Title
: Dear God of Ruthlessness
Pairing
: Ryo and Suke (is tha a pairing?=”=)
Cast
: Ryosuke Yamada as Ryo and Suke
Genre
: Slice of life/Angst/tragedy
Rating
: G
Length
: 2 Chap (series)
Language : Indonesia
Author
: Me
- FB Link
: https://www.facebook.com/anis.keybum?ref=tn_tnmn
- Ichiban
:Chinen Yuri-san (yuyu-yayang nyaha~)
- Reason join this project: Yama-chan
ofcourse… yup! Because it’s Yama-chan’s b’day rite?
Disclaimer : I own
tha plot
Summary : “
kau pikir, kenapa kita terlahir ke dunia terpisah?”
A/N
: inspired by few songs and quotes. Aaaaaannnnnd ofcourse the impressive
thriller
RYO’s
POV
Hanya angin panas yang menyentuh setiap
inci kulit ku adalah satu-satunya yang bisa ku ingat. Tak ku ingat warna apa
yang dipakai langit ketika itu, tak ku ingat warna daun yang dengan berisik
bergesekan ketika itu. Ketika ku gandeng tangan yang serupa dengan tangan ku.
Kaki kecil yang serupa dengan kaki ku, berdiri diatas karpet yang basah dengan
darah. Tangan yang ku genggam, tubuh, rambut, telinga, mata, semua milik nya
hanya seperti meniru ‘aku’. Di hari yang berisik oleh daun yang gemerisik,
hanya tangis kecil yang membedakan aku dengan tubuh di samping ku. Wajah nya
basah dengan air mata, seakan dia mengerti apa yang tak ku mengerti ketika itu.
Ketika ku sentuh wajah ku yang kering, baru ku sadari. Dia bukan cermin ku.
“RYO! BANGUN! Kelas sudah berakhir!”
Huh? Yaotome? Hee? Mimpi?.
“ouch! Tidak bisa membangunkan ku
dengan cara yang lebih baik?”
“apa? Kau mau ku cium seperti putri
tidur?” sekarang Yaotome
melakukan hal bodoh menyodorkan bibirnya kea rah ku. Eh? Kelas sudah sepi?.
“hoek! NO!- awas!” gawat! Aku harus
bergegas.
“heee?! Mau kemana?”
“Suke! Aku pulang dengan Suke!”
“apa? Dia lagi? Matta-~~~” Tak ku dengar
ocehan Yaotome yang ku tinggalkan. Aku harus buru-buru. Tak boleh ketinggalan
Suke.
Wah, aku benar-benar terlalu pulas. Sekolah
benar-benar sudah setengah sepi. Tapi… sudah lama sekali sejak aku bermimpi
kejadian itu lagi. Fuhhhh itu melelahkan.
“WHOAA!”
Seorang anak laki-laki berkacamata dan
seorang anak laki-laki berponi dengan wajah shock melihat ku. Mereka merapatkan
punggung nya ke tembok koridor.
“shit! Wajah mereka sama! Aku hampir
kena jantung!” kata anak laki-laki
berponi itu panic.
Haaah~ selalu seperti ini.
“apa yang kau lakukan pada Suke?” sudah seperti
otomatis untuk ku. Ku tahan sebelah bahu anak laki-laki berponi itu lebih rapat
ke tembok.
Setiap kali orang-orang melihat ku dengan
shock, pasti sebelum nya mereka sudah melihat atau melakukan sesuatu pada Suke.
Itu seperti hal yang ‘sudah pasti’.
“apa?! Ka__kami tidak–!” anak laki-laki
berponi itu memandang teman berkaca mata nya meminta bantuan.
“k-kami tidak melihat apa pun!
Sungguh!” anak laki-laki
berkacamata itu langsung berlari meninggalkan teman berponi nya yang masih
bersama ku.
“jadi? apa yang kalian lihat? Suke?” pandangan ku sudah
malas pada anak laki-laki berponi ini.
“a— aku—“ ah, baiklah.
anak laki-laki ini membuat ku kesal.
Belum sempat ku lepaskan kepalan ku ke
wajah merengut ketakutan menyebalkan milik si poni yang meringkuk di depan ku.
Suara pintu bergeser dari ruang di ujung koridor.
“–Ryo?”
“Suke!” ku lepaskan anak
laki-laki tak berguna yang berlari tergopoh gopoh menjauh. Aku tidak peduli.
Kaki ku langsung berlari mendekati sosok yang sama dengan ku. Suke-ku.
“kau tidak apa apa? Luka? Dimana?
Siapa? Ho? Huh?” ku periksa semua
‘bagian’ nya. Wajah, lengan, kaki. Tidak ada luka tambahan. Masih tetap rapih.
“tsk! Aku baik-baik saja!” kata nya datar.
“kau yakin?” aku tak yakin dia
baik-baik saja. Dia berjalan menuruni tangga di depan ku. Cara berjalan nya
normal. Tapi—“kau yakin? Habis, barusan ada dua anak yang kaget ketakutan
melihat ku!”
Untuk beberapa detik, Suke menghentikan
langkah nya. “—itu mungkin
karena kau memang menakutkan!” nada
suaranya masih datar.
Bukan tanpa alasan aku menjadi protektif
seperti ini. Aku sudah tau kalau kami berbeda. Mereka bilang, kembar diciptakan
dari satu, tapi tuhan membagi nya menjadi dua. Tapi mereka tetap satu. Aku
sudah tau itu. Apa maksud semua itu. Tentu saja. Ketika aku seperti ini, aku
tak peduli apa pun siapa pun. Aku pun tak merasakan sesuatu yang istimewa
seperti bahagia, senang, harapan, sedih atau apa pun itu. Aku punya tubuh ini.
Dan aku mengerti, Suke memiliki yang lain yang taka da pada ku. Aku juga tau,
itulah kenapa dia terlihat lebih indah daripada aku. Dia peduli, terlalu peduli
samapi-sampai membuatnya mudah di bullyI.
Tapi aku tau kami kuat. Suke tak sekuat aku secara fisik. Dia kuat di sisi
lain. Tak apa, biar aku yang melindungi fisik kami, jadi dia bisa melindungi
kami dengan cara lain. Suke adalah adik ku. Separuh nyawa ku.
—
RYO’s POV
Tiga hari? Yah, hamper tiga hari Suke tak
pulang bersama ku. Rapat komite? Hah, dia memang sangat berbeda dengan ku. Aku
cukup kaget, kalau ternyata dia bisa bersosialisai juga.
“hey! Kau pikir aku bisa masuk
komite siswa?”
“haaa!” dengan wajah
menjengkelkan, Dai-chan memberi ku pandangan cemas.“kau membenturkan kepala
mu Ryo?” kata nya memeriksa
kening ku.
“apa maksud mu? Aku hanya khawatir,
apa Suke ba—“
“ya~~~~ Suke lagi? Ayolah dia seumur
dengan mu! Kau saja sudah bisa masuk karaoke! Itu berarti sudah dewasa kan? “ Dai-chan
menyeret bahu ku semangat.
Kadang kadang aku penasaran. Disekeliling
ku yang berisik seperti ini, tempat ku yang penuh dengan omongan yang tak
semuanya bisa ku mengerti. Bagaimana dunia Suke? Apakah sama? Apa dia melihat
dunia yang berbeda dari apa yang ku lihat? Lebih indah kah? Lebih gelap kah?.
Yah, aku penasaran bagaimana dunia di sisi lain ku.
Dulu tak aku mengerti. Katika kami pertama
masuk panti asuhan setelah wanita yang mereka panggil ibu kami, menyayat nadi
nya. Aku tak tau apa yang harus kulakukan. Aku hanya mengenggam tangan Suke
disebelah ku. Jika aku berkata aku sedih, aku takut aku akan menangis. Jika aku
berkata aku sakit, aku takut aku akan benar-benar merasa sakit. Kenapa aku
tidak tertawa saja. Tertawa. Tertawa. Tertawa. Dan semua orang juga tertawa.
Saat itu, hanya Suke yang bertanya ‘kenapa
Ryo menangis?’
Dan aku tau. Entah bagaimana. Suke ber-parallel dengan ku.
“oi!oi!oi! jangan melamun!—“ Dai-chan kembali
membangunkan ku. Dia mengacak-acak rambut ku dengan senang.
“hee?! Itu adik mu kan? Suke?” kepala ku reflex
mengikuti arah telunjuk Keito.
Kepala ku pusing. Pikiran ku yang sedang
melayang mengunjungi masa lalu seakan ditarik paksa kembali ke kepala ku dan
mulai penuh dengan banyak pertanyaan. Mata ku memasok banyak pertanyaan ke
kepala ku tentang apa yang ku lihat. Aku melihat Suke dengan kemeja biru
kusut. Dia bersama banyak berandal di depan bar remang. Di bully lagi?. Tidak,
dia tertawa bersama berandal-berandal itu. Di tempat seperti ini?.
Kaki ku melangkah otomatis kearah Suke
disebrang. Dia bilang rapat komite. Aku tak mendengar sahutan-sahutan
teman-teman ku yang entah berteriak teriak apa. Apa yang dia lakukan di tempat
seperti itu?. Aku tak peduli beberapa mobil yang membunyikan klakson dengan
marah ketika aku menyebrang. Rokok? Jangan! Jangan masuk kedalam tempat itu!.
Aku berlari mengejar punggung Suke yang menghilang dibalik pintu kerlap-kerlip
bar.
Terkadang. Aku benar-benar penasaran,
bagaimana dunia yang berparallel dengan punyaku.
Dunia Suke …
—To be continue
No comments:
Post a Comment