NOTE: Reader, before you browsing to reading please make sure you read fanfiction in here according to your age. If you not yet 17 yo, we suggest you to read fanfiction with rating G, PG-13, PG-15. Rating NC-17 and NC-21 just for addult. Please follow this rule shake your self!

Thursday, May 2, 2013

[Series] Let Me Be Empty (1/5)



Title    : Let Me Be Empty 
Cast    : Yamada Ryosuke, Chinen Yuri, Arioka Daiki, Takaki Yuya and other JUMP’s member
Genre  : Friendship,Slice of life, Angst
Rating : PG -13
Length : Series / 5 Chapter
Language : Indonesia
Author     : addelin96
- FB Link  : http://www.facebook.com/addelin.sildferisa
- Twitter  : @addelin96
- Site Link  : http://chronicleblack.blogspot.com/
- Ichiban    : Yamada Ryosuke
- Reason join this project: I want to try somethin' new, because this is the first time I wrote a fanfic. 

Disclaimer  : Inspired from a novel entitled 'dan hujan pun berhenti...'

Summary   : Ryosuke selalu dihantui mimpi tentang kematian orang tuanya. Tapi suatu hari, ia mimpi tentang seorang bocah yang mengaku bahwa dialah dalang dibalik kematian orang tua Ryosuke. Siapakah bocah itu sebenarnya?








Hidup… satu kata yang sangat aku benci. Hidup hanyalah tempat kumpulan orang-orang munafik. Hidup hanyalah kumpulan luka, tumpukan dosa. Hidup itu sampah. Buat apa aku hidup? Rasanya ingin mati…

***


“Kaa-chan! Tou-chan! Samashite! Me o samashite yo!”

“………………”

“………………….”

“…….ke.. suke…… ryosuke….”

“Oi Ryosuke, kau tidak apa-apa?” Tanya seorang pria kecil sambil mengguncang pelan tubuh pemuda didepannya  yang berumur lebih tua darinya. Ryosuke membuka mata. Setelah nyawanya sudah terkumpul dalam raga, ia menegakkan tubuhnya, mengambil posisi duduk di atas kasur.

“Un.. Aku tidak apa-apa Yuri. Tidak perlu cemaskan aku.” Ujar Ryosuke setelah mengusap mata kantuknya  sembari tersenyum dan menepuk pundak pria kecil itu.

“Benarkah? Kau tidak terlihat seperti itu. Saat tidur kau mengigau dan berkeringat”

Apa-apaan pria ini? Seakan ia yang paling mengerti keadaan ku. Munafik…

Tidak, tidak.. Aku adalah iblis bertopeng malaikat yang berakting sebagai anak normal di depanmu, sebagai  anak yang bahagia.. 

“Tidak apa-apa. Aku hanya bermimpi buruk. Kau tidak usah cemas.”  Ia beranjak dari kasurnya dan menepuk kepala Yuri.

Mimpi buruk? Ah iya, aku mimpi buruk. Bisa-bisanya aku memimpikan kejadian itu. Kejadian yang ingin ku kubur dalam-dalam di dasar hatiku. Sial.

“Mimpi buruk?” Yuri terdiam sejenak sambil menatap Ryosuke heran, dan akhirnya berkata, “Baiklah kalau begitu. Jika kau ada masalah ceritakan saja padaku. Itulah gunanya teman, bukan?” Ujar Yuri dengan senyum di wajahnya.

Teman katanya? Hahaha, lucu. Tidak ada yang namanya teman di dunia ini. Semua orang itu munafik..

“Un, arigatou Yuri. Aku baik-baik saja. Kau tak perlu cemas” Ujarnya sambil tersenyum tulus pada si pria kecil.
Senyum tulus? Salah, tidak ada kata tulus dalam kamus Ryosuke. Semuanya hanya dusta.  Semuanya hanya pura-pura. Ia hanya menjalani skenario kehidupan.

“Ngomong-ngomong, kenapa kau datang sepagi ini ke apartemenku?” Tanya Ryosuke. Pemuda itu mengambil handuk dan berjalan ke kamar mandi.

“….” Yuri terdiam sejenak. Ryosuke akhirnya tepat menapaki kakinya didepan pintu kamar mandi. Sesaat sebelum ia sempat membuka pintu kamar mandi, suara Yuri menghentikan aktivitasnya. “Untuk menjemputmu..” Lirih Yuri.

Ryosuke menoleh ke arah Yuri. Manik matanya membesar melihat senyum licik yang terlukis di wajah Yuri. Keringat dingin mengucur di pelipisnya ketika melihat Yuri menggenggam sebuah pisau di tangannya.

***

SNAP!!

Deru napas tak beraturan terdengar di seluruh penjuru kamar . Kelopak mata Ryosuke terbuka lebar. Ia pun mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan. “Jadi semua itu hanya mimpi..” Pikirnya. Mengelus dadanya pelan, merasa lega ketika mengetahui semua itu hanya bunga tidurnya.

“Yuri? Kenapa aku bisa memimpikan dia? Pisau itu.. Apa dia ingin membunuhku? Dan seringai itu… aku seperti mengenalinya..” Ryosuke yang bergelut dengan pikirannya tampak frustasi sambil mengacak-acak rambutnya.

“TING TONG!”

Bel apartemen yang tiba-tiba berbunyi kembali mengagetkan Ryosuke. Ia berjalan lunglai menuju pintu. Rasa terkejut menyelimuti dirinya ketika pintu baru saja di buka, ia mendapati Yuri berdiri manis di depan pintu apartemen. Pria berperawakan ‘cantik’ seperti perempuan itu tersenyum, bukan senyuman iblis seperti di mimpi yang Ryosuke alami tadi.

Pria ini.. Kenapa pas sekali ia datang? Jangan – jangan ingin membunuhku? Tidak, tidak mungkin. Sebelum hal itu terjadi, akulah yang harus membunuhnya. Akulah yang harus jadi malaikat mautnya.

Yuri mengernyitkan dahi melihat Ryosuke yang hening menatapnya. “Doushite Ryosuke? Kenapa diam? Pertanyaan Yuri membuyarkan lamunannya.

“Ah tidak.. Ayo masuk, masuk” tawar Ryosuke.

Aku harus waspada

“Ngomong-ngomong, kenapa kau datang ke sini?” pertanyaan yang sama terlontar dari mulut Ryosuke seperti di mimpi yang ia alami tadi. Tapi bedanya, Ryosuke kali ini tidak membelakangi Yuri. Ia menatap Yuri  dalam hening, meraba-raba laci di belakang tubuh dengan tangannya untuk mengambil pisau kecil tanpa sepengetahuan Yuri.

“Tentu saja untuk menjemputmu”

DEG!!

Jawaban yang sama seperti di mimpi. Tapi ternyata, Yuri belum menyelesaikan kalimatnya. “2 hari yang lalu kita sudah membuat janji dengan Daiki, Keito dan Takaki untuk membalas perlakuan Hikaru yang sudah membuatmu babak belur. Kami tidak terima jika teman kami dihajar seperti itu. Tentu kau ingin balas dendam juga kan?” Jelas Yuri yang membuat Ryosuke mengurungkan niatnya untuk mengambil pisau kecil yang berada di dalam laci, merasa lega Karena hal yang terjadi saat ini  berbeda dengan mimpinya.

Ck, lupakan, mungkin hanya aku yang terlalu takut. Tidak mungkin pria lemah ini berniat membunuhku. Tidak ada gunanya ia berbuat begitu.
Dan.. ah! aku tidak ingat akan  janji dengan orang brengsek lainnya. Teman? Hahaha.. Betapa beruntungnya aku mempunyai orang-orang munafik ini. Bodoh.

“Oh, aku tidak ingat janji itu, maaf. Tapi lupakan saja hal itu. Tidak ada gunanya membuang-buang tenaga untuk membalas perlakuan sampah dengan melawan mereka bersama-sama” Jawab Ryosuke tenang, dengan penekanan di setiap katanya.

Yuri heran. Tidak biasanya Ryosuke membiarkan lawannya lolos dari cengkraman. “Kau yakin? Bagaimana dengan memar di wajahmu itu?” Tanya Yuri.

Ryosuke menyentuh memar di bibir dan pelipisnya. “Ini hanya luka kecil.” Jawabnya kemudian.

Yuri yang semula mengangkat alisnya, akhirnya menepis hal itu, yang digantikan dengan senyuman yang terlukis di wajahnya. “Kau sudah dewasa ya, Ryosuke.” Ujar Yuri yang berjalan mendekat dan menepuk lengan kanan pria yang ada di hadapannya.

“Hah? Kau menyindirku?” Ryosuke merasa tidak terima. Secara tidak langsung , Yuri mengatakan bahwa sikap Ryosuke selama ini kekanak-kanakan.

“Hahaha, tidak.. Hanya saja aku kaget dengan responmu yang membiarkan target lolos dari misi balas dendam yang biasa kau lakukan.” Yuri tertawa garing.

“Kau.. Hh.. Yasudah, terserah apa katamu.”  Ryosuke tidak dapat membalas perkataan Yuri.

Ck, Aku muak melihat senyum dan tawamu itu

***
“Na-namamu siapa?”

“Namaku Yamada Ryosuke. Salam kenal.”

“Uhm.. Aku.. Namaku.. xxx”

………

“Yama-chan! Boleh aku main ke rumahmu?”

“Tentu saja boleh, kapanpun kau mau.”

“Sankyuu!”

………

“Kau tidak boleh berteman dengan mereka!! Temanmu harusnya aku!!”

“Kenapa kau melarangku? Apa salahnya aku berteman dengan yang lain?”

“Karena kau Cuma milikku!!”

……….

“xxx, Ke-kenapa wajahmu begitu?”

“Karena aku yang  menyebabkan orang tuamu meninggal..”


DEG!


Ryosuke terbangun dari alam mimpinya. Kelopak matanya terbuka lebar menandakan rasa gelisah tengah menyergapinya saat ini. Ia mengedarkan pandangannya ke segala arah. Mendapati dirinya yang  terbangun dengan posisi duduk di sebuah ruang tamu. Ini rumah Daiki, pikirnya.

Benar, ia baru saja mengingat bahwasanya ia dan Yuri mendatangi rumah Daiki atas keinginan Daiki sendiri, setelah diberi tahu oleh Yuri bahwa misi balas dendam dengan Hikaru batal. Daiki juga mengajak Keito dan Takaki kerumahnya.

“Yama-chan, doushita?” Seruan itu membawa Ryosuke kembali ke alam sadarnya. Daiki, teman yang paling akrab dengan Ryosuke  berjalan dari sudut pintu ruang tamu ke arahnya. Yah, walaupun sebenarnya Ryosuke tidak pernah menganggapnya sebagai teman.

“Ti-tidak ada. Sudah berapa lama aku tertidur disini? Mana Yuri dan yang lain?”

“Sekitar satu jam lebih. Mereka sudah pulang. Tidak tega membangunkanmu katanya”

“Lho terus aku pulang sama siapa?”

“Tentu saja ku antar pulang.”

“Haha, arigatou Dai-chan.”

“Baiklah, ini sudah mulai sore. Aku akan mengatar kau pulang. Aku ingin mengganti pakaian terlebih dahulu. Kau tunggu disini.”

“Ya, oke.” Jawab Ryosuke mengangguk sembari tersenyum kepada Daiki. Ya, tentu saja tetap dengan senyum palsunya.

Selepas kepergian Daiki, pikiran Ryosuke kembali mempelihatkan adegan demi adegan mimpi yang baru saja ia alami, yang membuat ia marah sekaligus frustasi.

“Sialan! Aku mimpi aneh lagi. Bocah itu, dia yang membuat orang tuaku meninggal. Tapi kenapa? Kenapa aku tidak bisa mengingat nama dan wajahnya?” Ryosuke membatin marah.

Seketika ia pun tersentak, matanya membesar mengingat potongan adegan yang terdapat didalam mimpinya. Ada hal yang ia sadari dari anak lelaki yang ia mimpikan. Seringai jahat  anak itu, mirip dengan seseorang yang ia kenal. “Yu-Yuri?” lirih Ryosuke.

Ya, senyum licik itu mirip dengan senyuman  Yuri di mimpinya tadi pagi.



TBC~



Glosarium :
Kaa-chan  = Ibu
 Tou-chan  = Ayah
Samashite = bangun
Arigatou = terima kasih
Doushite = kenapa



No comments:

Post a Comment