkan tinta itu
menempel di pintu lokerku juga. Bahkan.. aku tidak memperhatikan air akuarium
di cerminku itu.” Yuzu menjelaskan sembari tertawa kecil mengingat
kecerobohannya.
“Ikan-ikan
ini baru diberi makan sebelum pulang sekolah, karena itu bau makanan ikan
sangat jelas tercium di air yang ada dicerminmu.” Sambung Ryouji.
“Wanita memang
sulit dimengerti. Pasti emosi duluan, beda dengan kami para lelaki.” Ujar
Ryouji lagi dengan enteng.
“Berbanggalah
menjadi laki-laki.. Yeahh.” Yuta seperti pejuang hak lelaki.
“Aku
baru mengerti, bahwa Yuzu sangat menyayangi Iori. Bisa terlihat bahwa ia
mempercayai Iori, karena itu saat merasa di khianati ia marah besar.” Ujar Haru
merenung dengan mata berkaca-kaca.
Sementara trio
lelaki itu sedang berbincang, Iori dan Yuzu datang dari belakang. Yuzu
menggandeng tangan kiri Ryouji, dan Iori menggandeng tangan kanan Ryouji.
“Heh??
A-ada apa ini?” Ryouji tersentak. Sementara dua cewek cantik ini hanya S3 –
Senyum Senyum Sendiri.
“Untuk
berterima kasih pada detektif Ryouji, aku traktir makan ramen deh.” Yuzu
menawarkan, dan Iori mengangguk-ngangguk.
“Haah?!
Bagaimana dengan kami?” Yuta dan Haru kewalahan karena Ryouji mendapatkan dua
bidadari duluan.
“Umm..
kalian boleh ikut, tapi bayar sendiri ya! Tuan detektif kan sudah capek
memikirkan kasus ini gara-gara aku.” Kata Yuzu sambil bersiul. Kemudian Yuzu
dan Iori menarik Ryouji berjalan bersama, masih tetap bergandengan.
“Mulai
sekarang aku ingin menjadi seperti bintang..” Ujar Yuzu dengan bahagianya, “aku
ingin berteman dengan langit, dan membantu meneranginya dimalam hari.”
“Aku akan
menjadi bulan, jadi aku dan Yuzu akan bekerja sama.” Kata Iori semangat dan
mengajak Yuzu high-five. “Kalau
Ryouji.. sudah pasti langitnya! Bagaimana?” Tanya Iori pada Ryouji yang
bengong, “kenapa harus langit?” Tanya Ryouji masih malu- malu karena digandeng
dua orang gadis.
“Karena Ryouji
orangnya terbuka, cerah, dan ceria.. Pokoknya senang deh kalau lihat Ryouji!”
Ujar Iori tersenyum layaknya bidadari dari langit ke 7, sehingga Ryouji
tersipu- sipu.
“Kalau yang
dua dibelakang apa ya??” Lirik Yuzu ke dua makhluk di belakang mereka yang
sedang melakukan aksi ngambeknya dengan salto.
“Tidak
tahulah, tapi yang pasti.. tanpa mereka langit juga akan hampa.” Jawab Ryouji
yang disambut anggukan Iori dan Yuzu.
Sementara itu, Haru dan Yuta mengalami yang
namanya patah hati, mereka hanya mengikuti dari belakang dengan hati
tersayat-sayat dan wajah miris.
--THE END--
Writer
Desire: At the age of 20th years old, i wish
Ryosuke-kun be the best and give the best as always. Keep healthy, handsome,
mature (but i prefer cute to mature ><), chubby, solid with the other
JUMPs, and of course keep love us, JUMPers! Daisuki da yoo^^
Glosarium:
1. Senpai: Sebutan untuk kakak
kelas (laki-laki)
2. –chan: akhiran untuk
memanggil teman perempuan (nama-chan)
3. -kun: akhiran untuk
memanggil teman laki-laki (nama-kun)
4. PE: Physichal Education
5. Sensei: Guru
6. To the point: Langsung ke
inti
7. Maid: Pelayan
No comments:
Post a Comment