Chinen’s
POV
“Haaaciimm..!” Chinen meler. “Hah..Sluuurrpt, hah.. Wah, sepertinya aku
akan terkena demam” gumam Chinen. Ia lalu menuju lantai bawah seperti biasanya.
Chinen diam saja ketika melihat Yama
yang mondar-mandir kesana kesini.
“Astaga!
Aku bisa terlambat! Hari ini kan hari proyek!” Yama langsung kaget ketika
melirik jam tangannya. “Daaaaaa Chiii!! Oh iya, ada pesan untukmu di atas meja!”
ucapnya lagi dari kejauhan yang sekarang sudah terlihat seperti titik bagi
Chinen. Bibir Chinen terbuka lebar melihat fenomena (?) ini.
“Keito
niichaan~ Apa sarapan pagi in…”
҉Dear : Chinen
Ada sisa ramen, sayur, dan ikan asin
di kulkas.. Dipanaskan lagi saja ya.. Trio Ceking memanggilku hari ini. Aku
yakin Chinen pasti bisa makan sayur.. Keajaiban selalu ada!҉
‘Hah.. Kenapa ikan asinnya nggak
dikasih sekalian ke kak Hika aja ya..”
Tok tok tok !! Terdengar suara
pintu di ketuk.
“Siapa?”
BRUAK! Chinen kaget setengah mati saat pintunya terbanting.
Sekarang berdiri seseorang yang bertubuh kekar dan tinggi, mengenakan baju
hitam, dengan tampang yang tidak bersahabat.
“Chinen! Kau belum
membayar tagihan kost bulan ini! Ayo sekarang!”
kata orang itu mengutarakan maksud kedatangannya.
“Ta.. ta.. tapi..
Kaasan baru pergi hari ini.. Kami belum sanggup membayarnya..”
“Pokoknya saya tidak
mau tahu! Kalau begitu besok pagi saya akan kembali lagi!”
“Besok?!”
Orang itu tidak mempedulikan Chinen,
dan langsung keluar meninggalkan Chinen yang terpaku seorang diri. Chinen
merasakan dadanya sesak, takut, dan gemetar..
“Chinen!” terdengar
suara yang tak asing memanggil namanya.
Chinen mengangkat
kepalanya. “Yuma..”
“Chinen.. Kau
kenapa? Wow.. wow.. tahan dulu, ada apa dengan pintu rumahmu?”
“Ya, dirusak sama
yang punya kost .. Namanya Sado” jawab Chinen memelas.
“Dimana Keito?
Biasanya jam-jam segini dia masih berada disini , bukan?” tanya Yuma sambil
tolah-toleh.
“Pergi membahas
sesuatu bersama Trio Ceking” Chinen kembali menundukkan kepalanya. Melihat
keadaan Chinen, tergerak hati Yuma untuk menolong sahabatnya itu.
BRAK! “Yosh! Aku
akan kesana!” ucap Yuma lantang membuat Chinen terlonjak.
“Kau mau kesana
mana, Yuma..?” Chinen sweatdrop melihat tingkah laku Yuma yang meletakkan kedua
tangannya disamping pinggul.
“Aku akan pergi ke
rumah Sado.. Aku akan memintanya untuk memperpanjang waktumu”
“Tu.. tunggu..
Yuma.. Tapi, itu tidak mungkin.. Dia bukanlah orang yang bisa diajak kompromi
dengan mudah” Chinen memperingatkan.
Yuma memantapkan langkahnya, tekadnya
sudah bulat untuk membantu Chinen. Sambil berbalik badan, ia menatap Chinen
lekat-lekat , kemudian tersenyum manis.
“Karena.. Kita sahabat,
bukan?”
Deg! Chinen terharu. Ia tak pernah menyangka Yuma akan melakukan
hal seperti ini untuknya. Yang bahkan sangat beresiko bagi dirinya.
“Jaaaaa ne, setelah
aku kembali, kau akan aman lagi.. Tapi entah sampai berapa lama”
Yuma melangkah pergi. Chinen ingin melakukan sesuatu, tetapi ia
bingung dengan dirinya sendiri. Seolah-olah ada yang memakunya sehingga ia tak
dapat bergerak.
Yuma…
***
“Tolong buka
pintunya!” Yuma mengetuk sebuah pintu rumah yang berada di dekat Pantai Oizumi.
“Siapa?!” jawab
laki-laki itu ketus. Membuat nyali Yuma menciut sesaat. “Aku sudah memberitahu
Chinen tadi”
“Saya ingin meminta
agar keluarga Ryosuke diberi perpanjangan waktu!” ucap Yuma tak kalah lantang.
“Apa?! Tidak bisa!
Jangan membuatku marah, anak kecil!”
Yuma tak mau
mundur. “Tak lihatkah aku sedang sibuk?!” gertakan orang itu lebih keras dari
yang tadi.
Yuma telah membuat orang itu naik
darah, terlalu naik bahkan sampai matanya merah menahan amarah. Dan…
DUAAK!!
Chinen’s POV
Sriiing.. Chinen
merasakan suatu sinyal.
‘Tidak. Tidak seharusnya aku berada disini, diam saja menunggu
kedatangan Yuma!’
‘Ya benar, aku harus bertindak! Jangan menjadi penakut Chinen!
Ayo!’
Chinen berlari menuju rumahnya, mengambil sepedanya, dan lalu
mengayuhnya dengan sekuat tenaga. Sekuat yang ia bisa.
Ketika air mata sudah tak dapat lagi terbendung
Ketika hati menjerit-jerit menahan tajamnya tombak kesedihan
Ia datang menghibur..
Menemani, dan memberi kehangatan
Ia selalu ada untukku.. Menghiasi hari-hariku dengan indahnya warna-warna pelangi
Ketika hati menjerit-jerit menahan tajamnya tombak kesedihan
Ia datang menghibur..
Menemani, dan memberi kehangatan
Ia selalu ada untukku.. Menghiasi hari-hariku dengan indahnya warna-warna pelangi
‘Yuma.. Maafkan aku! Seharusnya kau tidak perlu terlibat sampai
sejauh ini..’
Chinen terus mengayuh sepedanya, lebih cepat, dan cepat! Sambil
mengkhawatirkan keadaan Yuma sekarang. Ia tak mau sahabatnya itu terluka..
‘Yuma. Yuma... Yuma!!’
***
PRANG!!
“Yama apa yang kau
lakukan??!!” kaget Yuto saat melihat salah satu alat
yang pecah. Tanpa alat
itu, mereka tidak dapat lagi bekerja.
“Yu.. yuto..
Maafkan aku.. Aku tidak..” Yama berusaha membela diri.
“Cukuuup!!! Aku
benci padamu!” balas Yuto lalu berlari
meninggalkan Yama.
“Yuto! Tunggu aku!”
“Nanda?!”
“Sudahlah! Jangan
pedulikan aku! Tinggalkan aku sendiri!”
Yuto benar-benar kecewa. Yama hanya
bisa diam saja, yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah meninggalkan Yuto
seorang diri.
‘Yuto, maafkan aku..’
“Yeyeyeyeyeyeye..
Berhasil! Berhasil! Horee!” riang Hikaru. Terdengar sebuah tawa kegirangan di
sisi lain.
“Apanya
yang berhasil, Hika?” tanya Inoo.
“Hahaha..
Akhirnya! Aku menemukan Ikan juga disini! Akan aku ambil untuk tebusan mang
Jajang nanti.. Huehehe” kata Hikaru sambil mengambil Ikan Piranha Yama di
akuarium.
“Heiii
Hikaaaa!!! Ikan itu makannya—“
Tapi.. T-E-R-L-A-M-B-A-T
Graup!
“ADAW!!!
INOO-CHAN~ TOLONG AKU~!!!!” jerit-jerit Hikaru saat Ikan itu menggigit jari
jemarinya.
“Hai!
Hai! Tunggu sebentar Hikaruuuuu” jawab Inoo yang langsung mengambil jarum
suntik.
“Hati-hati
Inoo-chan! Jangan sampai aku yang—“
“Iya
iya! Diam dulu dong!” CEES..
Beberapa detik Kemudian…
Doeng—!
“Tidaaak!! Hikaruuu kenapa jadi kamu yang
pingsaann???!!!!” teriak Inoo sambil menggoyang-goyangkan tubuh Hika. Yuya dan
Keito sweatdrop melihat mereka.
Pesta Ulang tahun Yama berakhir dengan
sangat menyenangkan dan berkesan, walaupun ada beberapa kegaduhan disana dan
disini. Waktu telah menunjukkan pukul 11 malam. Chinen dan Keito langsung beranjak
ke tempat tidur. Sedangkan aku yang masih terjaga, melangkah menuju kamar dan
membuka laci.
Sebuah kado
berwarna merah berhias pita kuning. Sayang, di hari yang istimewa ini
tidak ada Kaasan disampingku. Aku membuka kado pemberian Okaasan tersebut
dengan perlahan.. dan sangat tertegun ketika melihat isinya.
“I..inikan..”
Ya. Sebuah benda yang pernah
dipeributkannya dengan Kaasan, sebuah benda yang bahkan pernah mengusik
ketenangannya, yang pernah membuat hatinya begitu menginginkan sesuatu. Sarung
tangan itu!
“Okaasan..”
Kugenggam erat sarung tangan merah
tersebut. Tak terasa waktu telah memanggilku untuk kembali memejamkan mata..
To be continue
No comments:
Post a Comment