NOTE: Reader, before you browsing to reading please make sure you read fanfiction in here according to your age. If you not yet 17 yo, we suggest you to read fanfiction with rating G, PG-13, PG-15. Rating NC-17 and NC-21 just for addult. Please follow this rule shake your self!

Thursday, May 2, 2013

[Series] Dear God Of RUTHLESSNESS (1/2) by Anis Ki




Title             : Dear God of Ruthlessness
Pairing         : Ryo and Suke (is tha a pairing?=”=)
Cast              : Ryosuke Yamada as Ryo and Suke
Genre          : Slice of life/Angst/tragedy
Rating           : G
Length         : 2 Chap (series)
Language    : Indonesia
Author         : Me
- Ichiban      :Chinen Yuri-san (yuyu-yayang nyaha~)
- Reason join this project: Yama-chan ofcourse… yup! Because it’s Yama-chan’s b’day rite?
Disclaimer    : I own tha plot
Summary     : “ kau pikir, kenapa kita terlahir ke dunia terpisah?”
A/N              : inspired by few songs and quotes. Aaaaaannnnnd ofcourse the impressive thriller




 RYO’s POV
Hanya angin panas yang menyentuh setiap inci kulit ku adalah satu-satunya yang bisa ku ingat. Tak ku ingat warna apa yang dipakai langit ketika itu, tak ku ingat warna daun yang dengan berisik bergesekan ketika itu. Ketika ku gandeng tangan yang serupa dengan tangan ku. Kaki kecil yang serupa dengan kaki ku, berdiri diatas karpet yang basah dengan darah. Tangan yang ku genggam, tubuh, rambut, telinga, mata, semua milik nya hanya seperti meniru ‘aku’. Di hari yang berisik oleh daun yang gemerisik, hanya tangis kecil yang membedakan aku dengan tubuh di samping ku. Wajah nya basah dengan air mata, seakan dia mengerti apa yang tak ku mengerti ketika itu. Ketika ku sentuh wajah ku yang kering, baru ku sadari. Dia bukan cermin ku.
“RYO! BANGUN! Kelas sudah berakhir!”
Huh? Yaotome? Hee? Mimpi?.
“ouch! Tidak bisa membangunkan ku dengan cara yang lebih baik?”
“apa? Kau mau ku cium seperti putri tidur?” sekarang Yaotome melakukan hal bodoh menyodorkan bibirnya kea rah ku. Eh? Kelas sudah sepi?.
“hoek! NO!- awas!” gawat! Aku harus bergegas.
“heee?! Mau kemana?”
“Suke! Aku pulang dengan Suke!”
“apa? Dia lagi? Matta-~~~” Tak ku dengar ocehan Yaotome yang ku tinggalkan. Aku harus buru-buru. Tak boleh ketinggalan Suke.
Wah, aku benar-benar terlalu pulas. Sekolah benar-benar sudah setengah sepi. Tapi… sudah lama sekali sejak aku bermimpi kejadian itu lagi. Fuhhhh itu melelahkan.
“WHOAA!”
Seorang anak laki-laki berkacamata dan seorang anak laki-laki berponi dengan wajah shock melihat ku. Mereka merapatkan punggung nya ke tembok koridor.
“shit! Wajah mereka sama! Aku hampir kena jantung!” kata anak laki-laki berponi itu panic.
Haaah~ selalu seperti ini.
“apa yang kau lakukan pada Suke?” sudah seperti otomatis untuk ku. Ku tahan sebelah bahu anak laki-laki berponi itu lebih rapat ke tembok.
Setiap kali orang-orang melihat ku dengan shock, pasti sebelum nya mereka sudah melihat atau melakukan sesuatu pada Suke. Itu seperti hal yang ‘sudah pasti’.
“apa?! Ka__kami tidak–!” anak laki-laki berponi itu memandang teman berkaca mata nya meminta bantuan.
“k-kami tidak melihat apa pun! Sungguh!” anak laki-laki berkacamata itu langsung berlari meninggalkan teman berponi nya yang masih bersama ku.
“jadi? apa yang kalian lihat? Suke?” pandangan ku sudah malas pada anak laki-laki berponi ini.
“a— aku—“  ah, baiklah. anak laki-laki ini membuat ku kesal.
Belum sempat ku lepaskan kepalan ku ke wajah merengut ketakutan menyebalkan milik si poni yang meringkuk di depan ku. Suara pintu bergeser dari ruang di ujung koridor.
“–Ryo?”
“Suke!” ku lepaskan anak laki-laki tak berguna yang berlari tergopoh gopoh menjauh. Aku tidak peduli. Kaki ku langsung berlari mendekati sosok yang sama dengan ku. Suke-ku.
“kau tidak apa apa? Luka? Dimana? Siapa? Ho? Huh?” ku periksa semua ‘bagian’ nya. Wajah, lengan, kaki. Tidak ada luka tambahan. Masih tetap rapih.
“tsk! Aku baik-baik saja!” kata nya datar.
“kau yakin?” aku tak yakin dia baik-baik saja. Dia berjalan menuruni tangga di depan ku. Cara berjalan nya normal. Tapi—“kau yakin? Habis, barusan ada dua anak yang kaget ketakutan melihat ku!”
Untuk beberapa detik, Suke menghentikan langkah nya. “—itu mungkin karena kau memang menakutkan!” nada suaranya masih datar.
Bukan tanpa alasan aku menjadi protektif seperti ini. Aku sudah tau kalau kami berbeda. Mereka bilang, kembar diciptakan dari satu, tapi tuhan membagi nya menjadi dua. Tapi mereka tetap satu. Aku sudah tau itu. Apa maksud semua itu. Tentu saja. Ketika aku seperti ini, aku tak peduli apa pun siapa pun. Aku pun tak merasakan sesuatu yang istimewa seperti bahagia, senang, harapan, sedih atau apa pun itu. Aku punya tubuh ini. Dan aku mengerti, Suke memiliki yang lain yang taka da pada ku. Aku juga tau, itulah kenapa dia terlihat lebih indah daripada aku. Dia peduli, terlalu peduli samapi-sampai membuatnya mudah di bullyI. Tapi aku tau kami kuat. Suke tak sekuat aku secara fisik. Dia kuat di sisi lain. Tak apa, biar aku yang melindungi fisik kami, jadi dia bisa melindungi kami dengan cara lain. Suke adalah adik ku. Separuh nyawa ku.
RYO’s POV
Tiga hari? Yah, hamper tiga hari Suke tak pulang bersama ku. Rapat komite? Hah, dia memang sangat berbeda dengan ku. Aku cukup kaget, kalau ternyata dia bisa bersosialisai juga.
“hey! Kau pikir aku bisa masuk komite siswa?”
“haaa!” dengan wajah menjengkelkan, Dai-chan memberi ku pandangan cemas.“kau membenturkan kepala mu Ryo?” kata nya memeriksa kening ku.
“apa maksud mu? Aku hanya khawatir, apa Suke ba—“
“ya~~~~ Suke lagi? Ayolah dia seumur dengan mu! Kau saja sudah bisa masuk karaoke! Itu berarti sudah dewasa kan? “  Dai-chan menyeret bahu ku semangat.
Kadang kadang aku penasaran. Disekeliling ku yang berisik seperti ini, tempat ku yang penuh dengan omongan yang tak semuanya bisa ku mengerti. Bagaimana dunia Suke? Apakah sama? Apa dia melihat dunia yang berbeda dari apa yang ku lihat? Lebih indah kah? Lebih gelap kah?. Yah, aku penasaran bagaimana dunia di sisi lain ku.
Dulu tak aku mengerti. Katika kami pertama masuk panti asuhan setelah wanita yang mereka panggil ibu kami, menyayat nadi nya. Aku tak tau apa yang harus kulakukan. Aku hanya mengenggam tangan Suke disebelah ku. Jika aku berkata aku sedih, aku takut aku akan menangis. Jika aku berkata aku sakit, aku takut aku akan benar-benar merasa sakit. Kenapa aku tidak tertawa saja. Tertawa. Tertawa. Tertawa. Dan semua orang juga tertawa.
Saat itu, hanya Suke yang bertanya ‘kenapa Ryo menangis?’
Dan aku tau. Entah bagaimana. Suke ber-parallel dengan ku.
“oi!oi!oi! jangan melamun!—“ Dai-chan kembali membangunkan ku. Dia mengacak-acak rambut ku dengan senang.
“hee?! Itu adik mu kan? Suke?” kepala ku reflex mengikuti arah telunjuk Keito.
Kepala ku pusing. Pikiran ku yang sedang melayang mengunjungi masa lalu seakan ditarik paksa kembali ke kepala ku dan mulai penuh dengan banyak pertanyaan. Mata ku memasok banyak pertanyaan ke kepala ku tentang  apa yang ku lihat. Aku melihat Suke dengan kemeja biru kusut. Dia bersama banyak berandal di depan bar remang. Di bully lagi?. Tidak, dia tertawa bersama berandal-berandal itu. Di tempat seperti ini?.
Kaki ku melangkah otomatis kearah Suke disebrang. Dia bilang rapat komite. Aku tak mendengar sahutan-sahutan teman-teman ku yang entah berteriak teriak apa. Apa yang dia lakukan di tempat seperti itu?. Aku tak peduli beberapa mobil yang membunyikan klakson dengan marah ketika aku menyebrang. Rokok? Jangan! Jangan masuk kedalam tempat itu!. Aku berlari mengejar punggung Suke yang menghilang dibalik pintu kerlap-kerlip bar.

Terkadang. Aku  benar-benar penasaran, bagaimana dunia yang berparallel dengan punyaku.
Dunia Suke …

—To be continue

No comments:

Post a Comment