NOTE: Reader, before you browsing to reading please make sure you read fanfiction in here according to your age. If you not yet 17 yo, we suggest you to read fanfiction with rating G, PG-13, PG-15. Rating NC-17 and NC-21 just for addult. Please follow this rule shake your self!

Thursday, May 2, 2013

[Oneshot] Watashitachi



Title : Watashitachi (Kita) 
Cast : Ryosuke Yamada as Main character 
Fairyna Shimazaki (OC) as Ryosuke’s Best Friend 
Genre : Friendship, Hurt/Comfort 
Rating : General, 
Length : Oneshot 
Language : Indonesia 
Author : Dyah Palupi Probosiwi 
- FB Link : 
https://www.facebook.com/dyahpalupiprobosiwi 
- Twitter : @probosiwi_dyah 
- Ichiban : Yamada Ryosuke 
- Reason join this project : To prove that I’am a real HSJ’s fan and I care for them! 

Disclaimer : Yamada Ryosuke, his family, and GOD. 

Summary : Selama ini hubungan mereka sangat dekat. Tapi entah kenapa, sekarang cowok itu justru tidak tahu harus tersenyum atau bersedih./”Kami baru saja putus.”/”Jangan khawatir, kami putus baik-baik kok.”/”Tidak apa-apa. Menangislah.” 

A/N : It’s about friendship! 




―Watashitachi― 


Hari sudah gelap. Lampu-lampu rumah telah dihidupkan, dan beberapa kios di sepanjang jalan itu mulai dibuka. Salah satu jalan utama di pusat kota itu memang tidak pernah sepi. Semakin malam justru semakin ramai. Mobil-mobil yang berlalu-lalang, pejalan kaki di trotoar, hingga orang-orang yang bersinggah di taman tak jauhdari sana. 


Seorang cowok ikut bergabung diantara lautan manusia di jalanan tersebut. 



”Aku mengerti.” Suara baritonnya menyeruak diantara keramaian orang. Cowok tampan dengan potongan rambut mencapai kerah baju itu kini tengah berbicara melalui ponsel. Jaket dan tas punggung yang berisikan peralatan fotografi bertenggerapik di tubuhnya yang tinggi. 


Ketika hendak berbelok menuju gang apartemennya, ia berhenti melangkah sejenak. Bibir pucat cowok itu menarik nafas panjang. ”Baiklah,” ujarnya sebelum menyimpan kembali sang ponsel ke dalam saku. 


Seharian ini Yamada Ryosuke menghabiskan waktunya dengan berkutat bersama rekan-rekan kuliahnya untuk menggarap sebuah film pendek. Ia yang menjadi stradara dalam pembuatan film itu cukup kelelahan dan kerepotan. Apalagi setelah salah saturekannya―si pemeran utama mengalami kecelakaan hingga tulang kakinya patah. Semua crew film jadi ditambah pusing oleh permasalahan baru itu. Padahal masalah sebelumnya saja belum sepenuhnya selesai. Mereka masih harus mendapat persetujuan untuk peminjaman tempat. Sebab kalau tidak,penambahan anggaran untuk keperluan setting pastilah tidak bisa dihindari. 


Cowok dengan segudang penggemar di kampusnya itu akhirnya mendesah. Kepalanya pening, dan sekarang ia ingin segera mengistirahatkan tubuh. Kakinya masih melangkah menghampiri bangunan apartemen di salah satu sisi gang yang kini ia susuri.Ryosuke memijat belakang lehernya. Dan ketika ia melewati sebuah taman di kompleks tersebut, sesosok siluet yang tengah bermain ayunan menarik perhatiannya. 


Sebelah alis cowok itu berkerut samar. ”Fairy?” Ia berbisik sendiri. Kemudian segera berjalan mendekat setelah yakin sosok itu adalah orang yang ia kenal. 


”Sedang apa kau disini?” 


Gadis bersurai panjang yang mengenakan jaket kebesaran itu otomatis mendongak. Ia tersenyum, kemudian mulai mendorong ayunan yang ia duduki dengan kakinya yangberbalutkan sepatu putih. Suara nyaring poros besi tua itu pun terdengar. ”Aku menunggumu.” 


Ryosuke melangkah dan menduduki salah satu ayunan yang kosong―di samping gadis blasteran Jepang-Indonesia bernama lengkap Fairyna Shimazaki itu. Dahinya sedikit berkerut. Dan ia mulai heran ketika gadis itu menghindari tatapannya.”Menungguku?” 


Kepala si gadis mengangguk samar. Suara terdengar serak saat ia mengucapkan jawaban yang cukup panjang. ”Aku berniat ke apartemenmu tadi. Tapi kau masih belum pulang.” Ia mencondongkan tubuhnya ke depan ketika ayunan semakin kencang.”Jadi kuputuskan untuk menunggu di sini.” 


Kali ini Ryosuke melirik gadis itu dengan ekor matanya. Ia memang tahu kalau Fairy akan berkunjung ke apartemennya malam ini―gadis itu selalu melakukannya tiap kali memilik waktu luang. Entah itu hanya berkunjung biasa, menonton TV bersama, memasak, atau bahkan untuk curhat. Yang jelas temanSMA-nya yang bertubuh mungil itu cukup membuat Ryosuke kerepotan sebab ia selalu datang tanpa pernah memandang situasi dan kondisi. 



Fairy selalu membuat Ryosuke harus siap sedia menghadapi kunjungannya. Dan sadar atautidak, selama ini cowok itu juga tidak pernah membayangkan bagaimana jadinya jika gadis cerewet itu tidak pernah datang. 


”Sedang ada masalah, ya?” 


Ryosuke ikut mendorong ayunan dengan kakinya sendiri hingga derit suara besi yang bergesek semakin nyaring. Ia mendongak―menatap langit malam tanpa bintang yang gelap dalam diam. Kemudian menjawab datar tanpa menoleh. ”Tidak juga.” 


Perlahan suara gesekan ayunan melambat. Salah satu dari mereka ada yang berhenti mengayun. Dan orang itu adalah Fairy. Gadis itu sekarang sedang menatap Ryosuke dengan sepasang mata lebar yang ia miliki. Ia terdiam sesaat. ”Masalah kuliah?” 


Lagi-lagi Ryosuke mengikuti apa yang dilakukan gadis itu―memperlambat ayunannya hingga membuat mereka berdua terduduk diam berdampingan. 


”Apa cukup banyak?” 


”Lumayan.” Ryosuke tersenyum samar. Oke. Kali ini ia memilih untuk menjawab sebab semua pertanyaan yang diberikan oleh Fairy tepat sasaran. Ah! seharusnya Ryosuke tidak lupa kalau gadis itu bisa sangat sensitif dengan perasaan seseorang. 



”Semuanya pasti akan baik-baik saja.” 


Sejenak Ryosuke mengangguk setuju sebelum kemudian ia menoleh ke samping. Kali ini―dengan jarak yang cukup dekat, ia bisa melihat Fairy menatapnya dengan sebuah senyuman yang tidak mencapai mata. Mungkin maksudnya hanya untuk menghibur. Tapi tetap saja Ryosuke bisa merasakan sedikit sentakan ringan di perutnya. Menggelitik dan membuat pipinya sedikit panas. Ia mencoba sebisa mungkin untuk menghindar. Namun sebelum sempat cowok itu memalingkan wajah, ada hal lain yang membuatnya tetap terdiam. 


”Kau baru saja menangis?” Ryosuke mengerutkan kening ketika mendapati jejak air mata di kedua pipi Fairy. 



Gadis itu sedikit tersentak. Kemudian cepat-cepat menoleh ke depan lagi seraya mendorong kakinya untuk menggerakkan ayunan. Suara derit pun terdengar. Fairy tidak menjawab. Dan Ryosuke semakin tidak tahan.


”Ada apa? Apa yang terjadi?” 


Cowok itu beranjak dari duduknya. Kemudian berdiri tepat di depan Fairy yang masih tertunduk sambil berayun. Ryosuke menggunakan kedua tangannya untuk mencengkram erat rantai ayunan hingga gerakannya terhenti. Ia menatap puncak kepala gadis itu. Lalu dengan nada yang lebih pelan, ia bertanya lagi. ”Ada apa?” 


Untuk sesaat tidak ada suara apapun selain nyanyian serangga yang terdengar. Ryosuke masih berdiri. Sementara Fairy tetap tertunduk. Kedua tangannya ikut menggenggam erat rantai ayunan. Dan setelah menarik napas cukup dalam, ia berujar, ”Kami baru saja putus.” 


Seperti mendapat pukulan samar di dada rasanya. Ryosuke merasa sedih, tapi ia tidak bisa bereaksi. Ada sebagian dari hatinya yang menganggap bahwa ini adalah kesempatan. Ia pernah berharap. Tapi decitan lain dari hatinya ketika mengetahui gadis itu baru saja menangis membuatnya tak berdaya. Ini tidak benar. Ryosuke tidak mungkin tersenyum di saat sahabat gadisnya menangis, bukan? 


”Kemarin,” Suara serak Fairy menyeretnya kembali pada kenyataan. Gadis itu seperti menarik napas panjang. Lalu melanjutkan dengan lebih pelan, ”Maaf tidak langsung memberitahumu.” 


Ryosuke tetap tidak menemukan respon terbaik. Ia tidak tahu harus berkata apa―sebab ia memang tidak pandai dalam berbicara. Karenanya cowok itu memilih berjongkok di depan sang gadis―mencoba mencuri pandang pada wajah yang bersembunyi itu. Ryosuke mendesah pendek. Dan seolah mengerti akan makna dari desahannya barusan, gadis itu kemudian berujar seraya tersenyum kecut. 


”Jangan khawatir, kami putus baik-baik kok.” 


Setelah mendengarnya, Ryosuke baru benar-benar menyadari ada hal yang membuatnya mengepalkan kedua tangan erat. Rahang cowok itu mengeras. Ia seakan membenci teman baiknya yang biasanya ceria bersikap seperti ini. Apa benar Fairy sangat menyukai mantannya? Apa ia sangat menyayanginya? 


”Kau masih menyukainya?” 


Bisikan samar itu terdengar sangat dingin bahkan di telinga Ryosuke sendiri. Ia memperhatikan baik-baik gadis di hadapannya yang menoleh ke samping―mencoba menyembunyikan getaran bibirnya yang sengaja ia gigit, sementara pada akhirnya kepala gadis itu mengangguk sekali. Samar dan menyakitkan―terutama bagi Ryosuke. 


Cowok itu merasakan cubitan keras di dadanya. Ia kecewa, tapi ia tahu ia tidak bisa berbuat apa-apa selain mengulurkan kedua tangannya untuk menarik tubuh mungil yang terguncang itu mendekat. Ryosuke mendekap erat Fairy yang dalam hitungan detik sudah terisak pilu. Perlahan ia merasakan kedua tangan gadis itu melingkari pinggangnya. Ryosuke memejamkan kedua mata. 



Tidak apa-apa. Untuk kali ini ia tetap tidak keberatan jika Fairy memang masih mengharapkan mantannya. Ia akan menunggu. Dan sampai waktunya tiba, ia juga tetap akan berdiri di depan gadis itu sebagai pelindungnya. 


”Tidak apa-apa. Menangislah.” 

―END― 




Writer Desire: Happy Birthday Yamada Ryosuke! Semoga Yama-chan panjang umur, tambah cakep, tambah popular, tambah fans, dan enggak sombong! 
Semoga (entah kapan itu) HSJ mampir ke Indonesia. Ngadain konser besar-besaran di sini, kalo bisa sekalian jalan-jalan ke Jepara. :D 


Amiiin! Semoga aku bisa ketemu langsung sama mereka!(Ngarep) 



No comments:

Post a Comment