NOTE: Reader, before you browsing to reading please make sure you read fanfiction in here according to your age. If you not yet 17 yo, we suggest you to read fanfiction with rating G, PG-13, PG-15. Rating NC-17 and NC-21 just for addult. Please follow this rule shake your self!

Thursday, May 2, 2013

[Series] Top Secret (First Chapter)



TITLE : Top Secret (First Chapter)
PAIRING: RyoMi’s Couple        
CAST :
1.   Yamada Ryosuke as Ryo
2.   Author as Sachi Fumi(OC)
3.   Yabu Kota as Yabu Kota
4.   Arioka Daiki as Arioka Daiki
5.   Yaotome Hikaru as Yaotome Hikaru
6.   Takaki Yuya as Takaki
7.   Inoo Kei as Inoo
8.   Chinen Yuri as Chinen Yuri
9.   Okamoto Keito as Keito
10. Nakajima Yuto as Yuto
11. Morimoto Ryutaro as Ryutaro

GENRE : Thriller, Crime, Action, Romance, Angst
RATING : PG-15
LENGTH : Twoshoot
LANGUAGE : Indonesia

AUTHOR : Amaisora Lucifa
-TWITTER : @pramutya
-FB : http://www.facebook.com/amaisora
-SITE : http://milkylatte.tumblr.com
-ICHIBAN : Yamada Ryosuke

REASON OF JOINING THE PROJECT : I want to take revenge because I can’t join the project last year! Yatta!! I want to give birthday present for my lovely ichiban, Yamada Ryosuke through this fanfiction and make many people enjoy reading my fanfiction and fall for HEYSAYJUMP. But don’t fall for Yamada Ryosuke, he is mine :P

DICLAIMER : Inspired of ‘The Sweet Bodyguard’ by Marchia
SUMMARY: Mereka terpisah selama tiga-belas-tahun. Pertemuan pertama justru memisahkan mereka kembali. Janji masih sekedar janji. Waktu masih mempermainkan mereka berdua, menguji kesetiaan dan cinta yang mereka miliki. Bahkan kematian turut serta memberi andilnya. Mungkin memang bukan takdir mereka untuk bersama, bukan di masa sekarang, reinkarnasi? Entahlah, biarkan sang sutradara yang menentukan.
A/N: This story will not ending yet honey readers~ enjoy and RCL~


=TOP SECRET=



 Coffee Corner sebuah hotel bintang lima
          
          “Fumi~ Kita bertemu lagi! Bukankah ini tandanya kita berjodoh?”sapa Ryo begitu seorang waitress meletakkan secangkir kopi dan pancake di mejanya.

          “Silahkan pesanannya.”

          “Kenapa kau pura-pura tak mengenalku? Bukankah kita baru saja berkenalan kemarin?”seloroh Ryo. Perhatiannya terpusat pada gadis di sampingnya.

          “Maaf Tuan, saya sedang bekerja. Silahkan nikmati kopi Anda.”

          “Baiklah temui aku nanti setelah kau selesai bekerja. Bagaimana?”

          Tapi gadis itu hanya tersenyum dan meninggalkan Ryo. Ada kesal yang melingkupi dadanya. Begitu sampai di dapur, gadis yang tadi di panggil Fumi kembali berbicara dengan rekannya lewat alat kecil di dekat telinganya.

          “Keadaan aman. Target masih dalam pengamatan. Tetap di pos kalian dan tunggu perintahku.”

          Seorang lelaki paruh baya yang menjadi targetnya sedang sibuk bicara dengan seseorang lewat telepon genggam. Wajahnya tampak serius. Tak lama ia memutuskan hubungan telepon itu dan beranjak pergi dari kursi yang ia duduki.

          “Target pergi. Yuto dan Ryutaro, kalian terus buntuti dia. Para mafia itu mungkin sudah berada di sekitar sini untuk mengintai dia juga. Perhatikan langkah kalian.”perintahnya lagi.

          Rutinitasnya kembali berubah, yang tadinya seorang waitress kini berganti menjadi pengunjung hotel yang tentu saja dengan tatanan berbeda dari sebelumnya. Ya, ia sedang menyamar. Gadis yang dipanggil Fumi itu memang bukan orang sembarangan, ia adalah seorang agen. Kini ia menjalankan misi untuk menggagalkan transaksi perdagangan senjata gelap. Menurut informasi yang ia dapatkan, transaksi akan dilakukan di hotel ini dalam waktu dekat. Untuk itu ia berada di sini dengan team-nya. 

           Mata tajamnya terus mengamati target yang duduk di balkon kamar hotel tepat di seberang kamar yang ia tempati –sebuah kesengajaan.

          “Kapten, istirahatlah. Aku akan mengawasi target, sejak kemarin kau tak tidur bukan?”ujar partner-nya menyerahkan secangkir teh hangat.

          “Kau saja. Aku akan berjaga. Terima kasih, Arioka.”jawabnya menyesap teh tawar itu pelan. Sepasang mata jernihnya beralih menatap laptop di hadapannya, memperhatikan apa yang target kerjakan. Ya, tepat di belakang target telah terpasang kamera tersembunyi. Selain itu, beberapa kamera lain juga telah dipasang di kamar target.

          “Kau ini benar-benar tak berubah. Sachi Fumi si Kepala Batu. Istirahatlah, aku akan mengawasinya.”seloroh Daiki lagi kali ini sedikit memaksa. Ia ikut sibuk mengawasi target dengan teropong berteknologi mutakhir di tangannya.

          “Daiki, kita sedang bertugas. Jangan panggil aku seperti itu! Aku tak mengantuk dan aku tak mau menyerahkan tanggung jawabku begitu saja. Meski kau lebih tua dariku, tapi di sini aku ketua tim. Kau tahu bagaimana berbahayanya ini.”tukas Fumi tegas tanpa melepaskan pandangannya dari layar laptop.

          “Ck, aku mengerti tapi paling tidak biarkan kita bersikap informal jika berdua. Kita sahabat sejak kecil, kau tak perlu se-formal itu padaku meski sedang bertugas. Kau tak ingat aku pernah mengatakan itu berulang kali?”gerutu Daiki sembari melirik ke arah Fumi dari sudut mata sipitnya.

          Kini Fumi terdiam, ia menghembuskan napas berat dan cepat. Kembali menyesap teh yang tinggal setengah dalam cangkirnya. Daiki mengalihkan bolah matanya demi memandangi Fumi. Ada sorot iba dalam pancaran mata cokelatnya. Ia ingat bagaimana mereka dididik untuk mengabdi pada negara bahkan sejak usia muda. Ya, sejak diambil dari panti asuhan, mereka tinggal di asrama khusus dengan anak-anak berkemampuan lebih lainnya.

          Tak ada lagi kata yang terucap dari bibir keduanya. Mereka kembali sibuk mengawasi target dengan cara masing-masing. 



=TOP SECRET=

          “Kenapa kemarin kau tak menemuiku? Aku mencarimu ke cafe tapi kata mereka kau sudah pulang. Bukankah aku bilang untuk menemuiku?”sembur Ryo seperti anak kecil merajuk pada ibunya agar dibelikan mainan.

          “Maaf Tuan, saya ada urusan dan sekarang saya sedang bekerja. Nikmati kopi anda.”jawab Fumi sopan tanpa emosi. Ia sudah terlatih untuk mengontrol emosinya –demi mengakali lie detector.  Taklucu kan jika agen  sepertinya membocorkan rahasia negara? Lebih baik mati daripada membuka mulut

           Ia membungkuk sejenak sebelum berlalu. Tapi tangan Ryo dengan cepat meraih pergelangan tangannya. Beruntung Fumi cepat mengendalikan refleknya, jika tidak, mungkin Ryo sudah tersungkur di lantai sekarang. Sebelah tangan Ryo yang bebas mengambil handphone Fumi yang berada di saku apron gadis itu. Dengan lincah jari jemarinya menari di atas layar touchscreen handphone berbasis android milik gadis manis itu dan tak lama handphone di atas mejanya bergetar.

          “Nah, kalau sudah begini aku punya nomormu bukan? Terima kasih. Selamat bekerja, Fumi~.”ujar  Ryo dengan wajah berbinar tanpa rasa bersalah.

           “Maaf Tuan tapi Anda tidak bisa melakukan itu... maksudku...”

           Target bergerak keluar hotel. Ia tak menuju ke Coffee Corner seperti biasa, tiba-tiba Yuto,salah satu anggota tim-nya melapor.

           Kau dan Ryutaro ikuti dia. Tetap pada jarak aman jangan sampai mencolok, bisik Fumi menanggapi informasi yang diberikan anggota tim-nya itu. Mendengar perintah atasannya, Yuto dan Ryutaro pun segera bergerak sesuai instruksi.

          “Sachi Fumi! Kembali ke dapur!”seru seorang waiter yang tak lain dan tak bukan adalah Daiki. Begitu memasuki dapur, Fumi dan Daiki langsung merubah penyamaran mereka dan keluar dari hotel untuk mengikuti target.

=TOP SECRET=

Keesokan harinya
Coffee Corner

           Semua masih berjalan seperti biasa. Tak ada kejadian ataupun hal aneh. Sudah tiga hari ini mereka mengawasi target dan para mafia itu belum juga menampakkan batang hidungnya. Fumi, Daiki, Yuto dan Ryutaro masih pada penyamaran mereka.

           Lagi-lagi Ryo dan Fumi berhadapan. Mereka berbicara seperti sebelum-sebelumnya. Ryo dengan wajah berbinar karena excited sedangkan Fumi dengan respon datarnya.

          Target bersama seseorang di meja nomor tiga. Penampilan biasa, tak ada yang mencolok, tetap siaga, ujar Daiki dari balik kasir lewat peralatan canggih yang mereka gunakan.

          Dengan profesional Fumi berjalan mendekati meja tiga, menyerahkan pesanan kedua orangitu.

          Microphone set, stand by, bisik Fumi begitu melangkahkan kakinya menjauhi meja nomor tiga.

          Ya, di cangkir kopi yang ia antar telah terpasang microphone berukuran sangat kecil yang tak akan mudah di sadari. Dari microphone itu mereka dapat mendengarkan perbincangan target dengan jelas. Ini tentang transaksi itu.

          Mereka akan melaksanakan transaksi itu nanti sore di restaurant hotel, ruang VIP tiga, lapor Ryutaro yang berada di ruang kontrol. Ia-lah yang kini bertugas memonitor semua peralatan canggih yang digunakan.

         Senyum simpul tercetak jelas di wajah Daiki dan agen lainnya tapi tidak pada wajah Fumi. Instingnya memperingatkan gadis itu bahwa ada keganjilan begitu ia mendengar laporan Ryutaro. Tak mungkin mereka semudah ini untuk ditangkap, mengingat mafia-mafia itu begitu profesional dan lama menjadi buronan yang terkenal sulit untuk dilacak apalagi ditangkap.

          Begitu selesai bicara, orang itu pergi meninggalkan target. Fumi segera mengutus Yuto untuk mengikuti orang tersebut dan mencari informasi lengkap mengenainya.

         Tak lama ia mendapat kabar bahwa orang itu bersih. Ia hanya ‘penyampai pesan’  biasa –pekerjaan yang belum lama ini mulai berkembang, mereka bekerja untuk menyampaikan pesan tanpa harus mengetahui secara terperinci untuk dan dari siapa pesan itu ditujukan.

          Ini semakin membuat Fumi curiga.

=TOP SECRET=

         “Aku Kapten Sachi Fumi. Tolong hubungkan dengan Kolonel Yabu Kota segera.”

         “Baik.”

         “Ada apa? Bagaimana perkembangan misi tim Alpha? Kudengar target dan pimpinan mafia itu akan melakukan transaksi sore ini.”

         “Ya, karena itu aku menghubungi Anda, Kolonel. Bukankah ini aneh? Menurut informasi, pimpinan mafia itu sendiri yang turun tangan tapi kenapa mereka justru light? Aku curiga jika sesuatu mungkin akan terjadi. Kolonel, anda tahu bagaimana instingku bekerja bukan? Jadi bisakah Anda mengirim beberapa orang dan pasukan siaga?”

          “Aku mengerti. Akan kukirim tim Gamma segera dan aku akan menghubungi kantor kepolisian setempat untuk bersiaga jika sesuatu terjadi. Kau tinggal mengirimkan SOS ASAP. mengerti?”

          “Terima kasih, Kolonel.”

           Begitu selesai menghubungi atasannya Fumi segera berbalik hendak kembali ke kamarnya. Namun betapa terkejutnya ia saat mendapati Ryo tepat berada di belakangnya. Ryo menatapnya dengan tatapan mendelik curiga.

           “Sejak kapan kau di sini?”tanya Fumi tanpa sempat mem-filter kekagetannya.

           “Barusaja, apa kau tadi menelepon pacarmu?”seloroh Ryo yang segera saja membuat Fumi bernapas lega.

           “Bukan urusanmu.”

           “Oh, berarti benar? Tapi sekalipun benar, itu tak kan cukup untuk menghentikanku.”kata lelaki itu dengan lengkungan senyum simpul penuh misteri menghiasi bibir tipisnya.

          “Maksudmu?”tukas Fumi dingin. Ia sudah cukup sering menghadapi situasi seperti ini –di mana ada saja lelaki yang menggodanya saat ia bertugas. 

          Ya, laki-laki seperti mereka tak tahu siapa Fumi sebenarnya. Karena itu mereka bisa dengan santai menggoda gadis yang di mata mereka terlihat rapuh karena tubuh mungil yang Fumi miliki. Andai saja mereka mengetahui jati diri Fumi, mungkin mendekat saja mereka enggan. 

          Karena segala hal yang pernah ia lalui selama ini. Fumi jadi tahu bagaimana seharusnya ia bersikap untuk membuat laki-laki seperti itu menjauhinya. Tentu dengan cara yang halus –bukan dengan kekuatan yang ia miliki seperti saat ia melakukan misinya sebagai salah satu agen pemerintahan.

         “You are mine... definitely mine.”jawab Ryo dengan senyum yang semakin menggembang. Tapi ucapannya itu justru mengundang senyum sinis melengkung di bibir tipis Fumi.

         Ryo menarik Fumi dari tempat mereka semula. Fumi yang tak mungkin menggunakan kekuatannya pada warga sipil hanya mengikuti langkah Ryo. Mereka kini telah duduk berhadapan di sebuah taman tak jauh dari hotel.

         ”Kenapa kau bersikap seperti ini?”tanya Fumi masih dengan ekspresi datarnya. Mendengar itu, senyum Ryo lagi-lagi mengembang. Ini pertama kalinya Fumi berbicara informal sejak mereka bertemu.

         “Love at first sight may be.”jawab Ryo singkat. Kedua mata berwarna cokelat tua miliknya memandangi Fumi lekat. 

          Senyum sinis untuk kedua kalinya sukses terukir di bibir Fumi tepat sebelum ia membalas ucapan Ryo, “Kau salah memilih orang. Dengan semua kekayaanmu dan wajah tampan itu. Bukankah kau bisa mendapat gadis yang jauh lebih baik daripada aku? Aku hanya seorang waitress.”

          “Mungkin perkataanmu memang benar. Tapi kau perlu tahu, aku hanya butuh cukup dan kau cukup untukku. Aku tak yakin kau akan akan percaya atau tidak jika kukatakan bahwa aku rela melepas segalanya untuk bersamamu jika perlu. Listen to me, Fumi. Meski apapun judge-mu terhadapku, kumohon yakini ucapankuKita akan hidup berdua bahagia selamanya. Hanya kau dan aku. Kau bisa percaya padaku, Fumi. Aku berjanji...”

           Mendengar ucapan Ryo, mata Fumi membulat sejenak. ‘Cara bicara, nada dan kata-kata itu... Apa kau Ryo-ku?’  batin Fumi namun segera ia tepis. 

           “Sudahlah. Aku harus kembali bekerja atau aku akan dipecat.”tukas Fumi kemudian berjalan menjauhi Ryo. Seketika Ryo terpaku saat melihat Fumi mengikat rambutnya. 

           “Ikat rambut itu... Kau benar-benar Fumi-ku! Tunggulah Fumi, sebentar saja. Kita akan bertemu lagi dan aku akan membuatmu bangga padaku. Beri aku waktu, aku hanya tak ingin kita bertemu dalam keadaan seperti ini. Mengertilah Fumi. Kumohon bersabarlah dan percaya padaku seperti Fumi-ku yang dulu.”gumam Ryo. Wajahnya seketika berubah sendu. Ingatan masa lalu terputar begitu saja di hadapannya.

=TOP SECRET=

Orphanage,May 9 2000

          “Ryo, selamat ulang tahun...”kata seorang gadis kecil begitu berada di dekat Ryo.

          “Terima kasih, kau juga Fumi~.”

           Mereka kemudian bertukar kado. Ya, keduanya memang berulang tahun pada tanggal yang sama. Bukan, ini bukan tanggal lahir asli mereka –mungkin salah satu di antara mereka. Keduanya mendapat tanggal ini sebagai tanggal lahir pada surat keterangan karena mereka berdua sama-sama ditinggalkan di panti ini pada tanggal 9 Mei 1993 –meski pada jam berbeda.

           “Ryo! Fumi! Ayo masuk, ada yang ingin berkenalan dengan kalian!”panggil seorang pria bernama Chinen Yuri yang merupakan sukarelawan panti itu.

           Mereka berdua berlari-lari kecil memasuki gedung panti yang sederhana. Di salah satu tangan mereka tergenggam kado sedang sebelah tangan yang lain saling menggenggam.

          “Ryo kenalkan, ini Tuan Takaki. Dia ingin kau menjadi anaknya. Kau mau kan?”kata Chinen begitu mereka sampai di ruang tamu panti.

          “Tapi...Fumi...”kata Ryo ragu. Mereka masih saling bergandeng tangan dan menatap satu sama lain.

          “Oh, Fumi akan ikut dengan Tuan Inoo. Kalian akan sama-sama diadopsi hari ini. Bukankah ini kado yang indah untuk ulang tahun kalian?”ujar Keito yang juga merupakan sukarelawan panti itu tiba-tiba. Ia baru saja memasuki ruang tamu panti dengan beberapa dokumen adopsi tangannya.

          “Tapi kenapa kami tak diadopsi oleh satu keluarga yang sama?”tanya gadis kecil itu, mata cokelat caramel-nya berkaca-kaca.

          “Karena orang tua baru kalian hanya ingin mengangkat seorang anak.”kata Keito tenang. Ia tersenyum ramah pada kedua calon orang tua angkat yang akan mengadopsi mereka berdua.

          “Kalian ambil barang masing-masing. Mereka akan menjadi keluarga yang baik. Nanti kalau kalian sudah dewasa, kalian bisa bertemu lagi. Ingat permainan kalian tentang pengantin?”kata Chinen kemudian.

          Ryo dan Fumi saling pandang lalu menjadi salah tingkah. Wajah mereka memerah, padam. Ragu-ragu mereka berdua berjalan menuju kamar, mengambil barang yang tak seberapa.

         “Fumi, jangan menangis. Saat dewasa nanti, kita akan bertemu lagi. Kita akan hidup berdua bahagia selamanya. Hanya kau dan aku. Kau bisa percaya padaku, Fumi. Aku berjanji...”kata Ryo menyeka airmata yang keluar dari ujung mata Fumi. Mereka kemudian menautkan jari kelingking dan berucap janji.

=TOPSECRET=


To Be Continue



WRITER DESIRE : Hows? Lets move on to the second chapter! Thanks for RCL and read my other story :3

No comments:

Post a Comment