Title : Sacrifice
Cast : Ryosuke Yamada as Ryosuke yamada
Other
cast : sembilan member Hey Say Jump.
Nisuichi
Mariya
Morimoto
Natsune
Genre : Family and Friendship
Rating : General
Length : Series
Language : bahasa Indonesia
Author : kheybee.FR.
-
FB Link :
http://www.facebook.com/nikhe.salahlagi
-
Twitter :
https://twitter.com/NFmaknae
-
Site Link :
http://kheybee.wordpress.com/
-
Ichiban : Morimoto Ryutarou
-
Reason join this project:
#Dulu
ichibanku Yamada Ryosuke.
#Aku
ingin memberi sedikit hadiah untuk ultahnya Yamada Ryosuke
#Dan
tertarik dengan hadiahnya.
Disclaimer : semua jalan cerita ini milik saya dan
dunia khayal saya. Morimoto Ryutarou milik author dan Tuhan semata. Sedangkan
sembilan member lain adalah aset Jhonny Entertainment. Saya yakin nggak akan
ada yang mau nge-plagiat karya jelek ini. J
Summary :Balas dendam hanya akan menciptakan
dendam selanjutnya.
A/N : selamat membaca dan semoga
kalian suka J
=====
“lakukan apa saja yang membuatmu
bahagia, tetapi tidak mengambil kebahagiaan orang lain”
Kata-kata
itu yang pernah dibaca Yamada dalam sebuah artikel.
Yamada
memandang dirinya di cermin. Mata bening bercahaya, yang mampu mendamaikan
siapa pun yang melihatnya. Wajah tampan dengan senyum yang memikat, dan dada
bidang yang membuat ribuan gadis ingin didekap hangat dalam pelukannya.
Apa
yang masih ingin dimiliki Yamada? Kepopuleran berada dalam genggaman. Karirnya
yang melesat dengan sukses, harta berlimpah, bahkan dia bisa mendapatkan gadis
mana pun dalam satu jentikan jari.
Entahlah,Yamada
hanya merasa lelah dengan semua ini. Yamada sendiri bingung, apakah ini
kebahagiaan yang benar-benar dia inginkan? Setiap hari bergelut dengan
rutinitas yang melelahkan. Tak pernah ada rasa puas jika dia ingin menuruti
bisikan setan yang menggelayut di hatinya. Dalam dunia yang melingkarinya,
tujuan utama hanyalah mencapai puncak. Lalu, ketika Yamada telah berada di
puncak apa yang akan dilakukannya. Puncak hanya memiliki satu ruang untuk
ditempati, tak bisa dibagi dan tak ada yang boleh menyamai. Ketika berada
dipuncak Yamada memang bisa melihat seluruh dunia, tetapi Yamada hanya sendiri.
Kesedihan akan jauh terasa lebih indah jika memiliki seseorang disamping untuk
berbagi. Tetapi bahagia akan terasa menyedihkan jika tak bisa membaginya dengan
orang lain.
“hiduplah untuk masa depan,
setidaknya berjuanglah yang terbaik untuk masa depanmu”
Yamada
kembali teringat perkataan ibunya.
Yamada
tidak mengatakan bahwa pernyataan itu salah, namun Yamada mengiyakannya dengan
sebelah hati. Hiduplah untuk masa depan, bagaimana jika Yamada mati hari ini?
Yamada sudah melakukan yang terbaik hari ini, tidak sama artinya dengan Yamada
sudah berbahagia hari ini.
Ketulusan.
Itu yang selalu membebani benak Yamada. Apakah semua orang berada disekitarnya
karena benar-benar tulus menyayanginya? Atau hanya ingin mendapat percikan dari
apa yang telah Yamada miliki. Semua orang mengaguminya bahkan tidak sedikit
yang segan padanya. Segan atau takut, itu dua hal yang berbeda tipis.
Yamada
ingin semua orang menganggapnya orang biasa, bukan superstar;bukan artis
kebanggaan Jhonny Entertainment; ataupun member idol grup ternama. Hanya
seorang anak yang berusia dua puluh tahun dengan kehidupan yang baik bersama
teman, sahabat dan keluarganya.
Yamada
beranjak dari hadapan cermin dan membanting dirinya dikasur hangat, dia harus
cepat beristirahat. Istirahat, Yamada harus membayar mahal untuk melakukan hal
itu. Semakin cepat tertidur semakin baik.
-
Yamada,
Chinen dan Yuto sedang memakan bakso di sebuah kedai sederhana, Kegiatan yang
sering dilakukan oleh tiga orang siswa menengah atas tersebut ketika pulang
sekolah.
“hei,
apa yang sedang kau lihat Yama-chan?” tanya Chinen dengan mulut yang penuh
bakso.
“lihatlah
wanita yang berada di ujung jalan sana,” Yamada menunjuk ke arah seorang wanita
berwajah manis dengan sumpitnya.
“Dia
lumayan cantik” ujar Yuto.
“Bukan
itu. Ini sudah ke tiga kalinya dia memandangiku dari tempat yang sama,” jelas
Yamada.
“Mungkin
saja dia penggemar kita, untuk artis seperti kita itu bukanlah hal yang aneh,” sambung
Yuto.
“Aku
setuju dengan Yuto-chan.” Chinen membenarkan perkataan Yuto.
“Dia
memandangiku dengan tatapan dingin dan ekspresi wajah yang datar. Apakah dia
terlihat seperti seorang penggemar yang mengagumiku?” Yamada menoleh ke arah
Chinen dan Yuto.
“Abaikan
saja. Lagi pula dia tidak mengganggumu.” Chinen memberi saran.
“Tapi
cara dia menatapku membebaniku.” Yamada
melanjutkan makannya.
Yamada
masih terbayang sorot mata wanita yang memandangnya dari kejauhan. Jaraknya
sekitar 50 meter, tetapi magnet yang disasarkan pada Yamada melekat dengan
kuat. Bukan hanya sekali, tetapi ini sudah yang ke tiga kalinya. Tanda tanya
besar menghantuinya.
“Hari
ini aku yang traktir,” ujar Yuto sambil berjalan ke arah kasir dan segera
membayar makanan dan minuman yang mereka pesan.
“Arigatou.
Ah,Yuto-chan baik sekali,” puji Chinen, sedangkan Yamada hanya menundukkan
kepalanya.
“Mari
kita pulang.” Ajak Yuto.
“Baiklah,
aku juga sudah selesai makan.” Chinen menyandang tas hitam miiknya.
“Kalian
duluan saja, aku masih harus ke toko. Okasan besok berulang tahun, aku ingin
membelikannya sesuatu.” Ujar Yamada.
“Kau
ingin kami temani?” Tanya Chinen.
“Ah
tidak usah, kalian pulang duluan saja. Aku tahu kalau kalian sangat lelah.”
Tolak Yamada.
Yamada,
Chinen dan Yuto berjalan berbeda arah. Yuto dan Chinen menuju stasiun kereta
sedangkan Yamada berjalan ke arah pusat perbelanjaan.
Yamada
berjalan menuju sebuah toko pakaian yang besar, terdapat tiga manekin yang
mengenakan gaun berwarna hitam terpajang dengan rapi didepannya.
“Hey
kau.” Panggilan itu menghentikan langkah Yamada.
Yamada
menoleh, mencari sumber suara yang memanggilnya. Dilihatnya seorang wanita
mengenakan seragam SMA sedang berdiri mematung memandangnya dari jarak dua
meter.
“Kau
memanggilku.” Ujar Yamada sambil berbalik arah mengahadap wanita tersebut.
“Menurutmu?”
Tanya wanita itu datar.
“Ada
apa?” Yamada kembali bertanya.
Bukannya
menjawab, wanita itu berbalik arah meninggalkan Yamada yang kebingungan. Yamada
meraih tangan wanita itu dengan cepat, tetapi sama sekali tak ada ekspresi
terkejut dari wanita itu.
“Mengapa
kau memanggilku?” Yamada masih belum melepaskan genggamannya, ”sudah beberapa
kali kau memandangiku dari kejauhan. Sekarang aku sudah ada di depanmu, apa
yang ingin kau sampaikan.”
Wanita
itu menatap Yamada dengan pandangan serius. Matanya menyusuri jalan pikiran
Yamada, bibirnya yang mungil digigitnya dengan kuat.
“Kau.
Apakah kau bahagia?” Tanya wanita itu.
Yamada
terkejut dengan pertanyaan wanita itu, tangannya menjadi lemas seketika.
Genggaman tangannya yang erat pada pergelangan wanita tersebut pun terlepas.
“Apa
maksudmu?” Tanya Yamada dengan suara agak sedikit getir.
“Sudah
kuduga.” Wanita itu tersenyum sinis dan berjalan ke arah utara.
Yamada
tidak mengatakan apa-apa. Otaknya tiba-tiba menjadi kosong, semua pertanyaan
yang sudah disiapkan hilang seketika. Kaki Yamada menuntunnya untuk mengikuti
langkah wanita itu.
Mereka
melewati sebuah jembatan dengan sungai beraliran tenang dibawahnya. Angin musim
semi berhembus menerbangkan rambut wanita yang sejak tadi tidak mempedulikan
Yamada yang mengikutinya. Wanita tersebut membelokkan langkahnya ke pinggir
sungai dan duduk diatas rerumputan hijau dengan gradasi warna pink dari bunga
sakura yang berguguran.
“Disini
indah bukan?” Wanita tersebut memulai pembicaraan.
Yamada
masih terdiam melemparkan tatapan kosong ke arah wanita disebelahnya.
“Apa
maksud pertanyaanmu tadi?” Tanya Yamada.
Wanita
itu menoleh. Ekspresi wajahnya yang sangat manis berubah menjadi bengis. Wanita
itu mencengkram tangan Yamada, ditariknya Yamada dengan paksa. Tas yang
disandang Yamada terlepas, tubuhnya terasa melayang mengikuti langkah wanita
tersebut. Wanita tersebut berlari dengan sangat kencang. Semakin kencang.
Yamada seperti sedang melewati perjalanan waktu, kakinya yang semula berpijak
dibumi melangkah dengan ringan di udara. Yamada sangat cemas, jantungnya
berdetak tak beraturan. Semua yang dilewatinya bagaikan sebuah siluet tak
berwujud.
BRRRRUUUKKKKK…
Tubuh Yamada dihempaskan ditanah. Yamada mendapati dirinya disebuah lapangan
yang luas dan diselimuti oleh awan hitam, atmosfer seketika berubah menjadi
mencekam. Dihadapannya terdapat seorang wanita berambut panjang menjuntai
sampai ke pinggang, seragam SMA bertransformasi menjadi gaun bercahaya berwarna
biru tosca. Di belakangnya bermunculan garis-garis biru bercahaya yang
membentuk kedua sayap, dia tidak sedang berdiri lebih tepatnya mengambang
beberapa centimeter dari permukaan tanah.
“Dimana
ini?,” tanya Yamada sambil mencoba berdiri,”dan k-kau siapa?”
“Tidakkah
kau ingat tempat apa ini?” Wanita itu memandang Yamada seperti ingin
meremukkannya sampai ke tulang.
“T-tentu
saja tidak. I-ini pertama kalinya aku berada disini,” jawab Yamada sambil
terbata-bata. Tangannya gemetar, kakinya terasa amat berat untuk bangkit dari
posisinya.
Wanita
itu terbang mendekati Yamada. “Haruskah aku mengingatkanmu,” wanita itu
menampar wajah yamada dengan tangan kanannya. Tamparan keras itu memelantingkan
Yamada beberapa meter.
“Apa
yang baru saja kau lakukan?” Yamada merintih kesakitan.
Wanita
itu menghentakkan sayapnya dan membentangkan cahaya yang menyilaukan mata.
Wanita itu mengibaskan kilatan cahaya dan kembali membantingkan tubuh kecil
Yamada. Yamada mencakar tanah dan mencoba berdiri. Namun usaha tersebut
sia-sia. Wanita itu kembali menerjangkan cahaya dan melecut tubuh Yamada dengan
keras. Cahaya hitam membias dari tubuh Yamada, meleburkan kemilau cahaya ungu
pudar dari arah pundaknya.
“Bagaimana?
kau sudah mengingatnya? Haaahh.” Suara wanita itu menggelegar, menggema dari
seluruh penjuru.
Yamada
masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Mengapa wanita itu terlihat
sangat dendam padanya? Seingat Yamada, dia tak pernah menyakiti seseorang
sehingga dia pantas menerima perlakuan seperti yang baru saja dia alami.
Dipandangnya lekat-lekat wanita itu dari kejauhan, yang tergurat dari wajahnya
hanyalah amarah yang membuncah.
Wanita
itu mendekatinya merentangkan kedua tangannya. Cakar-cakar besi yang runcing
bertakhta dengan indah diujung jemari kirinya, tangan kanannya menggenggam erat
belati kecil yang memancarkan cahaya merah menyala. Wanita itu mengibaskan
sayapnya dengan cepat menelusuri celah-celah diantara mereka. Wanita itu
menjulurkan tangan kirinya, menyemburkan cahaya bergulung ke arah Yamada.
Cahaya tersebut semakin mendekat, Yamada bangkit dengan sisa tenaganya berlari
menghindari kejaran cahaya yang akan menjeratnya. Naas, cahaya tersebut
mencekik leher Yamada. Seperti perputaran jam, cahaya tersebut kian panas per
detiknya dan membuat tenggorokan Yamada seperti terbakar.
“H-hentikan.”
Yamada kesulitan bernafas.
Wanita
tersebut semakin mendekati Yamada, belati yang dipegangnya siap menghunus
Yamada kapan saja. Secara refleks Yamada mengibaskan tangannya dan menciptakan
cahaya berwarna ungu yang meleburkan cahaya yang sejak tadi mencekiknya.
Sekarang giliran wanita itu yang terpelanting jauh.
Apa
yang baru saja aku lakukan? Dari mana cahaya tersebut berasal? Apa yang
sebenarnya terjadi?
Pertanyaan-pertanyaan
tersebut memenuhi setiap sel otak yang Yamada miliki.
***
“Berengsek.”Ryosuke mengepal erat
tangannya.
Ryosuke
mengibaskan sayapnya melintasi Aspire, dia terbang seperti kilatan cahaya yang
menembus kabut hitam. Ryosuke melakukan perjalanan dengan bimbingan setan
dihatinya. Matanya menatap lurus kedepan, amarah; dendam; dan kecewa meluap
dalam tatapannya. Klan Morizhura,
satu-satunya tujuan yang akan didatanginya.
“Ryutaro,
dimana kau?” Ryosuke mengerahkan semua pita suaranya didepan puri kecil yang
dikelilingi cahaya biru.
Cahaya
kecil berwarna merah terbang mendekati Ryosuke. Sesosok Zhurema berdiri dihadapan Ryosuke. Zhurema, makhluk pembiasan antara malaikat dan dewa. Semua makhluk
di Aspire merupakan Zhurema, yang membedakan mereka adalah
klan tempat mereka berasal.
“Heh,
klan dari Yamainvi. Apa yang
membawamu kemari,?” Ryutaro melipat tangannya didada.
“Kau
adalah iblis. Kau sama sekali tak memiki hati nurani.” Ryosuke mengancungkan
telunjuknya ke wajah Ryutaro.
“Kau
tak ada bedanya denganku.” Ryutaro membuang muka dari Ryosuke.
Kepalan
tangan yang telah lama ditahan oleh Ryosuke akhirnya melayang ke wajah Ryutaro.
Tangan kirinya mengibaskan cahaya dan membentuk jilatan cambuk yang menghantam
dada Ryutaro. Ryutaro tersedak, tubuhnya terpelanting beberapa meter ke
belakang.
“Apa
yang kau lakukan? Memang seperti inilah tingkah dari klan rendah.” hina Ryutaro
sambil bangkit.
“Kau
sadar apa yang kau lakukan pada Mariya, hah? Dia mencintaimu, dia rela
mengorbankan segalanya untukmu. Tetapi dia mati sia-sia atas semua pengorbanan
yang telah dia lakukan. Jika kau tidak bisa menerima cintanya, setidaknya
jangan kau hancurkan hatinya.” seru Ryosuke.
“Wanita
itu lagi. Aku tidak pernah memintanya menukarkan nyawanya dengan nyawaku. Dan
kau terlalu bodoh karena mau melepaskan dia.” Ryutaro terbang ke arah Ryosuke.
“Bagiku
kebahagiannya adalah segalanya. Dan jika memang pria itu adalah dirimu maka aku
rela. Tanpa pengorbanannya kau tak akan berdiri disini sekarang.” Air mata
Ryosuke mengalir.
“heh,
sayang sekali. Kau sama menyedihkannya dengan wanita itu.” Ryutaro
menepuk-nepuk pundak Ryosuke.
Darah
Ryosuke mendidih, nafsu membunuh memenuhi semua jalan pikirannya. Ryosuke
menebaskan kilatan sayap ke arah Ryutaro. Ryutaro dengan cepat terbang
menghindari serangan dari Ryosuke, Ryosuke terbang mengikuti arah Ryutaro. Dua
cahaya saling berkerjaran dilangit malam Aspire, membawa dua cahaya itu ke
sebuah lapangan luas yang dipolesi dengan awan hitam dan kabut tebal.
Ryosuke
melemparkan beberapa bola api ke arah Ryutaro, namun Ryutaro lebih lincah dari
perkiraan Ryosuke. Bola api yang dilemparkan Ryosuke membakar bebatuan yang
menumpuk dilapangan luas itu. Suasana yang semula gelap menjadi terang
benderang seiring dengan bongkahan batu yang terbakar.
“Kemampuanmu
sangat memalukan,” desah Ryutaro.
Ryutaro
melepaskan serangan ke arah Ryosuke, Ryutaro mengibaskan sayapnya menciptakan
cahaya api yang menjilat-jilat ke arah Ryosuke.
Ryosuke
membalasnya dengan mengobarkan cahaya ungu yang meleburkan cahaya api yang diciptakan
Ryutaro. Cahaya tersebut hancur di udara, Ryutaro dan Ryosuke terpental ke arah
yang berlawanan. Ryosuke mengibaskan sayapnya dan kembali terbang, meskipun
kobaran api yang hancur berhasil menciptakan luka dibahu kirinya.
Ryutaro
bangkit dari posisinya yang tersungkur, dia mengepakkan sayapnya dan
menciptakan serangan baru untuk Ryosuke. Lengan baju kirinya tercabik oleh
cahaya yang dia ciptakan sendiri. Belum sempat tangannya membuat ancang-ancang,
kaki kanannya telah ditarik oleh cahaya panjang yang melumpuhkan semua rasa
dikakinya. Ryosuke menarik Ryutaro, dan membuat Ryutaro bersujud dibawah
kakinya. Ryutaro menarik leher Ryosuke dengan cahaya ditangan kanannya. Ryosuke
terjerembab di balik bebatuan panas.
Emosi
yang bersarang dihati Ryosuke tak memberikan peringatan untuk menyerah atas apa
yang telah dimulainya, Ryosuke melecut batu yang ada didekatnya dan
melemparkannya ke punggung Ryutaro. Ryutaro terjatuh ke salah satu kawah api
bekas bola api yang dibuat Ryosuke. Tulang rusuk Ryutaro berderak, bulu-bulu
berhamburan dari sayapnya.
“cih,”Ryosuke
membuang ludahnya,”hanya ini kemampuan klan Morizhura.”
Ryosuke
terbang kearah Ryutaro yang terkulai lemah. Ryosuke membalik posisi badan
Ryutaro yang tertelungkup ditanah dengan kakinya. Dijambaknya rambut Ryutaro
dan dihempaskannya kembali ke tanah.
“Aku
tak pernah mengira jika persahabatan kita akan berakhir seperti ini.” Ryosuke
menepuk-nepuk wajah Ryutaro yang lebam akibat terpanggang api.
“Kau
baru saja membuktikan bahwa kau memang tak sederajad dengan klan kami. Kau
lebih mementingkan wanita dibanding sahabatmu sendiri yang kau kenal sejak
kecil.” Ujar Ryutaro sambil memegang pergelangan kaki Ryosuke.
“Nyawamu
berada dalam genggamanku, tetapi kau masih sanggup melontarkan hinaan padaku.”
“Kau
harus tau berurusan dengan siapa.” Ancam Ryutaro.
“Aku
tidak peduli. Aku harap Mariya melihat apa yang baru saja aku lakukan padamu,
agar dia bisa berbahagia disurga.” Ryosuke menendang tubuh lawannya dan
berjalan membelakangi Ryutaro.
Dengan
nafas yang tersendat dan sayap yang mulai patah, Ryutaro melakukan upaya
terakhir. Ditariknya lengan kanannya dan menciptakan cahaya api yang akan
dicambukkan untuk Ryosuke, namun sejurus kemudian Ryosuke menghujamkan sebuah
belati tepat ke dada kiri Ryutaro.
Ryutaro
terkapar ditanah, cahaya dari tubuhnya perlahan menghilang. Sayapnya terkulai
tak bertenaga, tangan kiri Ryutaro menggenggam tempat bersarangnya belati.
Matanya menatap Ryosuke yang tengah berdiri penuh kemenangan disampingnya.
Ryosuke berdesah puas atas tindakannya, tak terlihat penyesalan sedikit pun
dari raut wajahnya. Terbayang olehnya wajah Mariya yang tengah tersenyum dari
surga.
Ryosuke
meninggalkan Ryutaro dalam keadaan sekarat, Ryosuke terbang dan kembali ke klan
Yamainvi. Disalah satu sudut hati
kecil Ryosuke, ia pun tak tega membunuh sahabatnya dengan tangannya sendiri.
Namun setan yang menguasainya tak mampu dilawan oleh Ryosuke. Ryosuke terbang
melintasi langit malam dengan sunggingan kecil di bibirnya.
“Kaaakaaakkkk…,”
suara itu terbang ke arah Ryutaro yang mencoba menahan sakitnya.
Seorang
anak perempuan dengan cahaya biru terbang dari arah berlawanan yang digunakan
Ryosuke, diiringi anak laki-laki dengan cahaya kuning dibelakangnya.
Anak
perempuan itu langsung memangku Ryutaro, kepala Ryutaro tenggelam dalam
pelukannya.
“R-Ryosuke.”
Ryutaro terbata-bata menyebutkan nama pelaku yang membuatnya sekarat.
“Adikku,
bertahanlah,” pria itu mengusap-ngusap kening Ryutaro,”kami akan segera
membawamu kembali ke balai pengobatan.”
Anak
perempuan itu mencabut belati yang menancap di dada kakaknya. Sedangkan pria
yang bersamanya mengangkat Ryutaro dan terbang kembali ke klan Morizhura. Untung tak dapat diraih,
malang tak dapat ditolak. Ryutaro tak dapat diselamatkan. Bekas luka yang
dialaminya beberapa waktu lalu akibat perang bersama makhluk Zughor telah
membuatnya sekarat, nyawa Mariya-lah yang telah membuatnya hidup sampai hari
ini. Perang Zughor telah merenggut separuh kehidupan Ryutaro dan menghabisi
kedua orang tuanya.
Ryutaro
diikat dan diterbangkan bersama raga-raga lain disebuah ruang angkasa yang tak
jauh dari Aspire. Tangis Netsune
pecah ketika melihat Ryutaro dilepas. Ia baru saja kehilangan salah seorang
kakaknya setelah ditinggal oleh orang tuanya. Netsune membenamkan tangisnya kedalam
pelukan hangat kakaknya yang masih hidup.
Belati
yang disimpan Netsune dibawanya ke hadapan sang penguasa Aspire. Belati yang hanya diwariskan oleh klan Yamainvi membuat Ryosuke dengan cepat tertangkap. Sebagai hukuman
atas kejahatannya, Ryosuke dihukum dengan dibuang ke bumi. Terlahir kembali
sebagai anak manusia dan semua ingatannya akan Aspire dihapuskan.
***
Langit membentuk gumpalan-gumpalan
awan yang memerah, angin senja berhembus membawa kesejukan dari segala arah.
“Dai-chan,
apa rencanamu akhir pekan ini?” Tanya seorang anak laki-laki sambil memanyunkan
bibirnya.
“Mungkin
aku akan seharian bermalas-malasan di rumah. Bagaimana denganmu Inoo-chan?”
Daiki menatap wajah Inoo.
“Aku
akan pergi ke pantai bersama adikku.” Inoo menoleh ke arah Daiki.
Inoo
dan Daiki berjalan melintasi jalan setapak di samping pantai, jalan ini sering
mereka lalui ketika pulang sekolah.
“Inoo-chan
lihatlah pria itu,” Daiki menunjuk ke arah seorang laki-laki yang berdiri di
pinggir jurang yang curam,”apa yang dilakukannya disana?”
“Ayo
Dai-chan.” Inoo menarik tangan Daiki dan segera berlari menuju anak laki-laki
tersebut.
Daiki
dan Inoo berdiri beberapa meter di belakang pria itu. Kaki Daiki bergetar
ketika matanya menatap ke dalam jurang, jurang tersebut memiliki kedalaman
sekitar seratus meter. Batu karang yang cadas telah menanti didasar jurang
dengan hempasan gelombang air laut dibibir bebatuan. Inoo melepaskan tas yang
disandangnya, dia berlari menarik baju laki-laki tersebut dari belakang.
“Y-Yama-chan,
apa yang kau lakukan dipinggir jurang ini?” Ujar Inoo terbata-bata setelah
melihat wajah pria yang ditariknya.
“Yama-chan,
kau tidak sedang berpikir untuk bunuh diri bukan?” Tanya Daiki keheranan.
“Kalian
lihat, wanita itu ingin membunuhku. Lihat ini, lihatlah.” Yamada ketakutan
sambil menunjukkan beberapa luka memar di wajah dan tubuhnya.
“Wanita?
Siapa? Kau hanya sendiri disini.” Inoo melihat sekeliling, mencari jejak wanita
yang disebutkan Yamada.
“Apa
yang terjadi? Apakah kau baru saja berkelahi?” Daiki masih menyerang Yamada
dengan beberapa pertanyaan.
“Wanita
itu yang melakukannya. Dia memukulku dengan sayap-sayapnya, membanting tubuhku
ke tanah.” Yamada bergidik dan terduduk lemas diatas rerumputan.
Daiki
dan Inoo saling berpandangan, mereka sama sekali tidak mengerti apa yang Yamada
bicarakan.
Sudahlah.
Tak ada gunanya aku menjelaskan dengan mereka. Mereka pasti menganggap bahwa
aku hanya berhalusinasi.
Ucap
Yamada dalam hati.
“Sudahlah
Yama-chan, ayo kita pulang.” Inoo membantu Yamada berdiri.
“Kemarikan
tanganmu, biar kubantu.” Daiki membantu Inoo memapah Yamada.
Yamada,
Inoo dan Daiki berjalan kaki bersama. Sepanjang perjalanan tak ada satu kata
pun terlontar dari bibir Yamada, matanya menerawang jauh dan pikirannya
mengembara mencari-cari jawaban atas kejadian yang baru saja dia alami. Inoo
dan Daiki mengantar Yamada kembali ke rumahnya, mereka hanya ingin memastikan
bahwa Yamada sampai ke rumah dengan selamat.
–To be continued—
The End
WRITER DESIRE : Hows?
Thanks for RCL and please read my other story too :3
Happy birthday my one and
only Ichigo prince. Your; smile, face, voice –your presence is my force. Thank
you for coming to my world. I love you...
No comments:
Post a Comment