Title :
A Light
Cast :
*Yamada Ryôsuke as Yamada Ryôsuke
*Hey! Say! JUMP as Hey! Say! JUMP
Genre :
Slice of life, friendship
Rating :
T (PG-13)
Length :
Oneshot (1.495 words for story)
Language :
Bahasa Indonesia
Author :
ZPBellani
-FB Link : www.facebook.com/ZPBellani.is.Me/
-Twitter : www.twitter.com/ZPBellani/
-Site Link : www.zpbellaniblog.blogspot.com
Ichiban : Inoo Kei (I guess)
Reason join this project: Aku hanya
ingin memberikan sesuatu untuk seseorang yang membuatku berada di fandom ini,
yakni Yamada Ryôsuke.
Disclaimer : Hey! Say! JUMP belongs
with God, themselves, their families, Johnny Entertainment, and their fans.
Other products here belongs with someone outside there. This fanfiction belongs
with ZPBellani. I get no material profit by write this fanfiction, so feel free
to read.
Summary : Yamada Ryôsuke adalah seorang public
figure yang menyadari bahwa, banyak orang tidak menyukainya yang seringkali
menggunjing mengenai dirinya. Bersamaan dengan itu, kegelapan memerangkapnya
dan membuatnya putus asa. Tak ada seorang pun yang peduli padanya dan datang
untuk menolongnya. Namun apakah memang begitu yang terjadi?
A LIGHT
Namaku Yamada Ryôsuke. Salah
seorang anggota Johnny Entertainment dan lebih dari itu, aku adalah anggota
Hey! Say! JUMP dan NYC. Beberapa orang menyebutku sebagai ace dalam Hey! Say!
JUMP, sehingga aku mendapatkan banyak perhatian dan perlakuan yang baik. Namun
keluar dari semua hal itu, banyak orang yang tidak menyukaiku. Banyak orang
yang membicarakan hal-hal buruk tentangku.
Aku tidak perlu melihatnya atau pun mendengarnya secara langsung karena
aku tahu. Ya, aku tahu itu semua.
Itu terjadi di mana-mana. Di
kalangan staf. Di kalangan penggemar. Di kalangan sesama anggota JE. Bahkan,
aku pun pernah mendengar –secara tidak sengaja- beberapa anggota Hey! Say! JUMP
pun membicarakan hal buruk tentangku.
Kalau kupikir lagi, itu hal
yang wajar. Amat sangat wajar, malah.
Aku menerima terlalu banyak
sorotan dari berbagai media atau pun saat manggung. Aku mendapat line song dan
shoot yang sangat banyak dalam lagu-lagu idol group-ku. Aku termasuk salah satu
yang memiliki penggemar terbanyak dalam JE.
Tapi semua itu bukan aku
yang memintanya.
Hal itu terjadi begitu saja
dari waktu ke waktu.
Terkadang semuanya begitu
hitam-putih untukku. Begitu buram. Begitu tak kumengerti.
Dan disinilah aku berada
sekarang. Sebuah lorong tanpa cahaya. Kegelapan menyelimutiku, memelukku erat
dan membuatku takut. Aku berlari sejauh dan sekuat yang kubisa, namun cahaya
itu tak pernah ada. Aku tidak dapat melihatnya walau hanya setitik. Sebenarnya
ini tempat apa?
Namun aku harus terus
berlari.
Berlari, berlari, dan
berlari sejauh mungkin.
Aku lelah berlari.
Kaki-kakiku rasanya sudah lepas karenanya.
Aku dapat merasakannya.
Kegelapan yang memekat dan oksigen yang semakin berkurang.
Inikah hukuman yang kudapat
karena aku terlalu mengambil spotlight yang seharusnya bukan milikku?
Inikah rasanya menjadi bukan siapa-siapa yang berada di balik
bayanganku?
Sesak.
Menyakitkan.
Mataku memanas. Air mata
menetes tanpa kuinginkan. Mengalir sangat banyak layaknya sebuah bendungan yang
hancur karena menampung air terlalu banyak. Aku sudah berusaha menyekanya
tetapi tidak habis jua.
Seseorang..
Seseorang tolonglah aku..
Bawa aku pergi dari tempat
ini..
Pada sisi ini, aku pun
menyadari bahwa aku sendirian selama ini. Aku tidak benar-benar punya teman.
Semuanya hanya bayangan yang terlalu kuat akan impianku. Selama ini aku selalu
sendirian. Tidak ada yang benar-benar tulus menganggapku teman. Tidak juga Yuto
atau pun Chinen.
Aku menangis terisak hingga
sesak nafas.
Apakah aku akan berada di
sini selamanya?
Apakah ini akhir bagiku?
Kupeluk diriku sendiri yang
semakin menggigil kedinginan. Hawa udara yang tiba-tiba menurun secara drastis
melewati 0℃.
“Tasukete kudasai,” [1] pintaku
berbisik entah pada siapa.
Aku sudah memutuskan untuk
menyerah bersama dengan kegelapan yang semakin menghimpitku begitu kuat.
Biarlah aku terus di sini jika, memang itu yang harus terjadi. Toh, tak akan
ada yang peduli, walaupun aku menghilang tanpa jejak. Aku hanya akan menjadi
debu masa lalu yang terlupakan.
Tapi biarlah aku tetap
berharap. Berharap akan adanya seseorang yang datang menyelamatkanku dari
tempat antah berantah ini.
“Tasukete kudasai,” pintaku dengan
suara parau karena terlalu banyak menangis. Kurasakan sembab di kedua mataku
dan tidak dapat digunakan untuk melihat.
Aku menghela nafas. Tidak
akan ada yang datang, pikiranku yang kacau berkata. Tidak ada yang peduli
padaku, batinku yang sesak tidak dapat percaya pada apa pun lagi.
Tapi..
“TASUKETE KUDASAI!” pekikku sekuat
tenaga.
.. aku belum bisa menyerah
sekarang.
Tidak! Aku tidak boleh
menyerah, meskipun tidak ada yang datang menyelamatkanku. Aku harus berusaha
sendiri.
Sebuah cahaya yang sangat
kecil di arah timur mengalihkan keputus asaanku.
Apakah itu cahaya yang akan
menolongku kembali ke duniaku?
Apakah dengan mengikuti
cahaya itu aku akan bisa kembali ke keseharianku?
Tapi bagaimana kalau cahaya
itu hanya meyesatkanku saja?
Apakah aku harus berjalan ke
sana atau tidak?
Apakah yang akan aku pilih
saat ini?
Beribu-ribu pertanyaan
bergaung dalam kepalaku. Aku meremas kepalaku yang kesakitan, frustasi. Dan
semua pertanyaan ini bermuara pada satu titik..
Setelah aku sampai di cahaya
itu dan jika aku bisa kembali ke dunia, akankah ada yang mengharapkan
kekembalianku? Apakah yang akan terjadi jika tidak ada seseorang pun yang
menginginkan aku kembali?
Aku bisa mendengar suara
memanggilku dari arah cahaya yang semakin meredup. Suara-suara yang begitu
menghangatkan hatiku. Perasaan apa ini? Apakah ada yang menginginkan aku untuk
kembali?
Suara itu bersahut-sahutan
memanggil namaku. Berteriak memanggil namaku layaknya orang yang sudah putus
asa.
Tanpa pikir panjang lagi aku
bangkit dari keputus asaanku. Berlari menuju cahaya yang hampir tidak terlihat
lagi. Mataku yang sembab dan berkaca-kaca hanya melihat keburaman cahaya.
Kaki-kakiku yang semakin lelah mengejar cahaya yang tetap terlihat jauh.
Apakah aku benar-benar
terperangkap di sini? Di tempat yang penuh dengan kegelapan abadi dan hampir
tidak tertembus. Sendirian dan kedinginan, hampir membeku.
Apakah aku akan mati disini?
Suara itu kembali menggema.
Namaku kembali dipanggil, kali ini lebih keras dan berulang secara kontiniu.
Aku harus terus berlari menggapai cahaya itu, meski jika itu berarti
selamanya.
“Yama-chan!”
“Yamada!”
“Ryô-chan!”
Aku membuka mataku dengan
susah payah.
Cahaya yang sangat terang
menyergap masuk ke dalam indera pengelihatanku. Aku menyipitkan mataku dan
dapat melihat bayangan beberapa sosok manusia di sekitarku yang terlihat sangat
kabur.
“Yama-chan, apa kamu sudah sadar?”
seseorang bertanya padaku, namun aku tidak dapat melihat wajahnya.
Seseorang menimpali.
“Sepertinya belum sepenuhnya.”
“Bagaimana ini?” seorang yang lain
terdengar panik.
“Jangan katakan kalau sesuatu yang
buruk terjadi padanya.”
Kurasakan pelukan pada
tubuhku. Walau buram, aku tahu seseorang sedang memelukku sambil menangis.
Siapa?
Ini di mana?
Belum sempat aku membuka
mulutku untuk bicara, aku kembali terjatuh ke dalam pekatnya kegelapan.
Aku membuka mataku saat
kurasakan sesuatu yang basah dan lembut menyentuh keningku. Aku menoleh ke
samping dan menemukan Chinen sedang merendam handuk putih kecil. Ia terkejut
ketika mata kami bertemu pandang.
Senyum terkembang sedikit
demi sedikit. “Minna, [2] Yama-chan sudah siuman!” ia langsung berteriak.
Chinen melihatku dengan khawatir. “Kamu baik-baik saja?”
Aku hanya memberikannya,
“Un.” pelan, tapi kuyakin ia dapat mendengarnya.
Derap kaki terdengar dari
arah pintu. Aku bisa melihat semua yang berada di sana menghambur ke arahku.
Duduk di pinggiran kasur sambil melihatku. Banyak ekspresi yang mereka
perlihatkan. Khawatir, lega, panik, dan yang lain.
Yabu angkat bicara. “Kamu
baik-baik saja, Yama-chan?” tanyanya khawatir.
Pertanyaan yang sama dalam
kurun waktu lima menit terakhir. Aku mengangguk. “Lumayan,” jawabku.
“Kamu membuat kami panik,” ucap
Yuto cepat. Ia menunjuk kelima anggota BEST dan berkata, “Kau tahu, mereka-mereka
ini sampai berniat untuk membawamu ke rumah sakit agar kamu segera dirawat di
UGD karena kamu pingsan sangat lama.”
“Hei, kami hanya ingin yang terbaik
untuk teman kami,” balas Hikaru yang diikuti anggukan Yuya.
“Tapi itu kan berlebihan,” sindir
Yuto.
Daiki tak mau kalah.
“Bagaimana kalau Yama-chan tidak kunjung bangun, kau pikir siapa yang bisa
menggantikannya?”
“Tapi itu tetap berlebihan,” ucap
Yuto dan meminta dukungan dari teman dekatnya. “Ya, kan, Keito?”
Semua anggota BEST memandang
Keito dengan tatapan membunuh yang berhasil membuat Keito tidak tahu harus
mendukung siapa.
“Ya, agak berlebihan,” jawab Keito
pada akhirnya.
Inoo mengerucutkan bibirnya.
“Kau selalu mendukungnya, Keito.”
Aku mengerjapkan mataku. Aku
tidak mengerti situasi ini. Sebenarnya apa yang terjadi, sih?
Chinen yang duduk di
sebelahku menepuk tangannya. “Hei, kalian malah membuatnya semakin pusing,”
ucapannya berhasil menyita perhatian ketujuh laki-laki yang bertingkah
kekanak-kanakan meski di tahun ini umur mereka sudah kepala dua.
Aku memutuskan untuk
bertanya, “Sebenarnya ada apa?”
“Kamu tak sadarkan diri selama lima
hari,” jawab Chinen yang kini mengukur suhu tubuhku.
Yabu menambahkan, “Kemarin
kamu sadar selama dua menit.”
“Tapi setelahnya pingsan lagi,”
lanjut Yuya.
Daiki berdecak kesal. “Kamu
sungguh membuat semua orang khawatir.”
Apa ini?
Semua orang memperhatikanku?
Mereka peduli padaku?
Apakah ini hanya ilusi?
Yuto memukul kepalaku.
“Jangan bengong sampai arwahmu keluar dari tubuh begitu! Sadar, woy!”
Aku meringis sembari
mengusap bagian kepalaku yang sakit terkena pukulan Yuto. Berarti ini
kenyataan.
Kulihat senyuman pada wajah
mereka yang membuat diriku sendiri tersenyum.
“Arigatou gozaimasu,” [3] ucapku
pelan dan dapat kulihat mereka kebingungan. “Kemarin aku merasa berada di dalam
sebuah kegelapan yang membuatku putus asa. Aku berusaha berlari, namun aku
tidak berhasil sampai di ujung kegelapan itu. Aku berusaha mencari secercah
cahaya, namun tidak ada yang muncul.” Aku menarik nafas dan menghembuskannya.
“Pada suatu ketika, aku sudah menyerah.. setitik cahaya yang sangat kecil
muncul. Aku berlari kesana, hingga akhirnya aku sampai dan melihat semua dalam
keburaman.
“Aku bisa mendengar suara namun
saat aku ingin bicara..” Air mata jatuh ke pipiku. “.. aku kembali tertarik ke
dalam kegelapan yang menyesakkan dan dingin itu. Hingga akhirnya aku berhasil
kembali ke sini tadi.”
“Untung kau lari ke cahaya, kalau
tidak kau pasti mati,” Hikaru berkata dalam nada bercanda yang langsung
menerima jitakan dari yang lain. Ia melipat kedua tangannya di depan dada.
“Baik-baik. Aku tahu ini bukan saatnya bercanda.”
Chinen tersenyum tulus
padaku. “Yang penting sekarang kamu sudah sadar dari pingsan berhari-harimu.”
Dan yang lain pun tersenyum
padaku. Itu bukan senyum penuh kepalsuan.
Aku tidak sendiri di sini.
Semuanya mempedulikanku.
Semuanya ingin aku berada di sini.
Tanpa kepura-puraan.
Aku menunduk. “Gomen nasai.”
[4]
“Eh?”
“Maaf, karena aku pasti membuat
kalian tidak nyaman,” ucapku pelan merasa sangat bersalah. Lebih baik aku
mengatakannya sekarang daripada terlambat. “Maaf, karena aku menerima spotlight
terlalu banyak dan hampir menyisakan tidak ada ruang untuk kalian mendapatkan
sorotan tersebut. Maafkan aku.”
Aku merasakan tepukan lembut
di bahuku. Aku mengangkat wajahku dan melihat Keito tersenyum padaku. “It’s
okay. We’re team, right?” [5]
“Tim saling mendukung dan
membantu,” ucap Inoo yang juga tersenyum.
Yuto menepuk pundakku yang
lain. “Ketika salah satu dari kita mendapatkan spotlight, ia akan membawa nama
seluruh Hey! Say! JUMP. Jadi secara tidak langsaung, semua pun mendapatkan
sorotan, ya kan?”
Kulihat semuanya tersenyum
setuju dengan kata-kata mereka.
I am not alone in here.
おわり♬♪
Memo:
[1] 助けて下さい (Tasukete kudasai) [Bahasa Jepang] = Tolong
[2] 皆 (Minna) [Bahasa Jepang] = Semuanya; Teman-teman
[3] 有り難う御座いマす (Arigatou gozaimasu) [Bahasa
Jepang] = Terima kasih banyak
[4] ご免なさい (Gomen nasai) [Bahasa Jepang] = Maafkan aku
[5] It’s okay. We’re team, right?
[Bahasa Inggris] = Tak masalah. Kita satu tim kan?
A/N: Okay, I don’t know what I gonna
say. --“ Sebenarnya ketika diumumkan bahwa deadline pengumpulan fanfic ini
dimajukan dua hari, aku sudah menetapkan diri untuk mundur. “Lebih baik mundur
ajalah, apalagi aku belum nulis sedikit pun,” pikirku saat itu. Namun ketika
tadi sore pengingatan deadline dikumpulkan besok, entah bagaimana aku kembali
ingin ikut serta. Dengan berbekal putus asa, aku mempertanyakan diri sendiri,
“Am I must give up or keep fighting? Aa!! The deadline is tomorrow but I
haven’t write anything~” Tetapi temanku muncul dan mengatakan, “Nothing
impossible, zp. I know you can do anything. Ganbatte!” Jadi aku berpikir betapa
baiknya temanku mempedulikanku dan lahirlah fanfic ini. ^^ Aku sendiri
mendapatkan struck pada bagian judul dan sinopsis karena aku menulis datanya
belakangan (biasanya aku menulisnya duluan). So, this is it.. A Light.
Writer Desire: I just want to say.. お誕生日お目出度う山田凉⺏!! Hope you’ll always get
the best from God.
No comments:
Post a Comment