TITLE : Top Secret (First
Chapter)
PAIRING: RyoMi’s Couple
CAST :
1. Yamada Ryosuke as Ryo
2. Author as Sachi Fumi(OC)
3. Yabu Kota as Yabu Kota
4. Arioka Daiki as Arioka Daiki
5. Yaotome Hikaru as Yaotome Hikaru
6. Takaki Yuya as Takaki
7. Inoo Kei as Inoo
8. Chinen Yuri as Chinen Yuri
9. Okamoto Keito as Keito
10. Nakajima Yuto as Yuto
11. Morimoto Ryutaro as
Ryutaro
GENRE : Thriller, Crime,
Action, Romance, Angst
RATING : PG-15
LENGTH : Twoshoot
LANGUAGE : Indonesia
AUTHOR : Amaisora Lucifa
-TWITTER : @pramutya
-FB :
http://www.facebook.com/amaisora
-SITE :
http://milkylatte.tumblr.com
-ICHIBAN : Yamada Ryosuke
REASON OF JOINING THE PROJECT
: I want to take revenge because I can’t join the project last year! Yatta!! I
want to give birthday present for my lovely ichiban, Yamada Ryosuke through
this fanfiction and make many people enjoy reading my fanfiction and fall for
HEYSAYJUMP. But don’t fall for Yamada Ryosuke, he is mine :P
DICLAIMER : Inspired of
‘The Sweet Bodyguard’ by Marchia
SUMMARY: Mereka terpisah
selama tiga-belas-tahun. Pertemuan pertama justru memisahkan mereka kembali.
Janji masih sekedar janji. Waktu masih mempermainkan mereka berdua, menguji
kesetiaan dan cinta yang mereka miliki. Bahkan kematian turut serta memberi
andilnya. Mungkin memang bukan takdir mereka untuk bersama, bukan di masa
sekarang, reinkarnasi? Entahlah, biarkan sang sutradara yang menentukan.
A/N: This story will not
ending yet honey readers~ enjoy and RCL~
=TOP SECRET=
Coffee Corner sebuah hotel bintang
lima
“Fumi~ Kita bertemu lagi! Bukankah ini tandanya kita berjodoh?”sapa Ryo begitu
seorang waitress meletakkan secangkir kopi dan pancake di
mejanya.
“Silahkan pesanannya.”
“Kenapa kau pura-pura tak mengenalku? Bukankah kita baru saja berkenalan
kemarin?”seloroh Ryo. Perhatiannya terpusat pada gadis di sampingnya.
“Maaf Tuan, saya sedang bekerja. Silahkan nikmati kopi Anda.”
“Baiklah temui aku nanti setelah kau selesai bekerja. Bagaimana?”
Tapi gadis itu hanya tersenyum dan meninggalkan Ryo. Ada kesal yang melingkupi
dadanya. Begitu sampai di dapur, gadis yang tadi di panggil Fumi kembali
berbicara dengan rekannya lewat alat kecil di dekat telinganya.
“Keadaan aman. Target masih dalam pengamatan. Tetap di pos kalian dan tunggu
perintahku.”
Seorang lelaki paruh baya yang menjadi targetnya sedang sibuk bicara dengan
seseorang lewat telepon genggam. Wajahnya tampak serius. Tak lama ia memutuskan
hubungan telepon itu dan beranjak pergi dari kursi yang ia duduki.
“Target pergi. Yuto dan Ryutaro, kalian terus buntuti dia. Para mafia itu
mungkin sudah berada di sekitar sini untuk mengintai dia juga. Perhatikan
langkah kalian.”perintahnya lagi.
Rutinitasnya kembali berubah, yang tadinya seorang waitress kini berganti
menjadi pengunjung hotel yang tentu saja dengan tatanan berbeda dari sebelumnya.
Ya, ia sedang menyamar. Gadis yang dipanggil Fumi itu memang bukan orang
sembarangan, ia adalah seorang agen. Kini ia menjalankan misi untuk
menggagalkan transaksi perdagangan senjata gelap. Menurut informasi yang ia
dapatkan, transaksi akan dilakukan di hotel ini dalam waktu dekat. Untuk itu ia
berada di sini dengan team-nya.
Mata tajamnya terus mengamati target yang duduk di balkon kamar hotel tepat di
seberang kamar yang ia tempati –sebuah kesengajaan.
“Kapten, istirahatlah. Aku akan mengawasi target, sejak kemarin kau tak tidur
bukan?”ujar partner-nya menyerahkan secangkir teh hangat.
“Kau saja. Aku akan berjaga. Terima kasih, Arioka.”jawabnya menyesap teh tawar
itu pelan. Sepasang mata jernihnya beralih menatap laptop di hadapannya,
memperhatikan apa yang target kerjakan. Ya, tepat di belakang target telah
terpasang kamera tersembunyi. Selain itu, beberapa kamera lain juga telah
dipasang di kamar target.
“Kau ini benar-benar tak berubah. Sachi Fumi si Kepala Batu. Istirahatlah, aku
akan mengawasinya.”seloroh Daiki lagi kali ini sedikit memaksa. Ia ikut sibuk
mengawasi target dengan teropong berteknologi mutakhir di tangannya.
“Daiki, kita sedang bertugas. Jangan panggil aku seperti itu! Aku tak mengantuk
dan aku tak mau menyerahkan tanggung jawabku begitu saja. Meski kau lebih tua
dariku, tapi di sini aku ketua tim. Kau tahu bagaimana berbahayanya ini.”tukas
Fumi tegas tanpa melepaskan pandangannya dari layar laptop.
“Ck, aku mengerti tapi paling tidak biarkan kita bersikap informal jika
berdua. Kita sahabat sejak kecil, kau tak perlu se-formal itu padaku meski
sedang bertugas. Kau tak ingat aku pernah mengatakan itu berulang kali?”gerutu
Daiki sembari melirik ke arah Fumi dari sudut mata sipitnya.
Kini Fumi terdiam, ia menghembuskan napas berat dan cepat. Kembali menyesap teh
yang tinggal setengah dalam cangkirnya. Daiki mengalihkan bolah matanya demi
memandangi Fumi. Ada sorot iba dalam pancaran mata cokelatnya. Ia ingat
bagaimana mereka dididik untuk mengabdi pada negara bahkan sejak usia muda. Ya,
sejak diambil dari panti asuhan, mereka tinggal di asrama khusus dengan
anak-anak berkemampuan lebih lainnya.
Tak ada lagi kata yang terucap dari bibir keduanya. Mereka kembali sibuk
mengawasi target dengan cara masing-masing.
=TOP SECRET=
“Kenapa kemarin kau tak menemuiku? Aku mencarimu ke cafe tapi
kata mereka kau sudah pulang. Bukankah aku bilang untuk menemuiku?”sembur Ryo
seperti anak kecil merajuk pada ibunya agar dibelikan mainan.
“Maaf Tuan, saya ada urusan dan sekarang saya sedang bekerja. Nikmati kopi
anda.”jawab Fumi sopan tanpa emosi. Ia sudah terlatih untuk mengontrol emosinya
–demi mengakali lie detector. Taklucu kan jika agen
sepertinya membocorkan rahasia negara? Lebih baik mati daripada membuka
mulut.
Ia membungkuk sejenak sebelum berlalu. Tapi tangan Ryo dengan cepat meraih
pergelangan tangannya. Beruntung Fumi cepat mengendalikan refleknya, jika
tidak, mungkin Ryo sudah tersungkur di lantai sekarang. Sebelah tangan Ryo yang
bebas mengambil handphone Fumi yang berada di saku apron gadis
itu. Dengan lincah jari jemarinya menari di atas layar touchscreen handphone
berbasis android milik gadis manis itu dan tak lama handphone di
atas mejanya bergetar.
“Nah, kalau sudah begini aku punya nomormu bukan? Terima kasih. Selamat
bekerja, Fumi~.”ujar Ryo dengan wajah berbinar tanpa rasa bersalah.
“Maaf Tuan tapi Anda tidak bisa melakukan itu... maksudku...”
Target bergerak keluar hotel. Ia tak menuju ke Coffee Corner seperti
biasa, tiba-tiba Yuto,salah satu anggota tim-nya melapor.
Kau dan Ryutaro ikuti dia. Tetap pada jarak aman jangan sampai
mencolok, bisik Fumi menanggapi informasi yang diberikan anggota tim-nya
itu. Mendengar perintah atasannya, Yuto dan Ryutaro pun segera bergerak sesuai
instruksi.
“Sachi Fumi! Kembali ke dapur!”seru seorang waiter yang
tak lain dan tak bukan adalah Daiki. Begitu memasuki dapur, Fumi dan Daiki
langsung merubah penyamaran mereka dan keluar dari hotel untuk mengikuti
target.
=TOP SECRET=
Keesokan harinya
Coffee Corner
Semua masih berjalan seperti biasa. Tak ada kejadian ataupun hal aneh. Sudah
tiga hari ini mereka mengawasi target dan para mafia itu belum juga menampakkan
batang hidungnya. Fumi, Daiki, Yuto dan Ryutaro masih pada penyamaran mereka.
Lagi-lagi Ryo dan Fumi berhadapan. Mereka berbicara seperti sebelum-sebelumnya.
Ryo dengan wajah berbinar karena excited sedangkan Fumi dengan
respon datarnya.
Target bersama seseorang di meja nomor tiga. Penampilan biasa, tak ada yang
mencolok, tetap siaga, ujar Daiki dari balik kasir lewat peralatan canggih yang mereka
gunakan.
Dengan profesional Fumi berjalan mendekati meja tiga, menyerahkan pesanan kedua
orangitu.
Microphone set, stand by, bisik Fumi begitu melangkahkan kakinya menjauhi
meja nomor tiga.
Ya, di cangkir kopi yang ia antar telah terpasang microphone berukuran sangat
kecil yang tak akan mudah di sadari. Dari microphone itu
mereka dapat mendengarkan perbincangan target dengan jelas. Ini tentang
transaksi itu.
Mereka akan melaksanakan transaksi itu nanti sore di restaurant hotel, ruang
VIP tiga, lapor Ryutaro yang berada di ruang kontrol. Ia-lah yang kini
bertugas memonitor semua peralatan canggih yang digunakan.
Senyum simpul tercetak jelas di wajah Daiki dan agen lainnya tapi tidak pada
wajah Fumi. Instingnya memperingatkan gadis itu bahwa ada keganjilan begitu ia
mendengar laporan Ryutaro. Tak mungkin mereka semudah ini untuk ditangkap,
mengingat mafia-mafia itu begitu profesional dan lama menjadi buronan yang
terkenal sulit untuk dilacak apalagi ditangkap.
Begitu selesai bicara, orang itu pergi meninggalkan target. Fumi segera
mengutus Yuto untuk mengikuti orang tersebut dan mencari informasi lengkap
mengenainya.
Tak lama ia mendapat kabar bahwa orang itu bersih. Ia hanya ‘penyampai
pesan’ biasa –pekerjaan yang belum lama ini mulai berkembang, mereka
bekerja untuk menyampaikan pesan tanpa harus mengetahui secara terperinci untuk
dan dari siapa pesan itu ditujukan.
Ini semakin membuat Fumi curiga.
=TOP SECRET=
“Aku Kapten Sachi Fumi. Tolong hubungkan dengan Kolonel Yabu Kota segera.”
“Baik.”
“Ada apa? Bagaimana perkembangan misi tim Alpha? Kudengar target
dan pimpinan mafia itu akan melakukan transaksi sore ini.”
“Ya, karena itu aku menghubungi Anda, Kolonel. Bukankah ini aneh? Menurut
informasi, pimpinan mafia itu sendiri yang turun tangan tapi kenapa mereka
justru light? Aku curiga jika sesuatu mungkin akan terjadi.
Kolonel, anda tahu bagaimana instingku bekerja bukan? Jadi bisakah Anda
mengirim beberapa orang dan pasukan siaga?”
“Aku mengerti. Akan kukirim tim Gamma segera dan aku akan
menghubungi kantor kepolisian setempat untuk bersiaga jika sesuatu terjadi. Kau
tinggal mengirimkan SOS ASAP. mengerti?”
“Terima kasih, Kolonel.”
Begitu selesai menghubungi atasannya Fumi segera berbalik hendak kembali ke
kamarnya. Namun betapa terkejutnya ia saat mendapati Ryo tepat berada di
belakangnya. Ryo menatapnya dengan tatapan mendelik curiga.
“Sejak kapan kau di sini?”tanya Fumi tanpa sempat mem-filter kekagetannya.
“Barusaja, apa kau tadi menelepon pacarmu?”seloroh Ryo yang segera saja membuat
Fumi bernapas lega.
“Bukan urusanmu.”
“Oh, berarti benar? Tapi sekalipun benar, itu tak kan cukup untuk
menghentikanku.”kata lelaki itu dengan lengkungan senyum simpul penuh misteri
menghiasi bibir tipisnya.
“Maksudmu?”tukas Fumi dingin. Ia sudah cukup sering menghadapi situasi seperti
ini –di mana ada saja lelaki yang menggodanya saat ia bertugas.
Ya, laki-laki seperti mereka tak tahu siapa Fumi sebenarnya. Karena itu mereka
bisa dengan santai menggoda gadis yang di mata mereka terlihat rapuh karena
tubuh mungil yang Fumi miliki. Andai saja mereka mengetahui jati diri Fumi,
mungkin mendekat saja mereka enggan.
Karena segala hal yang pernah ia lalui selama ini. Fumi jadi tahu bagaimana
seharusnya ia bersikap untuk membuat laki-laki seperti itu menjauhinya. Tentu
dengan cara yang halus –bukan dengan kekuatan yang ia miliki seperti saat ia
melakukan misinya sebagai salah satu agen pemerintahan.
“You are mine... definitely mine.”jawab Ryo dengan senyum yang semakin
menggembang. Tapi ucapannya itu justru mengundang senyum sinis melengkung di
bibir tipis Fumi.
Ryo menarik Fumi dari tempat mereka semula. Fumi yang tak mungkin menggunakan
kekuatannya pada warga sipil hanya mengikuti langkah Ryo. Mereka kini telah
duduk berhadapan di sebuah taman tak jauh dari hotel.
”Kenapa kau bersikap seperti ini?”tanya Fumi masih dengan ekspresi datarnya.
Mendengar itu, senyum Ryo lagi-lagi mengembang. Ini pertama kalinya Fumi
berbicara informal sejak mereka bertemu.
“Love at first sight may be.”jawab Ryo singkat. Kedua mata berwarna cokelat tua
miliknya memandangi Fumi lekat.
Senyum sinis untuk kedua kalinya sukses terukir di bibir Fumi tepat sebelum ia
membalas ucapan Ryo, “Kau salah memilih orang. Dengan semua kekayaanmu dan
wajah tampan itu. Bukankah kau bisa mendapat gadis yang jauh lebih baik
daripada aku? Aku hanya seorang waitress.”
“Mungkin perkataanmu memang benar. Tapi kau perlu tahu, aku hanya butuh cukup
dan kau cukup untukku. Aku tak yakin kau akan akan percaya atau tidak jika
kukatakan bahwa aku rela melepas segalanya untuk bersamamu jika perlu. Listen
to me, Fumi. Meski apapun judge-mu terhadapku, kumohon yakini
ucapanku. Kita akan hidup berdua bahagia selamanya. Hanya kau dan
aku. Kau bisa percaya padaku, Fumi. Aku berjanji...”
Mendengar ucapan Ryo, mata Fumi membulat sejenak. ‘Cara bicara, nada dan
kata-kata itu... Apa kau Ryo-ku?’ batin Fumi namun segera ia
tepis.
“Sudahlah. Aku harus kembali bekerja atau aku akan dipecat.”tukas Fumi kemudian
berjalan menjauhi Ryo. Seketika Ryo terpaku saat melihat Fumi mengikat
rambutnya.
“Ikat rambut itu... Kau benar-benar Fumi-ku! Tunggulah Fumi, sebentar saja.
Kita akan bertemu lagi dan aku akan membuatmu bangga padaku. Beri aku waktu,
aku hanya tak ingin kita bertemu dalam keadaan seperti ini. Mengertilah Fumi.
Kumohon bersabarlah dan percaya padaku seperti Fumi-ku yang dulu.”gumam Ryo.
Wajahnya seketika berubah sendu. Ingatan masa lalu terputar begitu saja di
hadapannya.
=TOP SECRET=
Orphanage,May 9 2000
“Ryo, selamat ulang tahun...”kata seorang gadis kecil begitu berada di dekat
Ryo.
“Terima kasih, kau juga Fumi~.”
Mereka kemudian bertukar kado. Ya, keduanya memang berulang tahun pada tanggal
yang sama. Bukan, ini bukan tanggal lahir asli mereka –mungkin salah satu di
antara mereka. Keduanya mendapat tanggal ini sebagai tanggal lahir pada surat
keterangan karena mereka berdua sama-sama ditinggalkan di panti ini pada
tanggal 9 Mei 1993 –meski pada jam berbeda.
“Ryo! Fumi! Ayo masuk, ada yang ingin berkenalan dengan kalian!”panggil seorang
pria bernama Chinen Yuri yang merupakan sukarelawan panti itu.
Mereka berdua berlari-lari kecil memasuki gedung panti yang sederhana. Di salah
satu tangan mereka tergenggam kado sedang sebelah tangan yang lain saling
menggenggam.
“Ryo kenalkan, ini Tuan Takaki. Dia ingin kau menjadi anaknya. Kau mau
kan?”kata Chinen begitu mereka sampai di ruang tamu panti.
“Tapi...Fumi...”kata Ryo ragu. Mereka masih saling bergandeng tangan dan
menatap satu sama lain.
“Oh, Fumi akan ikut dengan Tuan Inoo. Kalian akan sama-sama diadopsi hari ini.
Bukankah ini kado yang indah untuk ulang tahun kalian?”ujar Keito yang juga
merupakan sukarelawan panti itu tiba-tiba. Ia baru saja memasuki ruang tamu
panti dengan beberapa dokumen adopsi tangannya.
“Tapi kenapa kami tak diadopsi oleh satu keluarga yang sama?”tanya gadis kecil
itu, mata cokelat caramel-nya berkaca-kaca.
“Karena orang tua baru kalian hanya ingin mengangkat seorang anak.”kata Keito
tenang. Ia tersenyum ramah pada kedua calon orang tua angkat yang akan
mengadopsi mereka berdua.
“Kalian ambil barang masing-masing. Mereka akan menjadi keluarga yang baik.
Nanti kalau kalian sudah dewasa, kalian bisa bertemu lagi. Ingat permainan
kalian tentang pengantin?”kata Chinen kemudian.
Ryo dan Fumi saling pandang lalu menjadi salah tingkah. Wajah mereka memerah,
padam. Ragu-ragu mereka berdua berjalan menuju kamar, mengambil barang yang tak
seberapa.
“Fumi, jangan menangis. Saat dewasa nanti, kita akan bertemu lagi. Kita akan
hidup berdua bahagia selamanya. Hanya kau dan aku. Kau bisa percaya padaku,
Fumi. Aku berjanji...”kata Ryo menyeka airmata yang keluar dari ujung mata
Fumi. Mereka kemudian menautkan jari kelingking dan berucap janji.
=TOPSECRET=
To Be Continue
WRITER DESIRE : Hows? Lets
move on to the second chapter! Thanks for RCL and read my other story :3
No comments:
Post a Comment