NOTE: Reader, before you browsing to reading please make sure you read fanfiction in here according to your age. If you not yet 17 yo, we suggest you to read fanfiction with rating G, PG-13, PG-15. Rating NC-17 and NC-21 just for addult. Please follow this rule shake your self!

Thursday, May 2, 2013

[Oneshot] Endless Sky - Special Case



Title            : Endless Sky - Special Case
Cast            : Ryosuke Yamada as Ryouji
Yuri Chinen as Iori
Yuto Nakajima as Yuzu
Yuya Takaki as Yuta (Senpai)
Hikaru Yaotome as Haru (Senpai)
Daiki Arioka as Rio (Ketua Kelas 2A)
Kouta Yabu as Kubo-sensei (Wali kelas 2A)
Cross Gender  : Yuto Nakajima be a female
  Yuri Chinen be a female
Genre         : Mystery, Friendship, Comedy
Rating        : General
Length        : Oneshot
Language    : Bahasa Indonesia
Author         : Melinda
- FB Link      : http://www.facebook.com/melindafs
- Twitter      : @melxsisca
- Umur         : 15 Tahun
- Ichiban      : Ryosuke Yamada
- Reason join this project : - Wanna dedicate my work for Ryosuke-kun’s birthday^^
                                           - Writing is my hobby

Disclaimer    : The casts is ours, but it’s my own story

Summary     : Lukisan kesayangan ibu Iori yang menghilang secara misterius,  gambar lukisan yang bisa menghilang, petunjuk-petunjuk yang tidak sengaja ditinggalkan pelaku. Apakah Ryouji,  remaja kocak yang mewarisi darah detektif dari buyutnya bisa membantu menemukan lukisan tersebut? Dan maukah sang pelaku mengakui kesalahannya?
A/N              : Cerita yang cukup serius, namun ada waktunya untuk mengocok perut pembaca dengan komedi yang disajikan (walaupun bumbu komedinya kurang kuat). Maaf jika ada salah penulisan dan jika kasusnya kurang masuk akal atau mudah ditebak, haha >< Cerita ini cuma buat have fun, so enjoy!






Ryouji melewati kelas 2A dengan santai sambil mendengarkan lagu Judika di headsetnya yang berstikerkan gambar- gambar LiSA dan tiba-tiba seseorang menarik telinganya.

“Sakit.. sakit.. Senpai1, apa yang kau lakukan?!” Ryouji meringis sambil memijat- mijat telinganya yang habis dijewer Yuta, kakak kelasnya.

“Kau sendiri apa yang kau lakukan? Apa tidak berniat membantu temanmu yang sedang dalam kesusahan, mondar- mandir keliling nggak jelas dengan muka seperti kucing kejepit begitu.“ Yuta menyipitkan matanya memandang Ryouji.

“Eh? Apa maksudmu, senpai?” Ryouji memasang wajah bingung seperti sedang melihat ayam bermain DOTA.

“Heeeee.. Kau tidak tahu? Iori-chan2! Lukisan kecil kesayangan ibunya yang bergambar bulan tersenyum itu hilang saat ia taruh di loker. Kau tahu kan betapa berharganya lukisan itu bagi ibunya.“ Yuta berdiplomasi.

“Ooh.. Lukisan yang saking kecilnya tidak dapat terlihat dalam jarak 30 cm itu?” Tanya Ryouji masih dengan muka bingung sebingung- bingungnya.

“Iyap! Yang selalu dianggap orang bahwa lukisan itu tidak berarti saking kecilnya, tapi kata Iori itu lukisan Leonardo Da Vinci tahun 1814 khusus untuk ibunya.” Yuta mengingat- ingat rincian tersebut.

“Lalu, kenapa bisa hilang?” Ryouji bertanya sambil membuka bungkus yupi berbentuk ayam.

“Tidak tahu, lebih jelasnya tanya aja sama Iori.” Yuta menunjuk Iori yang sedang jongkok di pojokan kelas 2A karena galau atas kehilangan lukisan tersebut.

“YO! Iori-chan.. Kok galau?” Ryouji memegang pundak Iori sehingga Iori tersentak.

“Ryo-Ryouji-kun3.. Lukisan itu hilang, bagaimana ini? Aku tidak tahu lukisan itu berjalan kemana.. Apa yang harus kulakukan? Apakah dosaku sudah terlalu banyak sehingga Tuhan menghukum ku dengan cara seperti ini?” Iori tampak sangat bingung nan dramatis dan air matanya mengalir ke pipinya yang mulus itu.

“Kau ini.. Jangan panik dulu! Kamu harus mencarinya dengan teliti, siapa tahu terselip disuatu tempat, lukisan itu kan kecil sekaliiiii.” Ucap Ryouji dengan gayanya yang ngegemesin.

“Ryouji-kun! Ayo bantu Iori..” Haru, yang merupakan sahabat Yuta dan temannya Ryouji juga, datang sambil melayang- layang karena tubuhnya yang kurus kering dan terlambai- lambai jika tertiup angin.
“Heh? Senpai, hati- hati.. Ada angin kencang!” Sahut Ryouji mengejek Haru.
“Hah! Tak bisakah kau tidak membahas tubuh keringku ini!” Ujar Haru dengan wajah menantang.

“Aku juga tidak akan membahas tubuh suburmu itu!” Ujar Haru lagi seperti orang setengah mabuk.

Ryouji hanya memelototi Haru, dan Haru langsung bersembunyi dibelakang Iori.

          “Iori-chan.. Tolong aku! Aku yang kurus kering ini akan disikat oleh Ryouji, kasihanilah aku.” Haru ngemis- ngemis kepada Iori.

Namun, Iori yang stress karena lukisan itu hanya bengong dan berkata, “Lukisan itu yang perlu kuselamatkan, bukan HARU-kun!!” Iori menjerit sehingga Haru kaget setengah mampus.

          “Ryouji, ini saatnya kau beraksi!” Ujar Haru seakan- akan melupakan hal tadi, berdiri tegak kemudian mengepalkan tangannya dan melemparkannya ke udara, seperti seseorang yang baru mendapatkan kemerdekaan.

          “BERAKSIII! Yang ada disana, yang ada disini.. Semua ikut BERAKSI!” Ryouji menyentakkan kakinya sambil menyanyikan lagu hits band asal Indonesia Tanah Airku.

          “Ryouji! Fokus, fokus.. Oke? Kemampuanmu sangat dibutuhkan saat ini, tolong bantu Iori-chan.” Yuta memohon-mohon pada Ryouji dengan wajah sesenggukan. Ryouji tahu bahwa Yuta menaruh perhatian pada Iori, entah sebagai “orang spesial”, atau perhatian kakak kelas kepada adik kelasnya saja.

          “Baiklah.. baiklah.. Iori-chan, begini lho.. Daritadi aku bingung, kenapa lukisan itu ada padamu? Bukankah itu kesayangan ibumu? Benda kesayangan biasanya tidak akan diberi pada siapa- siapa, bukan?” Ujar Ryouji panjang kali lebar ditambah logat Jawanya yang kental.

          “Ibuku memberikannya padaku, karena aku sering sakit beberapa hari ini, dan ibu bilang, lukisan itu yang selalu menyemangati ibu saat sedang sakit sampai ibu sembuh kembali. Jadi ibu berharap aku tidak akan sakit lagi jika menyimpan lukisan itu, tapi.. aku tidak bisa menjaga lukisan itu, sampai hilang begini.” Tukas Iori lirih tidak kalah panjang, dua kali panjang kali lebar penjelasannya.

          “Umm.. Lukisan kecil begitu bisa menyembuhkan?” Ryouji bertanya- tanya sendiri sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

          “Mungkin kalian bingung kenapa ibu sangat menghargai lukisan itu.. Tapi, ibu bilang itu hadiah Leonardo Da Vinci saat pertama kali mereka kencan.” Ucap Iori polos.

         “HEEEEEEEHHHHH!!! NGGAK! NGGAK MUNGKIN! INI NGGAK MUNGKIN!” Sahut Ryouji, Yuta, dan Haru kompak dengan kata-kata khas mereka.

          “Maksudmu, ibumu pernah pacaran dengan om Leonardo??” mulut Yuta menganga lebar.

          “Un! Ibu yang cantik pasti disukai seniman seperti itu. Bahkan, ibu bilang ia pernah menjadi model om Leonardo.” Kata Iori dengan mata berbinar- binar.

          “Canggih.. Ibumu canggih.” Ujar Haru sambil bengong.

          “Om Leonardo kesambet apa ya sampai bisa kepincut orang Asia.” Yuta berpikir keras sambil meletakkan jari telunjuk disiku tangannya.

          “Kenapa ibumu tidak nikah dengannya? Kau akan menjadi keturunan Jepang campuran, entah campuran apa.. Tapi, saat ini aku memikirkan rujak.” Ujar Ryouji ngaur.

          “Kau bodoh! Mana ada rujak disini!” Sahut Haru sambil menjitak Ryouji.

          “Tapi, aku lagi pingin!! Haru-kun, ayo belikan rujak untukku. Aku mohon...” Ryouji mulai manja pada Haru, ia tampak seperti istri muda yang sedang ngidam rujak.

          “HAH! Oke! Akan kubelikan, yang super pedas sepedas-pedasnya sampai yang makan mati kepedasan, biasanya disebut Rujak Bunuh Diri.” Ujar Haru bangga karena tahu bahwa Ryouji tidak bisa makan pedas.

          “BERHENTI!” Tiba-tiba Yuta menjerit sambil menutup telinganya dengan kedua tangan ditambah dramatisasi.

          “Kalian ini mau cepat pulang nggak sih? Lihat, sudah jam 5 sore, kalian masih meributkan rujak yang hanya bisa kau dapat di negri orang dan untuk mendapatkannya kalian harus mengeluarkan puluhan yen. Dalam prinsip Ekonomi, hal itu tidak seimbang! Jika keuntungan lebih kecil daripada pengeluaran-“

          “Saya tidak peduli karena saya anak IPA.” Haru memutus penjelasan Yuta yang bermeter- meter panjangnya, itupun masih ada lanjutannya.

         Sementara dua makhluk aneh itu berdebat, Ryouji memulai investigasi. Bagaimanapun juga, Iori adalah teman baiknya, jadi dia pikir tidak ada salahnya membantu. Dan Ryouji selalu menganggap sebuah kasus adalah tantangan. Ia bertanya pada Rio, ketua kelas 2A, apa yang terjadi sebelum lukisan itu hilang.

          “Sebelum istirahat, setelah pelajaran PE4 di lapangan, ada memo di mejaku. Isinya ‘kumpulkan semua kunci loker kelas 2A kepada ketua kelas sebelum istirahat’ selanjutnya aku lupa.” Ujar Rio sambil mengingat-ingat.

          “Boleh aku lihat memonya?” Ryouji penasaran dengan memo tersebut, dan Rio langsung memberikannya.

Isi memo tersebut mempunyai alasan yang kuat mengapa kunci loker harus dikumpulkan, bunyinya:
         
“Kumpulkan semua kunci loker kelas 2A kepada ketua kelas sebelum istirahat. Agar tidak ada lagi yang menyimpan makanan didalam loker saat istirahat, sampai menyebabkan bau busuk didalamnya.”

Wali Kelas

                                                                                                 Kubo



Memang banyak kasus di sekolah tersebut mengenai perubahan fungsi loker menjadi kulkas. Dan karena murid-murid tersebut meninggalkan makanan diloker mereka terlalu lama, makanan tersebut basi dan baunya menjalar kemana-mana.

Sekilas hanya seperti memo biasa, namun Ryouji memperhatikan hal yang, mungkin bagi orang lain sepele, namun bagi seorang berdarah detektif seperti dia, hal sekecil apapun merupakan petunjuk baginya.

          “Goresan ini..” Ryouji menggumam sendiri.

          “Ryouji, sebenarnya tadi ada yang aneh. Saat pulang sekolah tadi, semua sudah mengambil kunci loker masing-masing, tapi Iori bilang ia belum dapat kuncinya, padahal aku sudah tidak memegang kunci lagi selain kunci loker ku sendiri.” Jelas Rio.

          “Heh? Benarkah?” Ryouji terkejut dengan penjelasannya.

          “Benar, aku nggak bohong deh. Tapi pas dicari-cari, Iori menemukan kuncinya di laci mejanya sendiri. Aku pikir dia sudah ambil, dan mungkin lupa bahwa ia meletakkannya di laci. Tapi... pas dia membuka lokernya, lukisan itu sudah hilang.” Wajah Rio menunjukkan paras wajah yang semakin bingung.

          “Apa bukan kau yang membuka loker Iori?” Tiba-tiba Yuta datang dari belakang.

          “Eh? Tidak mungkin. Untuk apa aku membuka lokernya?” tanya Rio.

          “Untuk mengambil lukisan, misalnya.” Celetuk Yuta.

Rio semakin bingung, “tidak mungkin, untuk apa aku mengambil lukisan itu. Bahkan aku tidak tahu kalau Iori menyimpan lukisan di dalam loker.”

          “Siapa tahu kau ingin mengerjai Iori. Oh, bukan mengerjai! Kalau sudah kelewatan seperti ini, pasti ada maksud lain. Dan kau sengaja mengambil lukisan itu saat melihatnya diloker.” Ucap Yuta dengan mengangkat dagunya.

          “Sudahlah, tidak ada bukti yang mengarah padanya, Yuta.” Jelas Ryouji sabar.

          “Tapi, cuma dia yang menyentuh kunci loker sebelum kejadian, kan?” tanya Yuta ngotot.

          “Jika dia pelakunya, untuk apa dia masih berdiri disini. Lebih baik ia pulang duluan, kan? Bukan menunggu disini untuk dituduh.” jelas Ryouji santai sambil melangkah ke arah loker.

          “Mungkin ia ingin bertanggung jawab atas kesalahannya pada Iori.” Yuta semakin ngotot sampai matanya hampir keluar.

          “Kenapa ia tidak langsung mengembalikan lukisan itu?” tanya Ryouji pada Yuta.

          “Mungkin ia takut?” Yuta semakin mengatakan hal yang tidak masuk diakal Ryouji.

          “Sudah kubilang, jika dia takut lebih baik dia pulang dan menganggap ia tidak berbuat apa-apa!” Ryouji semakin panas menghadapi Yuta.

          Yuta terdiam karena sudah kehabisan kata-kata. Ryouji juga tidak tega melihat Yuta mengkhawatirkan Iori. Sesaat, ia melihat kunci loker Iori, satu hal lagi tidak luput dari perhatiannya. Dan itu adalah......

          “Haru, Rio, panggil semua murid kelas ini kesini! Cepat! Sebelum mereka pulang!” Ryouji tersentak.

          “Ah.. ROGER!” Kata Haru.

          “Dan panggil Kubo-sensei5!” Teriak Ryouji.

          “Ryouji-kun, apa kau tahu sesuatu?” tanya Iori harap-harap cemas.

          “Aku baru mendapat beberapa petunjuk, yang pasti kita harus mengumpulkan orang-orang disini.” Jelas Ryouji, Iori hanya mengangguk saja.

          “Ryouji-kun, hanya ini yang belum pulang.” Ujar Rio sesampainya dikelas.

          “Baiklah, nggak apa-apa. Lebih baik ada meski cuma satu daripada tidak ada sama sekali.” Ryouji mulai berperibahasa, dan semua hening.

          “Ehem.. Tolong buka loker kalian masing-masing.” Ryouji memerintah bagaikan raja ayam yang berkuasa. Dan semua menuruti perintah sang raja untuk membuka loker masing-masing. Kemudian Ryouji menjelaskan mengenai Iori yang kehilangan lukisan dilokernya.

          Ryouji segera memeriksa loker satu- persatu, sampai di suatu loker....

          “Loker siapa ini?” Tanya Ryouji lantang mengagetkan orang-orang dikelas itu.

          “Ah, itu lokerku.” Seorang cewek tinggi nan cantik mengangkat tangannya.

          “Ada apa?” tanyanya lagi.

          “Tinta ini.. masih baru ya?” Ryouji menggumam kesekian kalinya.

          “Eh? Maksudmu?” Cewek itu tampak kaget.

Ryouji hanya diam mengamati tinta-tinta yang masih setengah kering menempel di pintu loker cewek itu.

          “Ryouji-kun tidak mungkin mencurigai Yuzu-chan, kan?” tanya Iori, mengarah pada cewek itu.

          Tiba-tiba guru gaul yang selalu ceria seperti tidak ada beban kehidupan masuk dan menunaikan kebiasaannya, menyanyi tanpa nada, “yo.. yo.. Apa kabar semua? Halo.. halo.. Apa kalian mendengarku? Ding.. dong.. Jawab dong..”

          “Sensei, hentikan tindakan bodohmu itu.” Haru menegur Kubo-sensei.

          “Ah, kalian ini tidak ada minat seni sama sekali. Dimana-mana kita harus menyanyi, agar jiwa dan raga ini selalu bugar, riang dan gembira.” Ujar Kubo-sensei dengan riangnya, seperti anak 5 tahun dibelikan lollipop.

Ryouji yang langsung to the point6, menarik Kubo-sensei ke belakang layar. Mereka menuju ke pintu kelas, dan mereka berbicara di balik pintu tersebut.

          “Sensei, apa benar sensei menaruh memo di meja Rio sebelum istirahat?” Ryouji bertanya setengah berbisik.

          “Hah? Memo? Seingatku tidak.” Jawabnya juga setengah berbisik.

          “Benarkah? Coba lihat ini! Apa sensei yakin tidak pernah menulisnya?” Ryouji memperlihatkan memo itu.

Kubo tampak terkejut, “Well, ini memang seperti tulisan ku. Tapi, aku tidak ingat menulis memo ini. Lagi pula, sebelum istirahat aku di kantor diknas, mengurus persiapan kakak-kakak kelas kalian yang akan mengikuti Ujian Nasional.” Jelas Kubo-sensei.

          “Hmm... Berarti pelakunya merupakan peniru yang baik.” Tukas Ryouji.

          “Atau mungkin dia penggemar rahasiaku? Sampai tulisanku pun dia tiru.” Celetuk Kubo berlinang air mata kebahagiaan.

          “Anggap saja begitu.” Ucap Ryouji dengan raut wajah yang sedang berpikir keras.

        “Memangnya ada apa sih dengan memo itu? Terus kenapa kalian belum pulang jam segini?” Tanya Kubo yang baru sadar sedari tadi.

“Ada pencuri dikelas binaan sensei ini. Sensei, tolong jangan katakan apapun tentang pembicaraan ini kepada mereka. Aku ingin lihat apa pelakunya sanggup bertahan.” Tukas Ryouji sembari menarik kenop pintu.

          “OH. Siap!” Kubo memperagakan gerakan hormat.

          Ryouji berjalan lagi menyusuri setiap loker yang terbuka, dan mengecek barang-barang didalamnya. Kemudian ia terhenti lagi di loker Yuzu. Ia melihat cermin kecil yang ujungnya sedikit basah. Ia mengarahkan cermin itu ke hidungnya, berusaha mencium bau air itu.

          “Ada apa dengan cermin ku?” Tanya Yuzu mencurigai tindakan Ryouji.

          “Nggak apa-apa, air di cermin ini menarik perhatianku. Apa saat membuka loker tanganmu basah?” Tanya Ryouji.

          “Aku rasa itu air dari botolku yang bocor. Saat aku mengambil lap untuk mengelap botolku di loker, sepertinya air menetes di cermin itu.” Jawab Yuzu.

          “Boleh aku lihat botolmu?” Tanya Ryouji sambil memerika barang Yuzu yang lain, namun ia tidak menemukan lukisan itu, maupun diloker lain.

          “Ah.. Sudah kubuang. Aku tidak mau membawa botol itu kerumah, aku masih bisa beli yang baru.” Ujar Yuzu dengan tampang juteknya.

          “Dimana kau membuangnya?”

          “Ya.. ditempat sampah.. Memangnya kenapa? Apa kau mencurigaiku?” Yuzu mulai risih dengan tindakan Ryouji.

          “Ryouji! Yuzu tidak mungkin mencuri.” Haru angkat suara membela Yuzu.

          “Kenapa tidak?” Yuta melirik.

          “Mana mungkin Yuzu yang cantik mencuri.” Haru menatap Yuzu sambil nyengar-nyengir sendiri.

          “Oh iya, ya?” Ujar Yuta dan Ryouji bersamaan, seakan-akan mereka mau muntah satu bak.

          “Aku hanya berusaha mengumpulkan-“ Belum sempat Ryouji menyelesaikan kata-katanya, tiba-tiba Yuta menariknya.

          “Ryouji, apa aku perlu mencari botolnya di tempat-tempat sampah?” Yuta berbisik.

          “Dibilang perlu, ya nggak perlu-perlu amat. Dibilang nggak perlu...”Ryouji tampak bimbang.

          “Kau ini detektif lelet.” Yuta menyipitkan matanya yang sebenarnya sudah sipit.

          “Kecepatan ku hanya 200 Mbps.” Sahut Ryouji yang tidak rela dikatakan lelet. Lalu, mereka melihat Iori berjalan ke arah mereka.

          “Ryouji-kun, kamu mencurigai Yuzu, kan?” Tanya Iori dengan pelan.

          “Yuzu tidak mungkin mencuri, ia sahabat baikku.” Kata Iori lirih.

          “Beberapa bukti mengarah padanya, Iori.” Tukas Ryouji, dan tentu saja Iori dan Yuta kaget.

          “Iori, apa ada hal lain mengenai lukisan itu, selain ukurannya yang kecil?” Tanya Ryouji, yang merasa masih ada petunjuk yang belum ia ketahui.

          “Oh.. Ibu bilang, lukisan itu gambarnya bisa hilang.”

          “Hehhh?? Ba-bagaimana bisa?” Yuta tergagap.

          “Aku tidak tahu, aku juga belum pernah lihat. Ibu juga pernah bilang, om Leonardo mengatakan padanya bahwa lukisan itu terlihat oleh anak kecil, namun tidak terlihat orang dewasa.” Iori manyun saking bingungnya. “Dan ibu punya kebiasaan menggosok kaca lukisan itu dengan lilin, katanya supaya menempel dengan erat, dan tidak basah kalau lukisannya kena air.” Penjelasan Iori membuka pikiran Ryouji.

          “Apa Yuzu tahu hal ini?” Ryouji penasaran.

          “Tentu saja. Dia sahabat baikku, aku selalu menceritakan apapun padanya. Termasuk lukisan ini.” Jawab Iori semangat.

          “Terima kasih, Iori.” Kata Ryouji sambil memegang pundak Iori kemudian berlari keluar kelas, dan menuju ke arah auditorium. Yuta dan Iori hanya bengong melihat Ryouji yang tiba-tiba semangat.

          “Dia pasti sudah tahu kebenarannya. Dasar anak itu.” Gumam Yuta sambil tersenyum kecil, yang sudah tahu kebiasaan Ryouji.
         
 


Didepan akuarium yang terletak di samping Auditorium sekolah, Ryouji berjongkok menatap akuarium itu.. Dan tersenyum.. Aku mengerti, hanya dia pelakunya, batinnya. Kemudian ia berjalan menyusuri koridor sekolah menuju kelas sambil mengamati langit biru lewat jendela, seakan-akan ia mendapat ilham dari langit itu mengenai kasus kali ini.



         
          Ryouji kembali kekelas dan mengarah ke loker, sementara Yuta dan Haru menghampirinya dengan ribuan pertanyaan.

          “Ryouji, kau mendapat petunjuk lain?” Tanya Haru.

          “Kau tahu pelakunya? Lukisannya? Dimana dimana?” Yuta mendendangkan lagu dangdut bergenre Korean pop tersebut.

          “Kebenarannya sudah terungkap, bisakah kau mengaku... Kubo-sensei?” Ryouji bertanya kepada Kubo-sensei yang ditanggapi dengan kata “HEEEEH” oleh seisi kelas.

          “Ryoujiii, tidak mungkin aku melakukannya!!” Kubo yang kaget berusaha mengungkapkan bahwa bukan dia pelakunya.

          “Kau membuat memo ini dengan pulpen yang lambat mengering. Setelah membuatnya, kau meletakkan di kantong bajumu dan tanpa sadar salah satu huruf dimemo itu tergores karena tinta yang belum mengering itu.” Jelas Ryouji.

          “Tapi, Ryouji.. Untuk apa sensei melakukan itu?” Tanya Haru karena merasa tidak masuk akal jika sensei mencuri.

          “Tanya saja padanya.”

          “Tidak, tidak. Bukan sensei-“

          “Yuzu! Kau mau membuang pulpen itu?” Ryouji langsung menyambar pulpen di tangan Yuzu yang hampir masuk ketempat sampah.

          “Sudah kuduga.. Kau pelakunya!” Kata Ryouji keji dengan kilat-kilat dan petir menatap Yuzu. Yuzu hanya terdiam.

          “Ryouji-kun, kau ini apa-apain sih? Tidak mungkin Yuzu mengambilnya, dia tahu betapa berharganya lukisan itu bagi ibuku dan aku.” Iori protes.

          “Justru karena dia tahu betapa berharganya itu bagimu.” Ryouji menatap Yuzu yang hanya tertunduk, kemudian mengangkat kepalanya.

          “Bukan aku! Untuk apa aku mengambil lukisan kecil begitu, apa untungnya?” Yuzu melawan.

          “Buktinya sudah jelas.. Goresan dimemo itu, tinta di pintu lokermu, bahkan kau mungkin tidak tahu bahwa tinta itu menempel di kunci loker Iori dan kantongmu. Atau kau memang tidak sadar bahwa pulpen itu bocor dikantongmu, sampai tinta itu menempel dimana-mana. Kau baru sadar saat aku memancingmu, dengan mengatakan kepada sensei bahwa memo itu ditulis dengan tinta yang lambat mengering. Kau mengingat pulpenmu dan saat kau lihat, pulpen itu sudah bocor dikantongmu. Dan sesuai dugaanku, kau pasti ingin secepatnya membuang bukti tersebut.” Penjelasan Ryouji membuat Kubo-sensei bernapas lega, mungkin ia kira akan ditangkap atas tuduhan tak bersalah pencurian lukisan kecil tak berarti.

          “Lukisan itu.. Jika aku mencurinya, dimana aku menyimpannya? Kau sudah memeriksa lokerku kan? Dan loker yang lain? Bahkan Rio sudah memeriksa tas kami semua, namun lukisan itu tidak ditemukan.” Yuzu bergaya seperti preman menantang.

          “Soal itu... aku sudah tahu dimana.” Tukas Ryouji.

          “Uwaaaah! Ryouji mengetahuinya? Aku bingung apakah sel kelabu diotakmu lebih banyak dari kami?” Celetuk Haru heran.

          “Kau memanfaatkan cerita Iori, bahwa kata ibunya gambar lukisan itu bisa hilang, dan lukisan itu bisa terlihat anak kecil, tapi tidak terlihat orang dewasa. Kau tahu cerita itu, kan?” Ujar Ryouji.

          “Ya, dia menceritakan apapun padaku.” Jawab Yuzu dengan enggan.

          “Air di cermin itu, bukan bau air biasa. Bukan bau air minum mu. Tapi, seperti bau air ikan.” Tukas Ryouji. Iori yang mendengar perkataan Ryouji, langsung berlari keluar menuju auditorium, sementara yang lain mengejarnya dari belakang, termasuk Yuzu. Ia sampai di akuarium samping auditorium, namun ia tidak melihat lukisan didalamnya, hanya sebuah cermin kecil.

          “Terlihat oleh anak kecil, tidak terlihat orang dewasa! Kau pasti tahu maksudnya Iori!!” Teriak Ryouji yang masih berlari menuju akuarium. Setelah berpikir keras, Iori menyadari maksud kata-kata tersebut, dan ia segera berjongkok.

          “Haaa.. Bulan tersenyum didalam air.” Ujar Iori tersenyum lebar.

          “Dimana, Iori? Aku tidak melihatnya.” Yuta yang masih ngos-ngosan sehabis berlari kebingungan saat melihat akuarium.

          “Itu..” Iori menunjuk kearah lukisan tersebut.

          “Dimana?? Itu hanya sebuah cerm-“

          “Coba kau jongkok.” Iori menariknya. Dan Yuta kaget setengah mati! Ia bisa melihat lukisan itu. Kemudian ia mencoba berdiri-jongkok-berdiri-jongkok sambil melihat lukisan itu. Dan di pandangannya pun lukisan itu masih menjadi cermin saat ia berdiri. Yang lain pun mengikuti Yuta untuk memastikan keajaiban lukisan itu, mereka tampak seperti ibu-ibu senam menjelang matahari terbenam.

          “Iori, kau bilang ibumu sering menggosok kaca lukisan itu dengan lilin, kan? Itulah tujuannya. Agar air tidak masuk kedalam lukisan tersebut. Dan yang dimaksud dengan gambarnya yang bisa menghilang adalah bahwa gambar itu terlihat seperti cermin dalam posisi berdiri seperti ini.” Ryouji menjelaskan.

          “Lalu, maksud dari terlihat oleh anak kecil, tapi tidak terlihat orang dewasa?” Tanya Yuta.

          “Seperti yang kau lakukan tadi, kau hanya bisa melihat lukisan didalam akuarium itu saat jongkok, kan? Saat kau jongkok, tinggimu sama seperti anak kecil, mungkin yang dimaksud Leonardo Da Vinci itu mengenai tinggi badan, bukan umurnya.” Ujar Ryouji.

          “Semacam metafora ya.” Sahut Rio yang masih memeragakan senam jongkok-berdiri-jongkok-berdiri, entah kapan dia akan berhenti.

          “Setelah Yuzu memasukkan lukisan itu di akuarium, ia pasti ingin mengelap tangannya yang basah dengan handuk kecil dilokernya, dan air itu menetes ke cerminnya. Tapi, karena suhu panas dan sedikit lembap di loker, air di cermin itu lambat mengering. Karena itu aku tahu lalu mengecek akuarium ini. Dan ternyata ketemu.” Ryouji menjelaskan lagi.

          “Yuzu-chan, kenapa?” Iori bingung akan berkata apa. Yuzu mendesah dan berkata, “Huuft.. Bagaimana rasanya kehilangan hal yang kau sayangi?” Iori terkejut dan menatap Yuzu tanpa berkedip, seakan-akan di jidatnya tertulis “maksudmu?”

          “5 bulan 9 hari yang lalu, kau mengambil peranku. Drama “Bokura no Ashiato” di Tokyo Dome, yang seharusnya pemeran utamanya adalah aku, kau rebut hanya dengan uang. Masih ingat? Sejak itu, aku tidak percaya dengan satu orang teman pun, bahkan aku tidak mau lagi berteman dengan siapapun. Di khianati itu sakit, kau tahu?” Yuzu berkata sinis.

“Karena itu, saat aku mengambil kunci loker ku, aku juga sengaja mengambil kunci lokermu, yang nomornya sangat ku hafal, nomor 30!” Ujar Yuzu lagi. Iori yang berusaha mengingat-ingat kejadian itu akhirnya menjawab, “Yuzu, aku bukan bermaksud merebut. Aku hanya bercanda pada papa dan bilang bahwa aku juga ingin bermain drama, dan papa menanggapinya dengan serius-“

          “Terus? Papamu membayar produser dan aku langsung diberhentikan?” Mata Yuzu mulai memerah, “kau tahu kan aku sangat menyukai drama? Kau tahu kan dari SMP aku selalu ikut ekskul itu disekolah? KAU TAHU KAN-“

          “AKU INGIN BERMAIN DRAMA DENGAN YUZU!” Iori berteriak dan ia menangis. “Waktu itu.. aku dibolehkan ikut drama oleh produser, tapi hanya sebagai pendamping. Aku akan menjadi maid7 Yuzu di drama itu. Tapi, 2 hari setelah itu, Yuzu-chan tidak bisa dihubungi dan menghilang. Akhirnya, dengan terpaksa aku yang menggantikanmu.” Iori menjelaskan dengan termehek-mehek. Sementara, Yuzu hanya terdiam dan mulai mengetahui bahwa waktu itu ia salah paham, ia bahkan sudah memutuskan untuk tidak membuka hatinya pada seorang teman pun, karena ia merasa sakit sekali saat dikhianati, hingga sejak itu ia merasa bahwa sendiri itu lebih menyenangkan, walaupun senyum diwajahnya menghilang dan hanya tampak saat ia bersama Iori.. Ia sadar ia telah melakukan kesalahan, bahkan ia telah menyusun rencana untuk balas dendam dan membuat temannya juga merasakan yang namanya dikhianati.. Ia baru tahu bahwa waktu itu ia bukan digantikan, tapi semua sudah terlanjur.. Waktu tidak dapat diputar kembali..

          “Dunia ini memang keras, tapi jangan keraskan hatimu juga. Lagi pula, dia sahabat baikmu, kan? Kau sudah diberi sahabat seperti dia, yang bahkan selalu ikut kemanapun kamu pergi.” Ryouji berorasi sambil mengetuk-ngetuk kaca akuarium, lalu ia memasukkan tangannya ke akuarium dan mengambil lukisan itu, lalu memberikannya pada Iori.

          “Kau tahu? Hidup didunia ini tanpa teman, sama saja dengan.. mati..” Kata Ryouji dengan dingin sambil berjalan kearah jendela, “sama dengan langit.. Kau tahu berapa luasnya langit ini? Tidak terbatas, bukan? Langit ini tidak ada akhirnya. Tapi.. langit biru yang luas dan cantik, tanpa awan, bintang, bulan dan sebagainya, sama saja kosong, dan menyedihkan.. Karena itu, langit terbuka bagi siapa saja yang datang padanya. Langit pun butuh teman, bukan? Langit juga ingin memiliki akhir yang bahagia, kau tahu?” Ujar Ryouji sembari tersenyum semanis mungkin kepada Yuzu.

          Yuzu menahan tangisnya sampai wajahnya memerah, “maaf, Iori.. Aku minta maaf.. Aku cuma nggak bisa terima waktu sahabat ku sendiri mengkhianati ku.” Yuzu memegang pundak Iori sambil tertunduk.

          “Ini semua cuma salah paham, Yuzu. Kau tidak salah, aku yang bodoh! Harusnya waktu itu aku bilang dulu padamu, bahwa aku juga ingin bermain drama denganmu.” Ujar Iori yang juga berlinang-linang air mata. Mereka pun berpelukan. Sementara, Yuta dan Haru juga menangis sesenggukkan saking terharunya, bahkan mereka sampai menjerit-jerit. Kemudian mereka mendatangi Iori dan Yuzu, dan berkata, “BERPELUKAN..” Mereka juga menarik Ryouji, dan mereka berpelukan layaknya Telletubies.

          “Aku memang bodoh.. Menulis dengan tinta yang lambat mengering, bahkan tidak sadar bahwa pulpen itu bocor dan tintanya menempel dimana-mana. Ini pasti karena aku gugup, aku sangat gugup sampai gemetaran, kau tahu? Apa lagi setelah aku mengambil lukisan itu, Kubo-sensei datang dan aku yang kaget buru-buru menyimpan kunci lokermu dikantong bajuku yang terkena tinta. Bahkan tinta itu menempel di pintu lokerku juga. Bahkan.. aku tidak memperhatikan air akuarium di cerminku itu.” Yuzu menjelaskan sembari tertawa kecil mengingat kecerobohannya.

          “Ikan-ikan ini baru diberi makan sebelum pulang sekolah, karena itu bau makanan ikan sangat jelas tercium di air yang ada dicerminmu.” Sambung Ryouji.

“Wanita memang sulit dimengerti. Pasti emosi duluan, beda dengan kami para lelaki.” Ujar Ryouji lagi dengan enteng.

          “Berbanggalah menjadi laki-laki.. Yeahh.” Yuta seperti pejuang hak lelaki.

          “Aku baru mengerti, bahwa Yuzu sangat menyayangi Iori. Bisa terlihat bahwa ia mempercayai Iori, karena itu saat merasa di khianati ia marah besar.” Ujar Haru merenung dengan mata berkaca-kaca.

Sementara trio lelaki itu sedang berbincang, Iori dan Yuzu datang dari belakang. Yuzu menggandeng tangan kiri Ryouji, dan Iori menggandeng tangan kanan Ryouji.

          “Heh?? A-ada apa ini?” Ryouji tersentak. Sementara dua cewek cantik ini hanya S3 – Senyum Senyum Sendiri.

          “Untuk berterima kasih pada detektif Ryouji, aku traktir makan ramen deh.” Yuzu menawarkan, dan Iori mengangguk-ngangguk.

          “Haah?! Bagaimana dengan kami?” Yuta dan Haru kewalahan karena Ryouji mendapatkan dua bidadari duluan.

          “Umm.. kalian boleh ikut, tapi bayar sendiri ya! Tuan detektif kan sudah capek memikirkan kasus ini gara-gara aku.” Kata Yuzu sambil bersiul. Kemudian Yuzu dan Iori menarik Ryouji berjalan bersama, masih tetap bergandengan.

“Mulai sekarang aku ingin menjadi seperti bintang..” Ujar Yuzu dengan bahagianya, “aku ingin berteman dengan langit, dan membantu meneranginya dimalam hari.”

“Aku akan menjadi bulan, jadi aku dan Yuzu akan bekerja sama.” Kata Iori semangat dan mengajak Yuzu high-five. “Kalau Ryouji.. sudah pasti langitnya! Bagaimana?” Tanya Iori pada Ryouji yang bengong, “kenapa harus langit?” Tanya Ryouji masih malu- malu karena digandeng dua orang gadis.

“Karena Ryouji orangnya terbuka, cerah, dan ceria.. Pokoknya senang deh kalau lihat Ryouji!” Ujar Iori tersenyum layaknya bidadari dari langit ke 7, sehingga Ryouji tersipu- sipu.

“Kalau yang dua dibelakang apa ya??” Lirik Yuzu ke dua makhluk di belakang mereka yang sedang melakukan aksi ngambeknya dengan salto.
“Tidak tahulah, tapi yang pasti.. tanpa mereka langit juga akan hampa.” Jawab Ryouji yang disambut anggukan Iori dan Yuzu.

 Sementara itu, Haru dan Yuta mengalami yang namanya patah hati, mereka hanya mengikuti dari belakang dengan hati tersayat-sayat dan wajah miris.



--THE END--






Writer Desire: At the age of 20th years old, i wish Ryosuke-kun be the best and give the best as always. Keep healthy, handsome, mature (but i prefer cute to mature ><), chubby, solid with the other JUMPs, and of course keep love us, JUMPers! Daisuki da yoo^^





Glosarium:
1.   Senpai: Sebutan untuk kakak kelas (laki-laki)
2.   –chan: akhiran untuk memanggil teman perempuan (nama-chan)
3.   -kun: akhiran untuk memanggil teman laki-laki (nama-kun)
4.   PE: Physichal Education
5.   Sensei: Guru
6.   To the point: Langsung ke inti
7.   Maid: Pelayan

No comments:

Post a Comment